Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Menjelang Lebaran; Kartu Ucapan, Parcel dan Weweh.

8 Mei 2021   22:43 Diperbarui: 8 Mei 2021   23:08 2941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto parcel hasil tangkap layar dari koleksi Tribunnews/FloryGift/Pinterest

Sahabatku yang berbahagia,

Dalam menyambut Idul Fitri atau sering disebut lebaran. Umat muslim sibuk mempersiapkan kebutuhan lebaran. Mulai dari baju baru, ampao, beres-beres rumah hingga pernak-pernik hiasan ruang tamu.

Berbagai persiapan lain juga dilakukan untuk menyambut saudara dan tetangga. Namun, dengan situasi pandemi, silaturahmi pada keluarga terbatas. Dengan keterbatasan, kita bisa melaksanakan tradisi silaturahmi dengan cara lain supaya makna lebaran tidak lewat begitu saja.

Tiga tradisi ini sepertinya bisa kita laksanakan kembali setelah lama redup.
 1.  Kartu Lebaran
Kartu lebaran pernah trend di era sebelum aplikasi ada. Hampir semua kalangan saling mengirim kartu ucapan selamat Idul Fitri. Ketika masih sekolah, saya akan mengirim kepada teman yang tinggal di luar kota atau berbeda sekolah.
Ketika bekerja pun, sering diminta bantuan mencari kartu yang bagus oleh kepala sekolah dan mengirimkannya kepada beberapa relasi.
Seiring kemajuan zaman, budaya mengirim kartu lebaran perlahan hilang.

Budaya di Eropa, kartu ucapan masih berlaku. Suami sering mendapatkan kiriman kartu ucapan dari publishing Jepang, Jerman, Swiss, Korea dan negara lain. Oh ya lukisan karya suami dikirim ke Swiss. Setelah melalui penyeleksian baru diproduksi menjadi kartu ucapan. 

Koleksi pribadi, Lukisan yang dicetak menjadi kartu lebaran oleh publishing AMFPA/foto by Sri Rohmatiah
Koleksi pribadi, Lukisan yang dicetak menjadi kartu lebaran oleh publishing AMFPA/foto by Sri Rohmatiah
 2.  Parcel
Budaya mengirim parcel sepertinya makin menurun. Terbukti hingga hari ini  saya belum mendapat parcel dari bank, rekan bisnis. Hehe ... bercanda.
Budaya parcel dilakukan oleh kalangan tertentu seperti dunia usaha. Alasannya untuk menjaga hubungan baik dengan relasi.
Parcel biasanya dihias cantik dan isi berbagai macam kue, minuman atau bisa juga perlengkapan meja seperti toples, gelas. Harganya pun bervariasi. Minimal 100 ribu, tetapi tergantung dari harga barang di dalamnya.
Parcel ala saya di desa, tidak memakai hiasan. Bukan tidak menghormati penerima.

Parcel dokumen pribadi/foto Sri Rohmatiah
Parcel dokumen pribadi/foto Sri Rohmatiah
Celotehan anak saya,
"Daripada uang untuk menghias parcel, mendingan uangnya saja kasihkan, bisa buat beli beras."
Untuk itu, selain untuk menekan biaya dan kemanfaatan. Saya membuat solusi dalam pengepakan parcel. Sederhana saja, bisa memakai tas kresek, tas anyaman, tas kertas, tas kain. Baik saya sebut bukan parcel, tetapi hadiah lebaran.

Pengiriman parcel ke luar kota, biasanya saya memakai dus dan bubble wrap. Alamat pun harus jelas, lengkap berikut nomor telepon penerima dan nomor telepon pengirim.

Wewehan dari saudara/dokumen pribadi/foto Sri Rohmatiah
Wewehan dari saudara/dokumen pribadi/foto Sri Rohmatiah
3.  Weweh
Tradisi weweh, mengirim makanan menjelang lebaran dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Biasanya dilakukan antar saudara dan family. Yang paling banyak memberi tentu anak paling bungsu. Anak tertua dia akan menerima dari adik-adiknya.
Makanan itu berupa nasi, mie goreng, sambel goreng, ayam goreng, tahu, sayur tempe lombok hijau, baso, asem-asem. Jenisnya tidak harus makanan tersebut. Bisa apa saja yang penting ada 4 macam termasuk nasi.

Tradisi weweh ini ditunggu anak-anak. Mereka akan semangat mengirim nasi wewehan kepada family seperti Pakde, Bude, Mbah. karena anak-anak biasanya akan mendapat ampao. Namun, manfaat lain dari weweh adalah mengajarkan anak-anak untuk memberi.

Tradisi saling mengirim weweh semakin menurun. Hanya orang tertentu saja yang masih mempertahankan tradisi ini. Kebanyakan mereka sudah beralih ke mentahan, seperti sembako atau bisa dengan uangnya saja. Hehe ...

Tradisi berubah, bukan karena tidak mementingkan silaturahmi, tetapi melihat dari sisi kemanfaatannya. Tidak jarang karena banyak wewehan, makanan itu tidak termakan. Jika masih dipertahankan akan ada berapa banyak makanan terbuang setiap harinya.
Akhir Ramadan mari kita saling memaafkan dengan ikhlas tanpa embel-embel parcel, wewehan atau ampoi. Tiga tradisi ini untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan meningkatkan saling memberi. Bulan Syawal memulai dengan lembaran baru. Kita bersihkan jiwa dan hati.

Semoga bermanfaat,

salam hangat,

Sri Rohmatiah

Baca juga : https://thr.kompasiana.com/srirohmatiah/6095035ad541df5b4771c062/empat-jurus-anti-kalap-belanja-keperluan-lebaran?utm_source=notifikasi_kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun