Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adil kepada Difabel

30 September 2020   09:09 Diperbarui: 30 September 2020   09:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan oleh Agus Yusuf

Adil kepada Difabel

Tidak banyak yang tahu apa itu disabilitas atau difabel. Berbeda dengan kata "cacat". Kata "cacat" sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia. Penulis akan kupas tentang tiga hal tersebut supaya kita paham bagaimana cara memperlakukan mereka.

Kata "cacat" mengandung arti kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin, atau akhlak). Jika ada benda yang cacat, tentu kita akan dengan mudah membuangnya ke tempat sampah. Namun, bagaimana dengan manusia yang cacat? 

Tidak bisa dimungkiri kebanyakan kita masih memperlakukan kaum difabel layaknya benda cacat. Banyak anak difabel yang tidak diterima oleh keluarganya sendiri. Banyak perlakukan buruk terhadap mereka. Banyak prasangka kalau mereka merepotkan dan memalukan. Nah, peran orang terdekat dan pemerintah sangat diperlukan dalam kasus-kasus seperti ini.

Istilah "difabel" dan "disabilitas" memiliki makna yang sedikit berbeda. Difabel (different ability, 'kemampuan berbeda') didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan berbeda dalam menjalankan aktivitas jika dibandingkan dengan orang pada umumnya. Difabel tidak diartikan sebagai disabled atau 'cacat'. Sementara itu, disabilitas (disability) didefinisikan sebagai seseorang yang belum mampu berakomodasi dengan lingkungan sekitarnya. Difabel, disabilitas, atau keterbatasan diri dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan, atau beberapa kombinasi dari ini.

Kata penyandang cacat jelas sudah tidak cocok lagi jika dikaitkan dengan penyandang difabel. Terlepas dari definisi cacat, tetap saja pandangan masyarakat kalau cacat itu merepotkan orang lain, tidak mampu berbuat apa-apa, selalu ingin diberi, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika kita melihat seorang difabel berdiri atau duduk di pinggir jalan, apa yang akan kita lakukan? Ada yang ingin memberi uang recehan tanpa bertanya sedang apa dia di situ? Padahal, bisa jadi dia berada di situ untuk menunggu seseorang.

Mungkin ada sebagian difabel yang memiliki harapan selalu ingin diberi. Manusiawi. Namun, untuk mereka itu, mari tanyakan pada diri sendiri: sampai kapan mau mengharapkan pemberian? Tidak mungkin seumur hidup. Allah Swt telah menyuruh hamba-hamba-Nya untuk berusaha, tanpa kecuali, baik yang difabel maupun yang normal. Selama tidak kehilangan akal, seseorang tetap harus berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri.

Sesungguhnya yang menyebabkan kaum disabilitas terjerumus ke dalam stigma dan prasangka adalah diri kita sebagai kaum normal yang mayoritas. Kaum normal merasa dirinya sempurna dan bisa melakukan apa saja. Akhirnya, penyandang disabilitas sering mengalami diskriminasi.

Diskriminasi bagi penyandang disabilitas terjadi di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan dan lapangan kerja. Di bidang pendidikan, penyandang disabilitas cenderung tersisihkan karena dianggap tidak memiliki potensi untuk berkembang. 

Fungsi organ tubuh yang tidak dapat digunakan layaknya kaum normal juga menyebabkan penyandang disabilitas ditolak di berbagai jenjang pendidikan. Keberadaan gedung-gedung sekolah yang tidak aksesibel dan tidak memenuhi standar bagi disabilitas juga menyulitkan mereka untuk menjangkau hak-haknya tanpa harus dikasihani.

Dengan tingkat pendidikan yang rendah serta ketiadaan keterampilan, kaum disabilitas akan semakin sulit bangkit dari keterpurukan. Karena itu, masyarakat diharapkan bisa menempatkan penyandang disabilitas sebagai warga masyarakat Indonesia yang sama dan memiliki hak yang sama pula, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun