Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Menghadapi Era Disrupsi 4.0

3 Mei 2018   00:51 Diperbarui: 3 Mei 2018   08:17 6770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(M Latief/KOMPAS.com)

Tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), untuk tahun 2018 ini dengan tema:”Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan”. Antara pendidikan dan kebudayaan menurut Mendiknas Muhadjir Effendy ada hubungan. Keterkaitan ini karena kebudayaan menjadi akar pendidikan nasional. 

Artinya, bila kebudayaan mengakar kuat kebawah, dapat menjadi fondasi bagi  kualitas pendidikan di Indonesia. Sebaliknya kualitas pendidikan masih di tataran rendah, karena kebudayaan belum kuat menamcap ke bawah tanah. Tiang pancang fondasi pendidikan itu dengan mudah runtuh karena berbagai sebab, kondisi tanah labil, sehingga mudah bergerak dan bergeser.

Olah rasa, karya, cipta, dan karsa kurang menghujam sampai sanubari peserta didik, untuk menumbuh kembangkan perlu kerja sama tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat). Bahwa tanggung jawab pendidikan peserta didik bukan hanya sekolah, dimana guru sebagai garda terdepan masih menghadapi berbagai masalah kompetensi, guru tidak tetap, guru kontrak, “bullying” kurikulum, ujian nasional berbasis komputer.

Sertifikasi guru yang awalnya dengan porto folio baru sebatas “mensejahterakan”, belum sampai meningkatkan kompetensi. Saat ini melalui Uji Kompetensi Guru (IKG), yang masih di bawah standar minimal.

Menurut data yang dilansir (http://krjogja.com), pada tahun 2015, rerata hasil capaian UKG adalah 56,69 yang lebih baik dari tahun sebelumnya yaitu 47,00, dengan jumlah peserta UKG 2.699.516 guru. Jika dilihat hasil UKG guru - guru DIY rerata capaiannya adalah 67,02 dan hasil tersebut tertinggi di Indonesia. Harus kita akui capaian ini belumlah memuaskan, dan dari data tersebut kita bisa mengukur kemampuan guru - guru kita. Selain permasalahan administrasi, infrastruktur sekolah, dan minimnya perhatian Kepala Sekolah terhadap perpustakaan dan pustakawan sekolah.

Pemerintah telah menggulirkan dana APBN sebesar 20 persen untuk pendidikan. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), setiap siswa SD mendapat sebesar Rp 800.000,- per tahun, SMP Rp 1.000.000,- per siswa/tahun, dan SMA/SMK Rp 1.400.000,- per siswa/tahun. Tahun 2018 diusulkan naik,  untuk SD sebesar Rp 1.000.000,- per siswa/tahun, SMP Rp 1.200.000,- per siswa/per tahun, SMA Rp 1.600.000,- per siswa/tahun. Dan SMK Rp 1.800.000,- pers siswa/per tahun. Peningkatan dana BOS ini semestinya dapat meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan. Namun kenyataannya kualitas pendidikan masih terjadi kesenjangan yang lebar antara kota, desa, apalagi di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3 T).

Peningkatan kualitas pendidikan masih untuk tujuan jangka pendek yaitu lulus ujian, atau meningkatkan nilai ujian (Kompas, 27/4/2018). Belum memikirkan untuk meningkatkan kualitas lulusan yang mempunyai daya saing dan berkarakter. Padahal semua orang menyakini bahwa pendidikan itu menjadi kunci untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Orang tua yang sadar pendidikan pasti berusaha sekuat tenaga agar anak-anaknya mendapatkan tempat pendidikan yang menghasilkan lulusan yang cerdas dan berbudaya. Ibaratnya “pikiran boleh Amerika, Eropa, Australia, Jepang, namun berkepribadian dan budaya Indonesia”.

Memperingari Hardiknas selalu mengenang tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara yang dengan semboyan  pendidikan terkenal yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada” (di depan memberi teladan/contoh yang baik),” Ing Madya Mangun Karsa” (di tengah menciptakan prakarsa dan ide), “Tut Wuri Handayani” (dibelakang memberi dorongan dan arahan). Bahkan “Tut Wuri Handayani” yang menjadi lambang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Era disrupsi (disruption) 4.0 tidak perlu ditakuti apalagi dihindari, namun harus dihadapi dengan pikiran cerdas, dan kearifan budaya lokal yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan cipta, rasa, dan karsa. Sistem pendidikan nasional yang berbasis kompetensi perlu terus mentransformasi dalam menghadapi perubahan yang terjadi secara  fundamental. Mengacak kemapanan dan kenyamanan, bahkan mencerabut yang sudah ada dari tempat asalnya, adalah ciri khas era desrupsi. 

Sisi positif era desrupsi 4.0 menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang kreativitas, dan suasana demokratis. Artinya guru bisa salah, dan mendapat “protes” dari peserta didik adalah hal biasa, bukan berarti tidak tahu etika dan tatakrama. Peserta didik pun tetap bersikap santun, menghormati dan menghargai guru, karena dalam jiwanya telah tertanam budaya timur sejak dari lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Perbedaan pendapat bukan berarti "berani melawan" orang yang lebih tua dan kuasa, namun bibit berpikir kritis dan logis itu harus disemaikan sejak dini.

Bila saat ini kualitas pendidikan masih rendah, sesuai hasil dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2015, menempatkan kemampuan literasi, sains, dan matematika masih jauh dibawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Demikian juga hasil asesmen kompetensi siswa Indonesia yang dilakukan Pusat Penilaian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud tahun 2016, prosentase pencapaian siswa yang kurang dibidang matematika adalah 77,13 persen siswa, di bidang sains 73,61 persen, serta membaca 46,83 persen (Kompas, 27/4/2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun