Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Rasa Bangga Menjalani Profesi Pustakawan Itu Masih Ada

8 Juli 2020   00:09 Diperbarui: 10 Juli 2020   21:15 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:https://www.istockphoto.com/photo

Saat pertama kali masuk kerja sebagai CPNS tahun 1986 di salah satu PTN top di Indonesia langsung mendapat tugas di perpustakaan. Jujur waktu mahasiswa tidak pernah tertarik untuk mengunjungi perpustakaan. Stigma negatif perpustakaan waktu itu gelap, pengap, berdebu, sempit, monoton, resmi, kaku, dengan petugas yang galak, tanpa senyum, tidak ramah, dan selalu curiga. Kalaupun terpaksa mencari literatur apa perlunya, tidak berlama-lama karena tempatnya sempit tidak nyaman dan aman untuk belajar.

Namun diterima sebagai CPNS, ternyata mendapat tugas dari Dekan Fakultas Hukum di perpustakaan. Perasaan nano-nano, namun bagian kepegawaian Fakultas saat itu memberi semangat agar menjalani tugas dengan senang hati dan percaya pasti nanti ada hikmahnya. Ternyata benar, hikmah dibalik penempatan di perpustakaan itu mulai dapat dirasakan, walau melalui proses panjang, perjuangan keras, semangat membaja diiringi cucuran keringat dan air mata. Hikmah itu diantaranya, dapat mengembangkan diri mengikuti berbagai diklat, study banding di dalam dan di luar negeri, dan tugas belajar ilmu perpustakaan S1 dobel degre di Fakultas Sastra (FIB) Universitas Indonesia.

Hikmah lain yang mempunyai manfaat sampai hari ini adalah dapat menulis. Hal ini tidak lepas dari  motivasi para dosen muda Fakultas Hukum yang sering ke perpustakaan. Motivasinya agar menulis, mengingat disekitarnya banyak referensi sebagai acuannya. Memulai menulis lebih sulit dibanding menulis itu sendiri. Rasa percaya diri, semangat, kemauan belum menyatu dalam tekad. Padahal kesempatan, dan kemampuan menulis sudah ada (minimal sudah pernah menulis skripsi).

Berbekal semangat, tekat, kemauan, dan rasa percaya diri, akhirnya dapat menulis. Kemudian mencoba dikirim ke media massa, dimuat dan mendapat honor. Inilah yang semakin memicu untuk terus menulis. Merambah mengikuti berbagai lomba karya tulis mulai sumbang saran dalam rangka ulang tahun Pemda Kota/Kabupaten, sampai karya tulis ilmiah populer, dan penelitian berbasis kompetisi. Bangga rasanya saat berdiri di panggung acara menerima hadiah dari Bupati, Walikota, Gubernur, Kepala Instansi di pusat dan daerah. Hadiahnya berupa uang pembinaan, tabungan, kambing, dan bibit mangga. Namun rasa bangga melebihi nilai hadiah dan honor yang diterima.     

Kembali tentang penempatan di Perpustakaan, ternyata membawa berkah, walaupun sebagian besar PNS lain sangat ngeri dan takut bila dipindah di perpustakaan. "Merasa" kariernya terhenti dan selesai. Dulu perpustakaan terkenal sebagai tempat "buangan", "pembinaan" orang-orang bermasalah. Setelah di perpustakaan baik, diambil lagi di tempatkan di bagian yang "basah".  Saat ini anggapan negatif tentang perpustakaan sudah berubah menjadi positif, dan pimpinan mulai mengakui perpustakaan menjadi "pusat peradaban" suatu bangsa.

Selama 30 tahun bekerja di perpustakaan, dapat merasakan pahit getirnya perjuangan agar mendapat pengakuan dari lingkungan kerja. Minimal pimpinan institusi dapat merasakan kehadiran dan manfaat perpustakaan. Pustakawan menjadi penggerak dan personifikasi perpustakaan itu sendiri, mengingat teknologi informasi dan komunikasi juga di kendalikan oleh pustakawan. Masalahnya, pustakawan sampai detik ini masih asyik dengan persoalan profesinya, status, jabatan, angka kredit, kenaikan jabatan/pangkat, kompetensi, profesionalisme, tunjangan profesi.

Menjalani profesi  pustakawan diakui harus tahan banting dan tahan uji, karena banyak tantangan, hambatan dihadapi baik dari diri sendiri maupun lingkungan kerja. Namun sebenarnya menjadi pustakawan itu mengasyikkan, menyenangkan, bila dibarengi dengan "olah rasa","olah jiwa" dan "passion" yang berasal dari hati nurani. Profesi ini dapat menimbulkan "rasa bangga", dan semangat tinggi apabila menjalaninya dengan landasan rasa ikhlas untuk membantu kebutuhan para pemustaka (orang yang memerlukan informasi). Pustakawan itu memberi jasa pelayanan tidak dapat diukur dengan angka, tetapi dapat dirasakan, sehingga puas mendapatkan informasi sesuai yang dibutuhkan.

Saat ini sudah menikmati masa pensiun sebagai PNS, tetapi masih memiliki rasa bangga telah menjalani profesi pustakawan. Walaupun rasa bangga dan semangat tinggi sebagai pustakawan itu "terpaksa"  harus berakhir dalam kesunyian, kesepian, dan kesendirian untuk memperjuangkan jabatan pustakawan utama. 

Saat itu sebenarnya ada kesempatan emas para pustakawan untuk berjuang melawan arogansi oknum yang sedang berkuasa, yang telah "mengebiri" peraturan perundangan yang sudah ada. Pemantik masalah sudah dideklarasikan, sayangnya kurang ada kekuatan dan rasa solidaritas para pustakawan melakukan gerakan massa. Justru orang yang telah memantik masalah dimusuhi, dijauhi, dibiarkan berjuang sendiri.        

Terlepas dari semua itu, profesi pustakawan pada hari ini tanggal 7 Juli adalah momen istimewa sebagai kelahiran organisasi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI).  Pada tahun 1973 di Ciawi Bogor berdiri IPI sebagai satu-satunya organisasi para pustakawan. Kalaupun saat ini ada organisasi pustakawan sekolah, pustakawan perguruan tinggi, perpustakaan khusus, semuanya tetap mengacu pada IPI. 

Terbentuknya organisasi berfungsi memajukan dan memberi perlindungan profesi pustakawan, sesuai pasal 34 ayat 1 UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Andaikan organisasi ini solid, mempunyai kesetiakawanan, rasa senasib sepenanggungan yang kuat, para anggota pasti mendapat perlindungan, minimum ada pendampingan dan pembelaan saat menghadapi masalah berkaitan dengan profesinya.

Akhirnya dirgahayu pustakawan Indonesia yang ke-47, semoga semakin kompak dalam menjalin persatuan dan kesatuan. Jaya pustakawan !

Yogyakarta, 7 Juli 2020 Pukul 23.38

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun