Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Destinasi Wisata Budaya Keraton Yogyakarta

25 September 2018   21:47 Diperbarui: 25 September 2018   22:24 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yogyakarta memang layak menyandang predikat sebagai kota pariwisata kedua setelah P. Bali, mengingat banyak obyek yang dapat dijadikan sebagai destinasi wisata budaya, sejarah, pendidikan, alam, pantai, belanja, kuliner, candi. Keraton Yogyakarta, sebagai  wisata budaya dan sejarah menjadi ikon Kota Yogyakarta yang sangat dikagumi oleh para wisatawan nusantara (wisnus) dan mancanegara (wisman). Keistimewaan wisata Keraton "pemandu wisata" dari para abdi dalem Keraton yang mahir bahasa asing, walau usia sudah "sepuh"/tua, masih mempunyai semangat tinggi untuk mengabdi.

Keraton sebagai komplek kegiatan budaya dan tempat tinggal Sri Sultan Hamengku Buwono dan keluarganya, sehingga tidak semua terbuka untuk umum. Bentuk bangunan terpengaruh model dari Eropa (Portugis, Belanda) dan China. Arsitektur Keraton adalah Sri Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrtat, keahliannya dibidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan Belanda Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam.  Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar lanskap kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756.

Berdirinya Keraton Yogyakarta berawal  dari Perjanjian Giyanti 13 September 1755 yang secara de facto dan de jure, mengakhiri Kerajaan Mataram. Kemudian wilayah Mataram dibagi menjadi dua, yang dibatasi oleh Kali Opak seberat barat wilayah Yogyakarta diserahkan Mangkubumi (Sri Sultan HB I) dan sebelah timur  wilayah Surakarta diserahkan Sunan Pakubowono III. Keraton Yogyakarta dan Surakarta sejak tahun 1950 secara resmi sudah bergabung dengan NKRI. Dalam perkembangannya Keraton Yogyakarta menjadi pusat budaya adiluhung, warisan leluhur yang penuh  makna, mulai arsitektur bangunan, pohon yang ditanam (beringin, tanjung, gayam, sawo kecik, asem, kemuning, bodhi, kepel watu, jambu dersana dan jambu tlampok arum).

Dari Keraton Yogyakarta -- pantai Parang Kusuma di Laut Selatan -- Gunung  Merapi  berada dalam satu garis lurus yang dihubungkan oleh Tugu Yogyakarta di tengahnya, sebagai garis imajiner yang sudah menjadi wacana lama (Damarjati Supadjar). Kawasan Keraton Yogyakarta sebagai bangunan cagar budaya yang terdiri dari serangkaian ruang dan bangunan dengan nama, fungsi, pelingkup dan vegetasi tertentu. Meski bangunan Keraton sudah berusia 263 tahun (1755 - 2018), diatas area seluas 14 hektar, namun masih difungsikan sebagai komplek tempat tinggal raja hingga kini. Sudah mengalami renovasi karena gempa bumi dahsyat tahun 1867. Bangunan Kraton ini tercatat sebagai bangunan warisan dunia oleh UNESCO tahun 1995.

Konsep pembangunan di Keraton Yogyakarta, ada alun-alun utara dan selatan, masjid Kauman, tempat menyimpan alat musik gamelan, kereta berkuda, kandang kuda, pasar Beringharjo. Alun-alun, masjid, dan pasar sebagai ruang publik bagi kawula alit (rakyat). Menurut Buku Profil  Yogyakarta City of Philosophy (Dinas Kebudayaan DIY, 2015), alun-alun dari bahasa Jawa alun (gelombang/ombak).

Alun-alun sebagai lambang gelombang yang mengayun-ayunkan hidup manusia di dalam samudera masyarakat. Gelombang ini digerakkan oleh angin (pohon beringin) dari segala penjuru yang tumbuh disekeliling alun-alun. Angin diibaratkan seperti bermacam-macam aliran yang membawa usaha manusia untuk mendekatkan diri dan "bersatu" dengan Tuhan (jumbuhing kawula Gusti, Gusti lan kawula, pindha curiga manjing warangka, warangka manjing curiga) di tengah-tengah banyaknya godaan serta pengaruh kepada manusia.

Sedangkan alun-alun Lor yang terletak di depan Pagelaran mengmbarkan bahwa manusia dalam menghadapi kehidupan menemukan suasana batin yang tanpa tepi. Manusia ketika melakukan meditasi (pemusatan pikiran dan perasaan), mengalami banyak godaan atau cobaan yang tercermin dari luasnya alun-alun. Hal ini menggambarkan banyaknya masyarakat dengan berbagai sifat, perilaku yang mempengaruhi (menggoda) seseorang untuk melakukan komunikasi secara vertikal dengan Sang Khalik.

Menurut Siti Amirul (pengelola dan edukator Tepas Keraton Yogyakarta) menjelaskan:" secara fisik keseluruhan bangunan terdiri dari 7 (tujuh) komplek yaitu Siti Hinggil Ler (Lor/Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Selatan), dan Siti Hinggil Kidul". Bangunan paling depan adalah Pagelaran sebagai tempat para penggawa kesultanan menghadap Sultan pada saat upacara resmi.

Kedhaton merupakan kompleks paling inti dari keseluruhan bangunan keraton. Di kompleks Kedhaton ini terdapat sejumlah bangunan penting seperti Bangsal Kencono, Dalem Ageng Proboyekso, Gedhong Jene, serta kompleks Kasatrian dan kompleks Keputren. Tempat yang paling sakral dan inti lain serta wingit (suci dan keramat) adalah Dalem Ageng Proboyekso, yang merupakan tempat untuk menyimpan pusaka kerajaan, tahta Sultan, lambang kerajaan dan benda keramat lainnya.

Oleh karena itu bila ke Keraton Yogyakarta ada tata tertib yang harus dipatuhi oleh para pengunjung, diantaranya berpakaian yang rapi, topi harus dilepas, berbicara, bertutur kata yang sopan beretika, tidak boleh berkata kotor, jorok. Mentaati larangan yang tertulis, misal tidak boleh menduduki kursi yang dipajang, memegang benda-benda keramik. Berjalan sesuai arah yang telah ditentukan, perhatikan pintu masuk dan keluar. Membuang sampah pada tempat yang disediakan, mengambil gambar tidak boleh dengan lampu blizt. Boleh membawa minum dan makanan kecil (tetap sopan ketika makan).

Perhatikan juga jam buka Keraton Yogyakarta untuk para wisatawan setiap hari dari jam 08.00 -- 14.00 Wib. Khusus hari Jum'at, wisata Keraton Yogyakarta dibuka dari jam 08.00 wib -- 12.00 Wib. Adapun harga tiket masuk adalah sebesar Rp 7.000,- untuk wisatawan lokal dan Rp 12.500,- untuk wisatawan asing atau manca negara. Bila di Keraton Yogyakarta ada acara tertentu,  maka Keraton ditutup untuk umum (tidak menerima kunjungan wisata).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun