Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perpustakaan Versus Internet

21 Maret 2018   11:35 Diperbarui: 21 Maret 2018   11:53 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hal antara perpustakaan dan internet, dapat menjadi "kompetitor", sekaligus sebagai mitra untuk berkolaborasi dengan cantik. Hasilnya perpustakaan menjadi ruang publik ketiga, tempat bertemunya orang-orang dengan berbagai kepentingan (diskusi, konsultasi, refresing, mencari informasi, mengerjakan tugas, kencan, dan sekedar "ngadem", karena AC yang sejuk). 

Hadirnya internet di perpustakaan justru dapat merubah wajah perpustakaan dari image negatif sebagai "gudang" yang gelap, pengap, berdebu, sunyi, hening, dengan petugas yang galak, penuh curiga, jutek, tanpa senyum, berkaca mata tebal. Tidak perlu study banding ke luar negeri, di Indonesia sudah mulai menjamur perpustakaan yang telah berubah wajah dengan image positif, seperti di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi ternama baik negeri maupun swasta. 

Kondisinya seperti mall ramai setiap saat, ruangan sejuk, meja kursi ergonomis, kemudahan dan kecepatan akses internet, fasilitas tersedia lengkap (ruang diskusi, seminar, rapat, belajar, cafe, stasionary, kantin, mushola, toilet, tempat merokok, dan lain-lain). Selain itu jenis pelayanan yang bervariasi, memudahkan, dan mengurangi birokrasi berbelit dan sulit. 

Kondisi ini pasti tidak lepas dari motor penggerak perpustakaan yaitu pustakawan (orang yang mempunyai kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan kepustakawanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan). Artinya orang-orang itu telah mempunyai bekal ilmu perpustakaan yang diperoleh dari 32 perguruan tinggi di Indonesia, dan diklat yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. 

Para pustakawan minimum sudah mendapat bekal ilmu perpustakaan, dan pengembangan kepribadian untuk memberikan pelayanan kepada pemustaka (orang yang menggunakan perpustakaan) dengan profesional, ramah, sopan, santun, salam, murah senyum, dan siap membantu kesulitan pengunjung perpustakaan.

Diakui, kalau masih ada perpustakaan yang konvensional dan pustakawan model produk "lama" karena pola pikir dan pola kerja yang susah berubah untuk menyesuaikan dengan tuntutan baru, tidak perlu "dimusuhi" dan dijauhi, biarlah nanti alam yang akan menyeleksi untuk "minggir". Perubahan yang cepat di perpustakaan karena masuknya teknologi informasi dan komunikasi, ini adalah hal biasa tidak perlu ditentang dan dihindari. Pustakawan semakin mempunyai kesempatan untuk menunjukkan eksistensi dengan lingkungan bahwa bisa dan mampu berubah. 

Sudah bukan waktunya untuk berkeluh kesah, menunggu perhatian dan komitmen dari pimpinan.  Bergerak dan terus majulah pustakawan karena "pengakuan" lingkungan itu tidak turun dari langit. Harus dijemput dengan kerja keras dan kerja cerdas, ada atau tidak ada dana, lakukanlah inovasi kreatif yang intinya untuk meningkatkan pelayanan kepada pemustaka. 

Mempermudah, memangkas birokrasi yang panjang berbelit dan sulit, membuka jam layanan lebih lama, memanfaatkan teknologi, sehingga pemustaka tidak harus datang ke perpustakaan untuk menyelesaikan urusan perpanjangan. Munculnya perpustakaan digital yang dapat diakses 24 jam sebagai bukti bahwa perpustakaan bukan sekedar meminjam, mengembalikan, perpanjangan buku. Semua bisa dilakukan dari manapun, kapanpun, tanpa terbatas oleh waktu dan wilayah. 

Untuk koleksi "repository" sebagai koleksi khusus yang hanya dimiliki oleh suatu instansi/lembaga, dapat dibuka untuk umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil-hasil penelitian tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan terbatas, dapat diakses oleh umum, asal tetap mengindahkan aturan main dan etika dalam penulisan. Masih terbatasnya akses hasil penelitian karena ada kebijakan pimpinan yang melarang dibuka untuk umum, namun untuk abstrak penelitian bebas diakses. 

Kondisi ini berdasarkan pada realita dilapangan, karena orang dengan enaknya untuk "copas" pendapat orang lain tanpa menyebut sumbernya, sehingga dikategorikan sebagai "plagiat". Justru dengan teknologi ada program yang bisa mendeteksi tulisan itu asli atau hasil "copas", dapat diketahui juga berapa persen mengambil pendapat orang lain. Hal ini dapat berdampak orang yang sering melakukan plagiat, nama baiknya akan tercemar, dan mendapat hukuman sosial, denda uang dan pidana.

Kembali ke persoalan perpustakaan dan internet, sampai kapanpun orang tidak akan meninggalkan perpustakaan. Justru dengan internet di perpustakaan, orang semakin tertarik untuk datang ke perpustakaan. Saat ini sudah jamak disediakan fasilitas colokan, wifi gratis, dan pelayanan yang menyenangkan. Kenapa orang meninggalkan perpustakaan ?. Orang mencari informasi di Google, diakui mudah, cepat, gratis, praktis. Namun perlu dingat adalah kapabilitas dan keahlian si penulis tidak bisa dipertanggungjawabnya, karena semua orang bisa "up load" tulisannya tanpa ada yang meneliti dan mengawasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun