Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguji Rasa Solidaritas Saat Pandemi

10 April 2020   19:41 Diperbarui: 11 April 2020   17:33 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:www.indonesiasatu.co/Ist

Manusia secara kodrati  sebagai makhluk sosial dan individu, mempunyai kewajiban hidup berdampingan dengan orang lain, tetapi disisi lain berhak memikirkan, memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri. Artinya manusia itu sebagai person/perseorangan sebagai diri pribadi, mempunyai sifat asli, perilaku, perasaan, kemampuan, minat dan bakat alami yang melekat pada dirinya.

Di sisi lain manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain, selalu ingin berinteraksi, bersosisalisasi, dan berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Prinsipnya manusia tidak pernah hidup sendiri dalam menjalani kehidupan tanpa bantuan orang lain, sekalipun mempunyai kedudukan dan kekayaan.

Masa pandemi Covid-19 yang melanda di 185 negara termasuk Indonesia, menjadi ujian terberat bagi siapapun, karena mengimbas secara signifikan di semua lini kehidupan dan siapapun dapat merasakan. Kelompok marginal yang berkegiatan di sektor informal nyaris tidak dapat berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan yang paling minimal sekalipun yaitu sekedar dapat makan. Kenapa?

Sumber pendapatan yang mereka andalkan seketika berhenti. Pangsa pasarnya melakukan aktivitas di rumah saja, sehingga praktis tidak ada yang memanfaatkan barang dan jasanya. Tenaga kerja harian di berlakukan sistem "shift", dirumahkan, bahkan di PHK sepihak. Manajemen perusahaan pusing tujuh keliling karena memikirkan upah dan THR yang sangat ditunggu para karyawannya. Pemimpin sibuk memikirkan rakyatnya dalam menghadapi  Covid-19, dan mencari solusi terbaik yang minim resiko.

Sejak 2 Maret 2020 Covid-19 pertama kali terdeteksi di daerah Depok, ternyata menyebar secara masif dan korban meninggal terus bertambah, walau ada yang masih dalam proses penyembuhan. Tenaga kesehatan khususnya dokter dan perawat menjadi garda terdepan, dengan peralatan APD minim, langsung berhadapan dengan orang yang terpapar Covid-19. Tidak dapat dipungkiri para dokter, perawat, putra-putri terbaik itu gugur di medan juang melawan Covid-19, demi sumpah profesi dan rasa kemanusiaan.

Minimnya APD dan masker, perlu sada solidaritas untuk menggalang dana sosial untuk pengadaannya. Masyarakat membantu dengan mengikuti himbauan pemerintah, dan disiplin tinggal di rumah saja, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, agar terhindar dari Covid-19. Berkurangnya orang yang terpapar di rawat di Rumah Sakit sudah membantu para tenaga medis dalam berjibaku melawan Covid-19.

Mewabahnya Covid-19 dengan segala dampaknya, ternyata ada yang dengan sadar dan tanpa merasa bersalah menyebarkan informasi "hoax". Informasi yang disebarkan, bagi yang bisa berpikir logis dan jernih cukup berhenti di smartphonenya. Berbeda bagi yang kurang wawasan dan pengetahuannya, tanpa pikir panjang dengan entengnya "meneruskan" ke grup lain, sehingga tidak heran dalam hitungan detik informasi hoax yang sama ada di smarphonenya.

Mereka ini tidak sempat "berpikir sebelum posting" di media sosial, anehnya merasa bangga dapat memberi informasi kepada orang lain walaupun isinya hoax. Kondisi ini tanpa disadari dapat menimbulkan keresahan, keputusasaan, prasangka buruk, saling curiga, pikiran negatif, yang dampaknya bisa menganggu imunitas diri untuk menangkal wabah Covid-19.

Disisi lain pandemi Covid-19 menyebabkan kondisi tidak normal, darurat,  karena kegiatan di kantor, sekolah/perguruan tinggi, tempat ibadah, berhenti sampai waktu yang belum bisa ditentukan kapan berakhir. Sesuai himbauan "stay at home", aktivitas sekolah/kuliah, kantor, ibadah dilakukan di rumah, tempat kos, dengan segala konsekwensinya.

Terhentinya aktivitas ini ternyata berimbas langsung dan meluas di sektor informal. Akibatnya, mereka kehilangan mata pencaharian yang menjadi satu-satunya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Walaupun diakui masih ada aktivitas yang diperbolehkan beroperasi seperti di bidang kesehatan, pangan, energi, komunikasi, perbankan, logistik, pengiriman barang, asal tetap disiplin memakai masker, jaga jarak aman, sering cuci tangan memakai sabun, dibilas dengan air mengalir.

Mereka yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan menjerit, pilu, sedih, melihat istri dan anak-anaknya kelaparan. Akibatnya terpaksa keluar rumah walau resikonya  dapat terpapar  Covid-19.  Saat inilah waktu yang tepat untuk menguji rasa solidaritas, kepedualian, rasa senasib sepenanggungan, menumbuhkan empati, rasa setia kawan dan menumbuhkan jiwa sosialnya. Semua ini membutuhkan pengorbanan, niat yang ikhlas, tulus, tanpa mengharapkan balasan apalagi sekedar "pencitraan". Ibaratnya, kalau tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu. Memberi itu lebih baik daripada meminta, tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun