Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bagaimana Mengambil Hikmah dari Kisah Orangtua yang Pernah Alami KDRT

13 Februari 2023   16:55 Diperbarui: 14 Februari 2023   08:28 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KDRT. Mengambil hikmah dari orangtua yang pernah alami KDRT

"Bapak lho, De lempar Mimi pakai pisang mentah. Jidat Mimi sampai benjol," ucap ibu saya melalui telepon umum.

Pernyataan ibu saya yang sering disapa Mimi, dikatakan sekitar tahun 1997. Saat itu Bapak datang ke rumah kerabat di mana saya menumpang. Bukan kebiasaan, tiba-tiba berkunjung dengan kabar buruk kalau bertengkar dengan Mimi.

Sebelum bekerja, saya konfirmasi kebenaran cerita Bapak dengan  menelepon Mimi melalui wartel (Warung Telepon).

Kisah Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Pagi itu Mimi memasak nasi goreng untuk sarapan semua anggota keluarga. Setelah tiga adik saya berangkat sekolah, Bapak memberi nasi goreng kepada tukang sampah yang sering lewat.

Menurut Bapak, Mimi pelit tidak mau berbagi makanan. Sementara menurut Mimi, Bapak itu malu-maluin, masa ngasih makan hanya nasi goreng saja, tidak menghargai orang.

Entah Mimi bicara apa lagi, sehingga memancing emosi Bapak yang sedang ngurus pisang mentah dari kebun. Satu pisang melayang ke arah Mimi dan mengenai jidatnya. Saya pun tidak tahu apa yang menyebabkan Mimi emosi dengan sikap Bapak. 

Untuk memberi makan orang lain, sebenarnya bukan hal baru. Bapak sering memberi makan musafir, tetangga, temannya. Tidak pernah terjadi pertengkaran apalagi sampai lempar barang keras. Mimi dengan ikhlas memasak menyiapkan makan untuk tamu Bapak.

Baca juga: Hadiah untuk Ibu

Setelah mendapat keterangan dari Mimi. Saya meminta Bapak untuk pulang.

Bapak diam tak banyak bicara lagi. Saya berharap itu peristiwa pertama dan terakhir karena perjalanan rumah tangga orang tua saya saat itu sudah hampir 25 tahun. Bapak pun sudah pensiun, jadi untuk apa main kabur-kaburan.

Saya tidak memberi nasihat apa-apa. Saya yakin orang tua tahu bagaimana cara menyelesaikan masalahnya. Bapak pergi mungkin hanya untuk menurunkan emosinya. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun