Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlu Mewaspadai Terbitnya SKTM "Aspal"

6 Juli 2018   22:41 Diperbarui: 6 Juli 2018   22:49 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Istilah SKTM setiap tahun ajaran baru menjadi "surat sakti" untuk dapat masuk sekolah negeri favorit, dan mendapat beasiswa bidikmisi. Kalau SKTM ini tepat sasaran tidak menjadi masalah, dan inilah yang menjadi program Presiden Jokowi untuk memberikan kartu miskin, kartu pintar, kartu sehat. Namun menjadi masalah ketika semua kartu-kartu itu tidak tepat sasaran, walaupun berbagai juklak, juknis, sosialisasi sudah sangat jelas kriteria siapa saja yang mendapat kartu-kartu tersebut. Pengawasan dari masyarakat sangat diperlukan dan dapat melaporkan ke lembaga independen Ombusdman bila menemukan maladministrasi.

Ketua RT, RW, Pak Dukuh menjadi pintu pertama untuk memberikan rekomendasi secara obyektif dan akurat terbitnya SKTM, karena yang lebih mengenal kondisi sebenarnya setiap warga yang berdomisili di wilayahnya. Walaupun RT, RW itu kerja sosial tanpa mendapat gaji dari pemerintah, namun tanggung jawabnya sangat besar. Setiap terjadi perbuatan melawan hukum, teroris, selalu yang pertama kali dimintai keterangan. Termasuk dalam penerbitan SKTM, Ketua RT memegang kunci pertama untuk proses selanjutnya di tingkat yang lebih tinggi. Diakui, ada Ketua RT yang tegas menolak memberikan surat keterangan tidak mampu untuk warganya, karena tahu persis status sosial warganya termasuk orang mampu.

Pertimbangan dan keputusan Ketua RT menjadi  acuan untuk instansi terkait keluarnya SKTM. Disinyalir ada warga yang senang dan bangga disebut "tidak mampu" untuk dapat menikmati hak orang miskin, mendapatkan sekolah negeri yang gratis. SKTM yang dikeluarkan asli dan sah secara hukum dari pihak yang berwenang, namun keterangan yang diberikan palsu, karena tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Alangkah tega dan sadisnya mengambil hak orang lain, yang benar-benar membutuhkan. Hak kaum marginal telah telah diserobot orang-orang yang "miskin secara moralitas", yang tidak mempunyai perikemanusiaan dan perikeadilan.  

SKTM itu memang asli, tetapi palsu (aspal) karena ada data dan infromasi yang sengaja disembunyikan. Sebenarnya tidak pantas mendapatkan SKTM, karena dari penampilan secara kasat mata tidak menunjukkan orang yang tidak mampu, apalagi miskin dan fakir. Kehidupan sederhana jauh dari kriteria yang dipertontonkan ke masyarakat diukur dari baju, sepatu, tas, kacamata, handphone, motor dan mobil, acesoris yang dipakai. Kalaupun tidak memiliki rumah karena, ulahnya yang boros, mewah dan "wah" sehingga jatuh "pailit". Padahal statusnya sebagai PNS golongan III. Apakah kondisi orang ini dimaklumi kalau mencari SKTM ?.

Merujuk ketentuan tidak mampu secara ekonomi untuk pendaftaran mahasiswa bidikmisi kriterianya, siswa penerima Beasiswa Siswa Miskin (BSM) atau Pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau sejenis. Kriteria lain pendapatan kotor gabungan oran tua/wali (suami istri) maksimal sebesar Rp 4.000.000,- per bulan dan atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali dibagi jumlah anggota keluarga maksimal Rp 750.000m-,- setiap bulannya. Artinya kalau pendapatan gabungan suami istri kurang Rp 4.000.000 dapat dikategorikan tidak mampu secara ekonomi, sehingga layak mendapat SKTM.  

Anehnya ada orang yang secara ekonomi mampu karena mempunyai penghasilan tetap tiap bulan, dengan antusias mencari SKTM demi untuk sekolah dan beasiswa anak-anaknya. Orang tua yang berlaku tidak jujur dalam membuat SKTM memberi contoh yang tidak baik untuk generasi penerusnya. Kalaupun berhasil mendapatkan SKTM dan beasiswa bidikmisi, sejatinya telah melakukan "perampasan" hak orang lain yang benar-benar sangat membutuhkan, karena secara ekonomi fakir miskin.

Sanksi bila ada yang terbukti melakukan kecurangan dalam memberi data dan informasi untuk mendapatkan SKTM, sesuai pasal 19 ayat 3 Permendikbut No.14 Tahun 2018 tentang PPDB berbunyi:"dalam hal peserta didik memperoleh SKTM dengn cara yang tidak sesuai dengan ketentuan perolehannya, akan dikenai sanksi pengeluaran dari sekolah". Artinya ketika peserta didik "terlanjur" diterima di sekolah tersebut dan mahasiswa sudah mendapatkan beasiswa bidikmisi, kalau dikeluarkan, dapat menimbulkan beban "psikis"  yang bersangkutan. Apalagi di "bully" melalui  media sosial. Padahal semua itu karena "ambisi" orang tuanya yang melakukan berbagai rekayasa agar anaknya dapat diterima dan mendapat beasiswa.

Setiap kebijakan pelaksanaanya di lapangan selalu ada kendala dan permasalahan, peluang untuk melakukan pelanggaran. Padahal kebijakan itu mempunyai tujuan yang baik agar orang miskin mempunyai akses dan kesempatan sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Sampai saat ini pendidikan diyakini dapat merubah nasib orang miskin, dengan ilmunya wawasan pengetahuan semakin luas, sehingga meningkatkan taraf hidupnya dan memutus mata rantai kemiskinan.

 Yogyakarta, 6 Juli 2018 Pukul 22.34

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun