Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benarkah Bekerja Itu Tidak Perlu Berprestasi?

4 Desember 2018   06:23 Diperbarui: 4 Desember 2018   17:39 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ilsole24ore.com

Pada hari Minggu pagi di pasar tradisional ketemu teman seprofesi tanpa sengaja apalagi direncanakan, dan tidak ada yang kebetulan semua itu terjadi pasti atas ijin Allah SWT. 

Supaya tidak mengganggu pengunjung pasar yang lain, kita minggir berdiri di depan kios yang kebetulan tutup. Setelah basa basi bertanya tentang kabar kesehatan, dan kegiatan apa yang saat ini dilakukan, sampailah fokus membahas tentang profesi, prestasi dengan segala pernak pernik yang menyertainya. 

Kata teman tadi:"tidak perlu berprestasi, tidak ada gunanya dan tidak ngefek untuk perjalanan karier". Benarkah ? 

Padahal pimpinan puncak sering mendengungkan semangat capailah prestasi setinggi bintang, namun ketika ada orang berprestasi lebih banyak yang tidak senang daripada yang senang. 

Sungguh aneh bukan ?. Ini adalah fakta, realita bukan rekayasa, dan orang-orang berprestasi  berpotensi "menganggu" atasan menengah karena "takut" populitasnya tersaingi.

Prestasi ternyata sering menimbulkan orang lain menjadi "nyinyir" karena tidak bisa menyamai, apalagi mengungguli. Bisanya menyebarkan "hoaks" dan menyerang baik dari muka maupun dari belakang orangnya.

Intinya karena ada faktor sirik ( jealous), merasa tidak senang melihat orang lain beruntung (berprestasi), dan merasa senang ketika orang lain tidak senang. 

Jiwa-jiwa kerdil yang mempunyai penyakit hati ini sangat berbahaya bila memegang kekuasaan, karena ketika ada orang lain berprestasi "meradang", panas dingin, dan menyerang dengan cara yang tidak terhormat apalagi elegan . 

Sungguh sangat tidak nyaman mempunyai lingkungan kerja yang tidak kondusif, ketika ada yang berprestasi justru di "bully", diintimidasi dan dimusuhi. 

Bukannya diapresiasi, dibanggakan, dipertahankan, dan didukung agar kariernya melaju menuju puncak .

Seseorang berprestasi bukan ditempuh secara instans, tetapi kerja keras dan kerja cerdas ketika yang lain masih di "zona nyaman" (comfort zone), bekerja secara rutinitas. 

Orang yang berprestasi  sudah malang melintang mengikuti berbagai lomba karya tulis dan menulis di berbagai media cetak, walaupun sering dikembalikan. Semua itu dijalani dengan penuh semangat dan rasa senang, kalau menang lomba wajib disyukuri, bila kalah berarti ada peserta yang lebih baik dan layak menjadi juara. 

Awalnya mengikuti lomba, menulis di media cetak sekedar untuk mempromosikan profesinya yang waktu itu masih dipandang "sebelah mata", bahkan sering "direndahkan", karena posisinya  masih yunior. 

Pendapat dan usulannya dianggap angin lalu, karena senior sulit menerima perubahan dan perkembangan. Perubahan dan pembaharuan mengancam orang-orang yang tidak mau berubah dan bertahan cara-cara konvensional. 

Akibatnya ide, inovasi terhenti di angan-angan, sambil menunggu senior pensiun. Agar ide, gagasan, pikiran yang positif tidak hilang, dituangkan dalam tulisan, apalagi sumber referensi bertebaran di sekelilingnya.

 Dari sinilah prestasi-prestasi itu diraih, mulai dari level instansi, kota/kabupaten, propinsi dan nasional. Wajar kalau dikenal banyak orang, minimal kenal nama karena pernah mendengar yang tidak asing ditelinga orang lain.

Jadi untuk berprestasi itu melalui proses panjang, tidak instan, penuh perjuangan, dan harus berjiwa "petarung" bukan "pecundang". Namun pecundang yang lebih didengarkan karena pandai membolak-balikkan kalimat, yang sejatinya penuh tipu daya.

Aneh memang orang yang berlaku jujur malah tidak mujur, sebaliknya yang penuh tipu daya dipercaya. Namun berlaku jujur tetap menjadi pilihan walaupun harus mengubur asa untuk naik ke puncak. Orang jujur "dianggap"penganggu, sehingga harus disingkirkan dari lingkungannya. 

Sungguh memprihatinkan di lingkungan intelektual, tetapi tindakannya tidak mencerminkan sikap bijaksana, yang adil dan berwibawa. Betapa tidak orang yang berprestasi bukannya diapresiasi, mendapat "reward" , tetapi mendapat "punishment" yang "melukai" hati nuraninya. 

Aroma "politik praktis", dalam birokrasi semakin terasa, ketika penguasa "merumahkannya" tanpa kejelasan, kepastian, dibiarkan berjuang dan menyelesaikan sendiri mengurus kariernya.

Justru sibuk mencari celah kesalahan sekecil apapun terus diburu agar mendapat hukuman disiplin. Namun semua itu tidak terjadi karena sederet prestasi yang diraihnya. Berjuang dan bekerja dalam kesunyian, kesenyapan, dan kesendirian untuk mempertahankan profesi yang dilecehkan para birokrat yang berejiwa kerdit. 

Tidak ada yang peduli apalagi mediasi, semuanya kelu lidahnya diam seribu baca untuk mencari aman dan bertahannya kekuasaan. Namun bagi jiwa petarung, justru suasana lingkungan kerja yang tidak nyaman dan menyudutkan ini sebagai tantangan yang harus dihadapi, dan dijadikan sebagai peluang untuk menambah energi, dalam mencapai prestasi. 

Bukan untuk dihindari, dijauhi, apalagi ditinggal pergi. Ketegaran ini yang semakin bikin geram orang-orang yang tidak menyukainya semakin ambisius untuk membuat "rekayasa", agar orang berprestasi segera keluar dari lingkungannya. 

Kondisi in semakin memperteguh jiwa raga, semangat untuk terus berprestasi dengan cara menulis dimana pun dan kapan pun, walau memasuki batas usia pensiun. Jadi bekerja itu harus berprestasi, biar anjing mengonggong kafilah tetap berlalu sepanjang memberi manfaat bukan menimbulkkan mudarat.

Yogyakarta, 4 Desember 2018 Pukul 06.19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun