Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Generasi Milenial "Gagap" dengan Bahasa Daerahnya?

17 Oktober 2018   15:39 Diperbarui: 17 Oktober 2018   19:24 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap pembicaraan apapun tidak dilepaskan dari generasi milenial, identik dengan generasi yang jari jemarinya sangat lincah menari-nari di keyboard gadget. Generasi milenium ini mempunyai ketergantungan sangat tinggi dengan gadget, sehingga dapat "mati gaya" ketika barang ini ketinggalan di rumah, hilang, atau bateri habis tidak ada listrik, dan jaringan. Berani bertaruh uang sakunya lebih banyak untuk beli pulsa dan paket internet dibanding beli buku atau untuk beli makanan seimbang yang menyehatkan.

Begitu tinggi tingkat ketergantungannya, karena gadget mempunyai nilai plus untuk mencari informasi sehat, cepat, praktis, bermanfaat, murah, dan mudah  dapat diakses dimana dan kapanpun.

Namun di sisi lain justru dapat merugikan, bahkan "membunuh" masa depannya bila tidak mempunyai "ilmu pengetahuan" dan keimanan untuk memanfaatkannya.

Dampak buruk dari gadget bukan saja merusak kesehatan organ tubuh, tetapi secara psikis, fisik, mental, moral, sosial, sangat dirasakan oleh keluarga muda.

Oleh karena itu para orang tua mempunyai peran yang besar dalam memperkenalkan teknologi gadget kepada anak-anaknya, untuk membimbing, mendampingi, memilihkan dan memilahkan informasi yang sehat dan bohong (hoaks).

Peran orang tua tidak hanya mengajari dan membimbing memanfaatkan gadget, termasuk dalam berbahasa untuk menjalin komunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya.

Masalahnya orang tua di era gadget ini juga sibuk jemarinya untuk membalas WA di group/komunitas pertemanan TK, SD, SMP, SMA, kuliah, profesi, penglajo, PKK, Arisan, pensiunan, dan lain-lain. Akibatnya generasi milenial dalam bekomunikasi dengan bahasa daerah menjadi ter"gagap" karena orang tua waktunya tersita memanfaatkan gadget. Komunikasi sehari-hari dengan bahasa Indonesia, karena menjadi bahasa persatuan di Indonesia, dan bahasa pengantar di sekolah.

Artinya di daerah manapun di wilayah Indonesia ini bahasa resminya adalah bahasa Indonesia, sedang bahasa daerah sebagai bahasa ibu, sebagai bahasa asli, bahasa pertama yang dipelajari oleh seseorang dari keluarganya. 

Di Indonesia ada 742 bahasa daerah, salah satunya adalah bahasa Jawa. Generasi milenial khususnya di Yogyakarta Solo masih menggunakan bahasa Jawa sebagai komunikasi sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sosialnya. Sejak anak dalam kandungan dan lahir sudah terbiasa mendengar percakapan bahasa Jawa, dan ibu yang menjadi guru pertama dan utama mengajari anak dengan bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa sekaligus.

Masalahnya yang diajarkan bahasa Jawa tingkatan paling rendah (ngoko), biasa dipakai untuk percakapan dengan sesama orang yang usianyanya sejajar. Akibatnya anak dengan orang tua atau orang yang dianggap tua, seharusnya menggunakan bahasa Jawa tingkat menengah (halus/"kromo madyo"), menjadi "gagap", karena sudah terbiasa berkomunikasi bahasa Jawa ngoko. Hal ini dirasa kurang etis, dan menandakan orang tuanya (ibu) tidak mengajarinya berbahasa Jawa "kromo madyo".

Kondisi ini yang memprihatinkan, karena bahasa Jawa kromo madyo, sudah tidak dikenal oleh kebanyakan generasi milenial. Padahal dalam tingkatan bahasa Jawa ini mengandung makna orang yang muda, tanda sopan santu, etika berkomunikasi dengan yang lebih tua (usia, dan garis keturuan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun