Tidak bisa dimungkiri di tengah banyaknya pengangguran, banyak pemuda enggan terjun ke dunia pertanian dengan berbagai alasan. Alasan yang sering terdengar adalah tidak memiliki lahan.Â
Ketersediaan lahan pertanian sangat penting dalam bercocok tanam. Namun untuk menjadi petani sukses tidak harus memiliki lahan pertanian berhektare-hektare. Kita bisa mendapatkannya dengan menyewa tahunan dari petani lain.
Selain menyewa ada cara lain untuk bertani yakni maro. Sistem maro ini bagi hasil. Akan tetapi pada musim tanam (MT) 1 dan MT 2 petani tidak akan sewakan lahannya. Biasanya MT 3 atau ngapit pemilik lahan menyerahkan lahannya kepada orang lain untuk diparo.
Sewa tahunan banyak diminati warga karena cukup menguntungkan. Banyak warga jelang pensiun mencari kesibukan dengan bertani. Mereka ada yang meneruskan warisan ada pula yang sengaja menyewa.
Menyewa lahan biasanya petani lebih giat dan teliti dalam bercocok tanam karena ada keterbatasan waktu dan tambahan modal.
Namun, meski giat jangan terlalu ambisi sehingga mengabaikan pola tanam. Petani pemula yang terlalu berambisi seringkali memakai pola tanam padi sebanyak 4 kali. Artinya lahan ditanami padi sepanjang tahun. Belum panen sudah membuat persemaian. Akibatnya hasil panen sedikit bahkan bisa gagal panen.
Pola tanam harus sesuai dengan kondisi tanah, pengairan, cuaca, jenis padi dan sebagainya. Di kampung saya memakai pola padi-padi-palawija. Dengan pola ini tanah ada waktu istirahat 2 bulan sebelum masuk MT 1.Â
Namun, dengan ketersediaan pengairan pola tersebut berubah menjadi padi-padi-padi. Bagi petani yang lahannya sewa tahunan pola ini cukup menguntungkan karena harga palawija lebih sedikit dibandingkan harga padi.
Sebenarnya berapa dana yang harus dipersiapkan untuk menyewa lahan sawah setiap tahunnya?