Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kuliner "Bubur Krecek" di Terminal Imogiri, Yogyakarta

24 Februari 2018   01:28 Diperbarui: 26 Februari 2018   20:48 2512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: TRIBUN JOGJA/ HAMIM THOHARI

Sumber ilustrasi:www.tourwisatajogja.com

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdiri dari empat (4) Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan Kota Yogyakarta yang mempunyai obyek wisata menarik plus makanan khas daerah. Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata nomor 2 setelah Pulau Bali, mempunyai daya tarik bagi wisatawan asing (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus). Wajar bila musim liburan sekolah dan hari libur nasional, jalan-jalan di Yogyakarta dan sekitarnya dipenuhi bis-bis pariwisata. Macet dan tersendat di berbagai ruas jalan yang dekat dengan obyek wisata tidak terelakkan. 

Bis-bis pariwisata, mobil pribadi, bis kota, transJogya, andong, becak, sepeda berbaur menjadi satu, sehingga kesannya padat, dan tidak teratur. Namun dibalik itu, kedatangan wisnus dan wisman membawa berkah bagi hotel, penginapan, obyek wisata, tukang parkir, penjual souvenir, dan tempat kuliner.

Salah satu tempat kuliner di Yogyakarta ada di terminal Imogiri yang menjajakan makanan tradisional mulai dari bubur krecek/buburdesa, sayur krecek, aneka lauk pauk dan sayuran, pecel, dan wedang uwuh. Terminal Imogiri sebagai tempat parkir kendaraan ke makam raja-raja di Imogiri. Awalnya yang jualan hanya satu orang yang mangkal di dekat pintu masuk terminal, saat ini sudah berderet sepanjang los. Warung-warung sederhana dengan lesehan, meja kusi dan payung, menggambarkan kesederhanaan warga desa Imogiri yang menggerakkan perekonomian rakyat secara mandiri. 

Harga sangat terjangkau, untuk kantong rakyat biasa. Bubur, nasi, sayur yang ambil sendiri harganya sama, untuk lauk dihitung sendiri sesuai yang diambil. Sistem pelayanan ambil sendiri (swalayan), dan dibayar dibelakang setelah selesai makan. Disinilah kejujuran pembeli diuji, karena harus mengingat apa yang diambi dan dimakanl. Kalau rombongan, biasanya ada relawan dari rombongan itu menyatat apa yang diambil dan dimakan. Tidak ada kasir dengan mesin penghitung, bahkan kalkulator pun tidak ada, semua masih sederhana ditulis di kertas, dihitung, dan dijumlahkan. Tidak ada nota pembelian, apalagi cap dan nomor NPWP. 

Kuliner "bubur krecek" di terminal Imogiri ini sangat ramai pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional. Tidak heran bila datang agak siang sudah kehabisan, karena sebagai tempat istirahat para komunitas "gowes", komunitas senam, mengingat udara pedesaan yang segar dan alami. Setelah sarapan "bubur krecek", ada yang melanjutkan olah raga dengan jalan kaki menyusuri tangga naik  ke arah makam raja-raja di Imogiri. 

Turunnya lewat tangga atau melalui jalan biasa yang tembus arah makam para seniman dan kembali ke parkiran di terminal. Perjalanan wisata pagi bisa dilanjutkan ke sentra batik tulis, Mangunan, hutan pinus, kaki langit, dan pasar tradisional dengan aneka jajan pasar tempo dulu. Atau pun ke arah pantai Parangtritis, dan pantai-pantai di Gunung Kidul. Namun jalannya naik turun menyusuri bukit, dan jurang terjal, jadi perlu waspada dalam berkendara.

"Bubur krecek"/bubur desa atau jenang lemu" khas desa. Mengapa disebut khas desa ?. Bubur nasi bahan utama dari beras yang dimasak dengan air dan santan, daun salam, dan garam secukupnya diaduk terus sampai mengental dengan api sedang. Selain bubur desa, disediakan nasi merah dan nasi putih. 

Sayur khas untuk menemani "bubur desa" adalah tempe, krecek (kulit sapi yang dikeringkan,  digoreng dan dimasukkan santan mendidih) , dan tahu "magel" (digoreng setengah matang). Pilihan lauk ada telur bumbu pindang, ayam dan lele goreng, tahu, tempe  bumbu "besengek" (santan diberi kunyit dan rempah-rempah), tempe garit, tempe, tahu, tempe koro, tempe benguk bacem. Khusus tempe garit digoreng langsung, jadi disajikan masih panas/hangat. 

Tersedia juga sayuran tidak bersantan seperti oseng daun pepaya, oseng tempe, kacang panjang, kecambah. Ada juga mie goreng "lethek" (secara harfiah mie kotor, tidak secerah mie biasa, warna kecoklatan, bahan tepung sinkong). Mie lethek sebagai mie tradisional yang banyak di buat di daerah Srandakan Bantul. Walau "lethek" rasanya bikin ketagihan, Barak Obama pun saat berkunjung di Yogyakarta sangat menyukai hidangan mie lethek ini. 

Menu favorit bagi yang berkuliner disana adalah bubur desa, nasi merah, nasi pecel, nasi rames. Khusus untuk masakan mie lethek ada warung-warung bakmi di daerah Bantul dengan bahan baku mie lethek.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun