Mohon tunggu...
Sri Sugiastuti
Sri Sugiastuti Mohon Tunggu... -

Saya seorang Muslimah, pemilik http//astutiana.blogspot.com.Nenek dari 3 orang cucu, mengajar di SMK Swasta Surakarta. Punya passion menulis dan berbagi kisah hidayah dari orang-orang yang ada di sekitar saya. Tidak ada kata terlambat dalam belajar, dan amat sangat berharap mendapat kemudahan dalam menggapai ridha Allah. Mempunyai moto bahwa “Hidup adalah berjuang untuk taat pada aturan Allah sampai ajal menjemput” Punya obsesi berdakwah lewat tulisan. Kontak person 085728304241 atau akun fb. http://www.facebook.com/astutiana.sugiastuti. twitter@astutianaM ...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kidung Hidupku (7)

19 Juni 2013   13:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:46 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Belas Kasih dari Seorang Lesbian

Sejak semalam Diah sudah mengemasi barang barang yang akan dibawa ke Solo. Dia juga sudah menata hatinya agar tidak menangis ketika berpamitan. Baginya keluarga Bu Ijah melebihi orangtuanya sendiri. Diah dan Aya diperlakukan sebagai anak dan cucunya, mereka sangat peduli dengan nasib Diah. Wajar kalau Diah harus berusaha tegar menghadapi perpisahan ini. Apalagi Aya sudah begitu dekat dalam dekapan Bu Ijah yang menyayanginya sepenuh hati. Perhatian dan kasih sayang keluarga itu tidak pernah didapat dari Bu Sasmita sebagai orangtua kandungnya.

Dengan berat hati, Diah berpamitan. Hampir setengah tahun Diah dan Aya tinggal bersama keluarga Bu Ijah. Tidak pernah ada benturan atau salah paham diantara mereka. Mereka sangat baik dan bisa menerima Diah masuk menjadi keluarganya. Diah sangat berterima kasih dengan segala kebaikan yang diberikan Bu Ijah sekeluarga kepadanya. Tapi segala pertimbangan dan demi mewujudkan mimpinya yang tertunda Diah harus berani mengambil keputusan seperti yang sudah sudah.

“ Nak Diah, sebenarnya Ibu berat berpisah dengan Aya. Ibu ingat pesan almarhumah Eyangmu. Beliau memintaku untuk merawat Aya sampai besar, dan aku ingin menggantikan posisi Eyangmu. Tapi semua tergantung pada keputusanmu. Ini hidupmu dan anakmu. Kau lebih berhak menentukan masa depanmu juga Aya. Ibu hanya berdoa Aya selalu sehat, ashmanya tidak sering kumat, begitu juga dengan pekerjaan dan rejekimu bisa menghidupimu berdua.” Nasehat Bu Ijah begitu menyentuh hati Diah yang sedang berusaha merenda hidup barunya dengan hijrah ke Surabaya.

Diah tak bisa membendung airmatanya. Semua kebaikan Bu Ijah dan keluarga bertengger di hatinya. Seakan membuat keraguaan di hati, antara tetap bersama Bu Ijah atau mengejar mimpinya. Sanggupkah Diah hidup di kota sebesar Surabaya hanya bersama anaknya dan seorang pengasuh yang belum dikenal.

“ Mampukah aku mempercayakan Aya pada orang yang belum aku kenal? Apakah aku akan tenang bekerja bila Aya sedang kumat ashmanya?Bu Ijah, rasanya baru saja aku datang bersama bayi mungilku yang belum genap berusia sebulan, dan kau sambut kehadiranku dengan buah hatiku. Kau rawat Aya sepenuh hatimu. Kau adalah Dewi penolongku setelah Eyang tidak ada. Kusadari semua itu sudah diatur oleh Allah. Termasuk keputusanku yang aku ambil untuk tidak merepotkanmu lagi. Aku ingin mengejar asaku. Aya harus mendapatkan yang terbaik dariku. Dan semua itu perlu perjuangan.” Diah diombang ambingkan perasaannya sendiri.

Yanto memenuhi janjinya. Dia tidak sayang mengeluarkan dana yang banyak untuk kenyamanan Diah dan anaknya. Sedang pengasuh Aya diambilkan dari agen baby sitter yang cukup terpercaya. Diah mulai menata kehidupannya yang baru bersama Aya dan pengasuhnya.

Diah mendesak Yanto untuk menjelaskan bagaimana Diah harus mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan Yanto untuknya. Diah tidak ingin semuanya digratiskan oleh Yanto. Diah tidak ingin persabatannya dengan Yanto jadi retak dan tidak harmonis gara gara uang pinjaman. Walau hal ini berat bagi Diah.

“ Yan, aku tidak mau berhutang budi terlalu banyak padamu. Jadi tolong katakan, bagaimana aku harus mengembalikan uang itu dan batas waktunya sampai kapan? Aku harus bekerja keras agar bisa segera membayar hutangku padamu.” Diah mengutarakan niat baiknya pada Yanto.

“ Diah mengapa kau selalu mempermasalahkan dana itu? Aku tulus membantumu. Aku tidak akan membiarkanmu hidup terlantar di kejamnya kota Surababya. Disini ada aku yang siap melayanimu untuk berbagi dan mendengarkan keluh kesahmu, suka dukamu termasuk menggapai mimpimu yang belum kau raih,” kata kata Yanto bak air sejuk di fatamorgana. Begitu menyegarkan dan melenakan, walau di hatinya yang lain memberinya “ warning”.

Diah tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan Yantobak angin surga yang menentramkan hati juga menghapaus semua rasa was was, bagaimana dia harus hidup jauh dari Bu Ijah dan keluarganya yang sudah membantu dan melindunginya selama 2 tahun ini. Sekarang dia harus hidup dengan Yanto yang sudah lama tidak pernah kontak. Bagaimana dia sekarang dan apa misinyamenolong Diah dengan memberi fasilitas yang sangat layak untuk Diah dan Aya.

****

Di Kantor, Diah jarang bertemu dengan Yanto. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing masing. Semua memang dikondisikan seperti itu Diah dan Yanto tidak ingin bersabahatan merekamengurangi profesionalisme kinerja mereka. Tapi hampir setiap hari Yanto datang ke rumah Diah dengan alasan kangen Aya. Awalnya Diah tidak begitu terganggu dengan kehadiran Yanto di rumahnya, mereka biasa makan malam bersama dan membicarakan masalah pekerjaan mereka yang kadang membutuhkan solusi di rumah. Biasanya, setelah Aya tidur Yanto pamit. Tidak seperti biasanya malam itu Yanto masih asyik dengan pekerjaannya padahal hari sudah larut malam. Diah mulai mencium ada sesuatau yang tidak beres dengan Yanto.

Diah tidak menyuruh Yanto pulang begitu saja, walau sebenarnya Diah merasa tidak nyaman. Privacynya jadi terganggu. Baginya Yanto tetap sosok misterius yang wajib dicurigai. Batinnya berontak. Diah berhasil mengumpulkan info tentang gossip yangmenyudutkan prilaku Yanto sebagai seorang lesbian.

“ Aku harus bisa tegas menghadapi Yanto. Dia harus tahu bahwa aku wanita normal. Jangan pernah menjadikan aku sebagai pacarnya atau teman hidupnya. Aku harus memberi makan Aya dari rejeki yang halal. Bukan dari belas kasih Yanto, yang mungkin mengharapakan sesuatu dari diriku,” perang di hatinya sudah dimulai.

Semakin lama direnungkan semakin berat beban pikirannya. Tapi Diah harus mengatakan, walau dia belum menemukan jurus yang tepat untuk keluar dari masalah ini.

“Yan ..aku ngga bisa menemanimu lembur malam ini ya! Aya gelisah dalam tidurnya dan badannya juga panas. Apa ngga sebaiknya pekerjaanmu kau selesaika di rumahmu?” Diah berusaha mengusir halus keberadaan Yanto di rumahnya.

Yanto sambil menghisap rokoknya dalam dalam dan menimpali ucapan Diah. Matanya mererawang ke langit langit, sambil sesekali mengeluarkan asap rokok dengan santai. Menikmati kebersamaannya dengan rokok. Kemudian diliriknya Diah dan berkata:

“ Tidur lah Diah, mungkin aku bermalam disini, menyelesaikan tugasku. Aku malas pulang ada Sinta di rumahku, aku ingin menghindarinya. Kau tidak berkeberatankan!” Yanto meminta izin pada Diah.

Diah sedikit banyak memang sudah tahu hubungan Yanto dengan Sinta teman lesbiannya sedang bermasalah. Yanto memergoki Sinta jalan dengan Om Brata komisaris salah satu bank terkemuka di Surabaya. Yanto cemburu, padahal Sinta sudah minta maaf dan menjelaskan bahwa dia tidak selingkuh. Sebagai seorang sahabat Diah berusaha menenangkan hati Yanto. Di sisi lain dia juga tak ingin ikut campur urusan pribadi Yanto yang sedang bermasalah dengan teman lesbinya.

“Yan, Sinta itu tipe cewek setia. Jangan mudah terbakar api cemburu! Apalagi dia sudah minta maaf. Kalau kau bermalam disini dan Sinta tahu, dia akan berpikir buruk tentang aku.Please kamu pulang aja ya..!Sinta pasti gelisah menunggumu” Sekali lagi Diah bicara pada Yanto.

Semua orang tahu tentang hubungan lesbi antara Yanto dan Sinta, mereka hidup se rumah. Orang mengatakan mereka pasangan lesbi yang ideal. Diah yang tiba tiba bekerja di kantor milik Yanto, perhatian khusus Yanto pada Diah mengundang kecurigaan se isi kantor. Ternyata sejak Yanto bertemu Diah kembali, hatinya memang berpaling dari Sinta. Yanto yang sejak SD sudah mengagumi kecantikan Diah, mengetahui nasib Diah yang tidak beruntung, membuatnya iba dan ingin melindungi Diah dan anaknya.

Keretakan hubungan Yanto dengan Sinta, membuat Diah tidak nyaman. Diah tidak ingin kedekatannya dengan Yanto memperkeruh masalah Yanto dan Sinta. Jangan sampai Sinta cemburu padanya. Anggapan orang yang menilai kedekatan Diah dan Yanto ada “sesuatu” harus dihindari.

“Aku tidak bisa memaafkan Sinta. Jelas dia sudah mengkiananti cinta kami. Aku sudah menyuruhnya pergi dari kehidupanku.” Yanto menceritakanhubungan terakhirnya dengan Diah.

“Terserah aja Yan, itu hidup, hidupmu. Aku tidak ingin terlibat dengan urusan pribadimu. Aku sebatas temanmu. Tapi aku juga tidak ingin kedekatanku denganmu dianggap aku telah merebutmu dari hatinya.” Diah kembali mengingatkan Yanto.

Hati Yanto yang sudah lama ingin mengungkapkan perasaannya pada Diah, jadi ragu. Apakah sudah tepat waktunya. Sampai saat ini Yanto belum punya keberanian untuk mengatakan isi hatinya.

“ Diah apakah kau tidak merasakan bahwa rasa cintaku padamu bersemi kembali? Mengapa kau tak merasakannya? Diah ingatlah bahwa semua pria itu bajingan. Tak pernah mau mengerti perasaanmu. Pria itu egois. Aku ingin meraih mimpi mimpiku bersamamu dan Aya.” Batin Yanto menjerit sakit.

Gelagat perhatian Yanto pada Diah, membuatnya risau. Diah tidak bisa membayangkan kehidupan lesbi yang di matanya pasti menjijikkan. Itu menyalahi kodrat. Diah jadi teringat dengan saudara sepupunya yang tinggal di Jakarta, seorang lesbi dan sangat sulit keluar dari jeratan wanita lesbi yang menguasainya. Dia rela meninggalkan anak dan suaminya demi hidup bersama dengan teman lesbinya. Dia baru terbebas dari jeratan kehidupan lesbi setelah divonis terkena kanker payudara. Dia berjuang lewat pengobatan alternatif yang tidak bisa menyelamatkan hidupnya.

Diah takut akan mengalami hal yang serupa. Diah harus putar otak bagaimana caranya agar jerat Yanto tidak mengenai dirinya dan Aya. Tidak ada cara lain kecuali menjauhinya, dan hijrah ke tempat lain. Tapi kemana? Masalah baru menghadang dirinya.

Tiba tiba saja angannya melayang.” Seandainya Eyang masih ada tentu hidupku tidak akan menderita seperti ini. Seandainya aku menuruti nasehat Ibu dan ayah melakukan aborsi, aku tidak ribet mengurus Aya, dan tidak bertemu dengan Yanti alias Yanto. Apa sebaiknya aku kembali ke Solo, menitipkan Aya pada Ibu, lalu aku mencari kerja ke Jakarta? Atau aku pindah ke Solo tapi tidak membebani Ibu dan Ayah?” Semakin diingat masa lalu dan keputusan yang sudah diambil, membuat Diah menunda menentukan arah hidupnya.

Sementara Yanto mulai berani mendekati Diah, dan membelainya. Yanto mengajaknya untuk, petting, dan kissing. Diah jijik.” Ya Tuhan jangan biarkan yanto melakukan hasratnya padaku. Aku wanita normal dan tidak bisa melakukannya.”Berbagai perasaan membaur di hatinya.

Diah bisa meredakan hasrat Yanto dengan mengalihkan ke urusan dan perkembangan Aya. Diah juga memohon maaf pada Yanto karena dia tidak bisa melayani Yanto seperti yang biasa Sinta lakukan pada Yanto. Diah semakin takut seandainya hubungan ini menjadi tidak harmonis, keluar dari jalur persahabatan seperti yang diidamkan.

“ Maaf Yan, jangan samakan aku dengan Sinta! Aku menganggapmu sebagai dewa penolongku, dan aku memang berhutang budi padamu, tapi jangan paksa aku menjadi kekasihmu. Semua kebaikanmu pasti akan mendapat ganti yang lebih besar dari Tuhan. Dan aku yakin suatu saat pasti kau juga akan mendapatkan apa yang kau dambakan.” Akhirnya Diah punya nyali untuk menolak cinta Yanto padanya.

Ketika mendengar jawaban Diah yang lugas, perasaan Yanto tercabik-cabik. Yanto tak menyangka kalau Diah berani menolaknya dan tidak punya perasaan sama sekali. Padahal Diah sudah berhutang budi kepadanya.

“ Oke Diah, seharusnya kau membenci makhluk yang berjenis kelamin pria, karena mereka sudah membuat hidupmu susah. Pria itu egois Diah, beda denganwanita. Suatu saat kau bisa merasakan sensasi yang kuberikan padamu.” kalimat Yanto sedikit mengancam dan punya makna yang menakutkan bagi Diah.

Tanpa sepengetahuan Yanto, diam diam Diah melamar pekerjaan yang ada di Solo. Menurutnya Solo tetap merupakan tempat yang paling nyaman untuk hidupnya dan Aya. Waktu dua tahun bersembunyi sudah cukup baginya. Kemarahannya pada nasib yang menimpanya tidak ada gunanya.

“ Aku harus bisa bangkit lagi mewujudkan asaku yang tertunda. Aku akan mengenalkan Aya pada Ibu, Ayah dan saudaraku yang lain. Siapa tahu kemarahan dan rasa bencinya padaku dan Aya sudah sirna. Sekarang aku sudah merasakan repotnya punya anak. Kejamnya kehidupan. Susahnya cari uang.” Tekad itu menguatkan Diah agar bisa secepatnya meninggalkan Yanto dan Surabaya.

Alhamdulillah nasib baik menghampiri Diah. Lamarannya diterima. Secepatnya dikemasi barang barang keperluannya dan Aya secukupnya. Diah berpamitan pada Yanto tanpa mengatakan maksudnya yang sebenarnya. Dia ingin memulai lembaran baru tanpa ada Yanto dalam kehidupannya.

“ Yan, aku dan Aya mau nengok Ibu ke Solo, perasaanku ngga enak, dan aku tidak mau menyesal seandainya terjadi sesuatu pada Ayahku.” Kata Diah ketika berpamitan pada Yanto di kantor.

“ Diah biar aku antar ya! Aku sudah lama tidak ke Solo, karena bisnisku aku arahkan ke Kalimantan dan NTB. Kita bisa napak tilas ke SD dimana kita sekolah dulu, kalau perlu kita adakan reuni sekalian, gimana menurutmu?”

Diah yang sedang sibuk dengan pekerjaan yang harus diselesaikan, tidak mendengarkan ucapan Yanto.

“ Iya aku setuju saja.” Jawab Diah ringan.

Yes. Kita bisa bernostalgia di Solo!” SambutYanto dengan gembira.

“ Apa bernostalgia? Maksudnya?” tanya Diah dengan nada tidak mengerti.

“ Bernostalgia dengan teman SD Diah, dari tadi kau dengar ngga sih niatku mengantarmu ke Solo lalu menemui teman SD kita yang masih ada di Solo.” Sekali lagi Yanto menyampaikan niatnya.

“ Hmm. Ini merusak rencanaku. Apa Yanti ngga malu ya sama teman temannya kalau dia sudah menjadi Yanto?” Bagaimana aku harus mengenalkan Yanto pada orangtuaku. Apakah Yanto tidak tahu bahwa aku akan meninggalkannya selamanya. Mengapa aku tadi menjawabnya asal asalan?”

Diah jadi bingung dengan niat Yanto yang tidak disangkanya sama sekali. Aku harus menolaknya dan memberi alasan yang jelas agar Yanto tidak mengantarnya

“Untuk kali ini biarkan aku dengan Aya dulu yang ke Solo, aku harus mengatur strategi meyakinkan orangtuaku bahwa kau adalah sahabat sejatiku.Aku juga harus mencari info tentang teman SD kita, baru lain kali, diadakan acara reuni.” Diah berharap jawaban ini bisa mengurungkan niat Yanto mengantarnya

“ Oke kalau itu maumu Diah. Hati hati di jalan. Jangan terlalu lama ya. Tugasmu di kantor masih menggunung.” Ujar Yanto mengingatkan.

Suasana stasiun Semut yang panas dan banyaknya orang yang lalu lalang, membuat Aya tidak nyaman. Sambil menunggu kereta datang Aya terus bergerak kesana kemari sehingga Diah cukup kewalahan mengikutinya. Untung kereta segera tiba jadi Diah langsung mengemasi barang bawaannya sambil menuntun Aya menuju gerbong yang sesuai dengan yang tertera di tiketnya.

Perjalanan naik kereta api adalah pengalaman Aya yang pertama. Anak itu begitu menikmati suasana di dalam kereta, banyaknya pedagang asongan yang menawarkan dagangan, membuatnya berpikir, betapa baiknya orang dagang itu karena apa pun diberikan padanya.

“ Tetapi mengapa Bunda mengembalikannya? Mata Aya bicara. Sambil bisik bisik di telinga Aya, Diah membujuknya agar tidak nangis dan membiarkan Bundanya mengembalikan kepedagang asonagn itu.

“ Nanti kita beli di Mall saja ya! Eyangmu di Solo juga punya banyak mainan, kau bisa minta apa saja disana.” Aya bisa memahami matanya berbinar. Dia membayangkan Eyang seperti tetangga sebelah rumah yang sering menggendong anak se usia.

Diah sudah siap dengan apa yang akan dihadapi ketika dia membawa Aya ke rumah orang tuanya. Dengan berjalannya waktu Diah berharap keluarganya mau memaafkan perbuatannya,dan menyayangi Aya sebagaimana mereka saling menyayangi dalam keluarga. Kali ini Diah minta belas kasih orangtua, sementara dia mencari kerja dan akhirnya bisa mandiri.

Diah ingin melupakan bayang bayang perlakuan Yanto terhadap dirinya. Mengapa “warning” di hatinya tidak digubris, sehingga Yanto masuk terlalu jauh dalam hidupnya. Aya yang terbiasa dengan Yanto jadi agak sulit menjelaskan hal ini padanya.

“Ternyata Aya baru berusia 2 tahun saja ujianku begitu berat, sanggupkah aku membesarkan Aya sendirian, Mampukah aku memberikan yang untuk Aya, seperti yang diberikan oleh keluarga yang utuh, dan bertanggung jawab penuh. Ya Tuhan beri aku kekuatan untuk bisa bangkit dan punya semangat super besar menggapai mimpiku.”

Tak bisa dipungkiri sebenarnya Diah sangat berterima kasih pada Yanto. Secara tidak langsung Yanto banyak membantu Diah dan Aya  Tapi Diah tidak bisa berkompromi dengan hatinya. Diah terlalu peka dan menutup hatinya untuk mencintai laki-laki, hal ini bukan berarti Diah patah hati, keegoisan Diah lah yang menyebabkan hidupnya terpuruk.

Bersambung......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun