Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kopi Panggang, Tempat Kuliner Masakan Desa di Panggang Gunungkidul Yogyakarta

4 September 2018   21:46 Diperbarui: 4 September 2018   22:52 1487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah seharian menikmati deburan ombak di pantai Ngrenehan,  Ngobaran dan Teras Kaca, bersama keluarga, dalam perjalanan pulang lewat jalur berbeda dengan ketika berangkat  melewati Piyungan, Bukit Patuk, Bunder dan Playen. Ketika pulang lewat jalur Panggang, Imogiri dengan jalan menurun dan berkelok, sehingga harus ekstra hati-hati apalagi ditikungan tajam.

Di perjalanan pulang ban belakang bocor bagian kiri karena terantuk batu, masih beruntung berhenti tepat di depan rumah orang yang mempunyai alat pengungkit ban (di mobil juga tersedia, maklum tidak pernah digunakan, sehingga untuk mengambil mengalami kesulitan). Setelah diganti dengan ban serep dan menambah angin di bengkel kecil pinggir jalan Siluk -- Panggang Girisuko Gunungkidul, perjalanan pulang dilanjutkan.

Dalam perjalanan tanpa sengaja pandangan mata tertuju pada asesoris mobil sedan mewah yang dipajang tegak lurus dengan tiang beton setinggi 10 m berhias ukiran unik ada tulisan:"Semangat mobil listrik Indonesia maju terus pantang mundur".  Kami meminggirkan mobil untuk parkir sekalian akan sholat Magrib, karena kebetulan ada masjid yang sangat bagus bangunannya dengan arsitektur modern yang luas, bersih, rapi dan indah. 

Tempat wudlu yang terang dengan sinar lampu neon diantara kran, bersih karena ada office boy yang selalu siap mengeringkan tetesan air wudlu. Masuk ke masjid ada lampu kristal besar di tengah dan lampu-lampu gantung dengan tulisan "Asmaul Husna". 

Karpet yang bagus seperti di hotel bintang lima, lantai depan masjid selalu bersih, dengan dinding kaca, yang tembus pandang. Sungguh desain interior dan eksterior masjid yang sangat bagus untuk ukuran di daerah pegunungan. Sayang toilet baru tersedia untuk pria, yang wanita belum disediakan, atau ada tetapi tidak di area masjid.

Sebelah masjid ada warung "Kopi Panggang dan Dhaharan Desa", yang menyediakan menu kuliner ala masakan desa yang tidak ditemukan di rumah makan di kota-kota besar. Menu desa seperti nasi merah, tiwul, tempe garit, bacem tahu, ayam kampung, telur dadar unik (tipis dan lebar), ikan asin layur pete goreng/bakar, terong,  sayur tempe lombok ijo, lodeh, opor ayam yang dapat diambil prasmanan. 

Tidak ketinggalan adalah krupuk dan sambel terasi, sambal bawang yang diambil sesuai keperluan. Untuk camilan ada pisang goreng kepok kuning, singkong dan pisang rebus. Sedang minuman yang tersedia kopi tubruk panggang es/panas, kopi susu panggang es/panas, teh gula batu es/panas, jeruk, susu, es/panas, wedang uwuh, kopi bubuk special panggang. Disebut kopi panggang bukan berarti kopinya dipanggang, tetapi ditanam di daerah Panggang Gunungkidul.

Masalah harga, nasi Rp 2.500,-, tempe garit Rp 1.500,-,  sayur lodeh Rp 6.000,-, telur dadar Rp 3.000,- ayam Rp 10.000,-, ikan asin Rp 3.000,-, lalapan Rp 2.000,-, sambel terasi Rp 1.000,-. Untuk harga minuman kopi tubruk Rp 5.000,- kopi susu Rp 8.000,- teh panas Rp 3.000,- jeruk panas Rp 4.000,- wedang uwuh Rp 7.000,- es susu Rp 5.000,-. Sangat ramah di kantong bukan ?. Apalagi dalam kondisi perut kosong setelah seharian berwisata pantai di daerah Gunungkidul. 

Sungguh mendapatkan kenikmatan bukan sekedar "oase" di gurun pasir, namun kenyataan yang bisa dirasakan kelezatannya. Cara pembayaran, mengambil prasmanan dihitung di kasir atas nama pembeli (bila berombongan cukup sebutkan satu nama). Untuk minuman, dengan pesan dan akan diantarkan oleh pramusaji yang mengenakan baju seragam dengan ikat kepala khas Yogya.

Suasana perbukitan dengan angin yang menerpa badan dihangatkan dengan minuman panas. Sambil menikmati hidangan kadang diperdengarkan alunan musik gamelan yang ditabuh oleh penduduk sekitarnya. 

Selain itu fasilitas wifi gratis, spot selfi dengan gerobak roda dua, caping (tutup kepala untuk ke sawah), lesung (alat untuk menumbuh padi jaman dulu), dan burung kicauan. Bangunan tempat kuliner di Kopi Panggang ini berkonsep Joglo Jawa, yang menyesuaikan tanah di perbukitan, jadi harus menaiki tangga untuk menuju ke bangunan yang atasnya. Parkiran yang luas memudahkan untuk masuk dan keluar kendaraan langsung ke jalan raya, tanpa mengganggu arus lalu lintas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun