Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyambut Rakornas Bidang Perpustakaan 2018

20 Maret 2018   16:33 Diperbarui: 20 Maret 2018   18:20 1694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpustakaan Nasional RI akan mempunyai hajat besar untuk menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bidang Perpustakaan 2018, yang rencananya dibuka oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla. Rakornas yang diperkirakan dihadiri oleh 1000 orang, diselenggarakan tanggal 26 Maret 2018 di Perpustakaan Nasional jalan Medan Merdeka Selatan No.11 Jakarta Pusat, dilanjutkan rapat pleno di hotel Bidakara Grand Pancoran jalan Gatot Subroto Kav.71-73 Jakarta, pada tanggal 27 - 28 Maret 2018. Acara ini menarik bagi para penggiat dunia kepustakawanan (penerapan ilmu perpustakaan, yang meliputi pengelolaan, pelayanan, dan pengembangan sistem). Setidaknya para akademisi (dosen ilmu perpustakaan), praktisi (pustakawan), dan para birokrat lintas lembagan (Perpustakaan Nasional, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Menpan dan Reformasi Birokrasi, Sekretariat Negara dan Kementerian yang membawahi perpustakaan, dimana ada pustakawan yang menjalani profesi dengan penuh loyalitas, pengabdian, dan totalitas.

UU No.47 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No.43 Tahun 2007, Peraturan Kepala BKN, Peraturan Menpan dan RB, Peraturan Kepala Perpustakaan, sebagai payung hukum bagi dunia kepustakawanan, pada kenyataannya belum mendapat "respon positif" dari Kementerian, dan lembaga non departemen. Akibatnya sering terjadi peraturan yang bertentangan, tumpang tindih, dan "multi tafsir", yang dampaknya langsung dirasakan oleh perpustakaan dan pustakawan. Sayangnya ketika muncul permasalahan/benturan, dari aturan hukum yang tidak sinkron, pustakawan menjadi "korban", karena para birokrat tidak berpihak pada profesi pustakawan. Bahkan birokrasi dan kebijakannya "rawan" dengan "permainan" politik, walaupun diakui kebijakan itu hasil dari kompromi politik.  Baca Juga: Politik Birokrasi

Agenda yang akan dibahas pada Rakornas peran perpustakaan dalam pengembangan SDM Indonesia, kebijakan pembangunan bidang perpustakaan, kebijakan penganggaran pengembangan perpustakaan, kebijakan pengintegrasian sumber informasi elektronik, peran perpustakaan dalam gerakan literasi Nasional. Selain itu ada konsultasi/advokasi desk dengan topik-topik yang sudah ditentukan yang dilaksanakan dengan diskusi secara paralel sesuai dengan jenis perpustakaan. 

Menurut pasal 20 UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, jenis-jenis perpustakaan terdiri dari: perpustakaan Nasional, perpustakaan Umum, perpustakaan Sekolah/Madrasah, perpustakaan Perguruan Tinggi, dan perpustakaan Khusus. Hampir semua jenis perpustakaan di Indonesia masih menghadapi persoalan klasik dan pelik yaitu masalah pustakawan, anggaran, komitmen birokrat. Untuk persediaan calon pustakawan, saat ini ada 32 perguruan tinggi bisa meluluskan D2, D3, S1 ilmu perpustakaan. Namun jumlah lulusan dan jumlah daya serap berbanding terbalik, lebih banyak lulusannya daripada lowongan kerja yang dibuka oleh pemerintah dan lembaga swasta, sehingga surplus lulusan program studi ilmu perpustakaan. 

Masalah aggaran, khusus perpustakaan sekolah/madrasah, menurut pasal 23 ayat 6 ada ketentuan mengalokasikan dana paling sedikit 5 persen dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah. Artinya lebih dari 5 persen diperbolehkan, asal dapat dipertanggung jawabkan untuk pengembangan perpustakaan sekolah/madrasah. Sedang perpustakaan perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan, besarnya tidak ditulis dengan nominal persen. Hal ini bisa "multi tafsir", dapat mengalokasikan lebih dari 5 persen, atau tidak ada alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan dan pustakawan.  

Komitmen birokrat, sangat tergantung pada "niat/kemauan" dan "hati nurani" para birokrat, karena setiap ganti pejabat, komitmen dan perhatian dengan perpustakaan dan pustakawan berbeda. Ada periode pimpinan yang sangat perhatian dan mempunyai komitmen tinggi dengan perpustakaan dan pustakawan. Namun tidak sedikit yang menjadikan perpustakaan dan pustakawan sebagai "sarana politik" untuk menggapai kekuasaan, dengan janji-janji muluk, yang cepat terbang bersama semilirnya angin surgawi, bernama "kekuasaan". 

Kembali ke pokok persoalan, Rakornas 2018 ini menjadi titik pijak untuk mengkoordinasikan, menyelesaikan peroalan yang berkaitan dengan profesi pustakawan, dan menghasilkan rekomendasi untuk ditaati dan menjadi pedoman menuju perpustakaan era baru yang berubah denga cepat dan pesat. Perpustakaan yang tidak cepat berubah, stagnan, dimotori oleh pustakawan yang pasif pasti ditinggal pemustaka. Kalau saat ini perpustakaan semakin ramai, seperti mall, karena motor penggeraknya inovatif, kreatif dan profesional, walaupun kerja kerasnya "dicibir", dan diragukan. Bisa apa pustakawan ?. Untuk apa pustakawan sekolah sampai S3 ?, Bisakah pustakawan meraih angka kredit setingkat "profesor"?. 

Para birokrat, "under estimate" dengan kemampuan pustakawan, sehingga tidak pernah memberi "kesempatan" untuk pustakawan agar berekspresi, dan berkreasi. Padahal pustakawan selalu berkreasi dan melakukan terobosan untuk peningkatan pelayanan dalam "sunyi, sepi, dan sendiri",ide-ide kreatifnya ditentang lingkungan terdekatnya, karena tidak menghasilkan "nilai rupiah". Pustakawan yang profesional bekerja bukan semata uang, uang dan uang, namun kepuasan batin untuk memberikan pelayanan prima menjadi tujuan utamanya. 

Akhirnya, sukses untuk acara Rakornas, walau sudah "dianggap" berada di luar garis pengabdian, naluri kepustakawanan tetap menyala sepanjang masa yang tidak lekang oleh waktu, gelora api semangat itu tidak bisa dipadamkan dengan "keangkuhan dan kepongahan" para birokrat yang mengatasnamakan aturan. 

Yogyakarta, 20 Maret 2018 pukul 16.23

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun