Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi saya menyanyi. Kegiatan menulis sebenarnya sudah saya lakukan sejak sekolah dasar. Setiap karangan dan hasil cerita saya selalu dipampang di papan pajang kelas yang terdepan. Entah mengapa rasa malas selalu menghantui bahkan menghipnotis saya. Motivasi dan kegiatan menulis di jenjang Saya sekolah SMP, SMA bahkan di Perguruan tinggi seakan semakin memudar kemudian hilang ditelan aktivitas. Sekarang menulis menjadi sebuah kebutuhan dalam profesi saya saat ini untuk selalu mengembangkan diri. dunia pendidikan dan seni budaya menjadi lini tulisan favorit saya. Mudah-mudahan saya mampu mempertanggungjawabkan tulisan saya kelak dihadapan Allah SWT aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengoptimalkan Peran Guru sebagai Agen Budaya Positif di Sekolah

12 November 2022   22:02 Diperbarui: 12 November 2022   22:07 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh indah dan bermakna luhur perumpamaan Ki Hajar Dewantara yang mengibaratkan guru sebagai seorang petani yang akan menanam padi (perumpamaan beliau terhadap murid). Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.

Beliau mengibaratkan sekolah sebagai tanah tempat bercocok tanam bagi tumbuh kembang dan kelangsungan hidup padi yang berkualitas. Oleh karena itu, guru harus terus mengupayakan sekolah menjadi tempat nyaman yang menyenangkan, lingkungan yang mampu menjaga, melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik agar budi pekerti murid tumbuh berkembang dengan baik. 

Murid membutuhkan lingkungan sekolah yang memiliki suasana dan kinerja positif agar mampu membuat kenyamanan dalam belajar serta mengutamakan keselamatan murid.

Lingkungan sekolah yang positif tercermin dari keterlibatan seluruh warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tumbuh suatu kebiasaan-kebiasaan yang baik. Kebiasaan-kebiasaan baik inilah yang akan menjadi karakter-karakter baik warga sekolah. Muaranya,karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik ini akan membentuk sebuah budaya positif di lingkungan sekolah.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuh kembangkan budaya positif di sekolah. Salah satunya adalah mengupayakan budaya positif ini dengan memulainya dari diri sendiri. Peranan guru sebagai teladan bagi murid-muridnya. 

Jika guru bekata santun,berperilaku sopan, selalu berfikiran positif dalam bersosialisasi dengan seluruh warga sekolah, mengupayakan keberpihakannya pada murid, dan menghargai dirinya sendiri dengan nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini, murid akan mendapatkan gambaran ideal yang dapat dicontoh dan mendorong mereka untuk berperilaku sama seperti gurunya. 

Dalam hal ini, guru berpengaruh dalam meresonansikan perkataan, perbuatan, bahkan perilaku dan kebiasaannya.

Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran menaruh perhatian besar mengenai keberpihakannya pada murid. Guru perlu mengimplementasikan filosofi sistem among Ki Hajar Dewantara : Ing ngarsa sung tuladha  (sebagai pemimpin pembelajaran yang kebajikannya patut untuk ditiru), Ing madya mangun karsa (di tengah-tengah guru selalu memberdayakan, menyemangati orang lain membangun kehendak), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu mendorong, mempengaruhi orang lain selalu tumbuh dan berkembang).

Guru yang secara sadar memahami perannya sebagai seorang pemimpin pembelajaran, berupaya menemukan aset kekuatan dalam lingkup kelas maupun sekolahnya yang akan digunakan membangun budaya positif. Guru juga perlu mengkolaborasikan dan memberdayakan keterlibatan seluruh warga sekolah dalam membangun budaya positif ini agar berjalan secara optimal dan relevan.

Perlu adanya sharing dan penyamaan persepsi dalam sebuah desiminasi budaya positif. Apa harapan dan tujuan yang ingin dicapai bersama dalam kelas dan sekolahnya.

Selain itu guru perlu membuat keyakinan serta kesepakatan dalam kelas. Keyakinan kelas ini memuat nilai-nilai kebijakan universal. Mengupayakan murid meyakini nilai kebajikan yang telah dikomunikasikan dan disepakati bersama antara guru dan murid. 

Dengan adanya kesepakatan kelas, komunikasi dan hubungan baik berusaha selalu dibangun antara guru dan murid. Guru mencoba memahami apa saja kebutuhan dasar murid-muridnya.

Ada lima kebutuhan dasar murid yaitu kebutuhan untuk dapat bertahan hidup yang didapatkannya dari sandang, pangan, papan; kebutuhan akan rasa kasih sayang dan penerimaan yang diperoleh dari rasa kasih sayang, kepedulian,kerja sama;kebutuhan akan kekuasaan yang diperoleh dari prestasi, usaha dan pencapaiannya; kebutuhan kebebasan akan pilihan yang diperoleh dari kemerdekaan memilih dan mengeksplorasi; yang terakhir adalah kebutuhan akan kebahagiaan yang diperoleh dengan cara bermain atau bersenang-senang.

Perlu kita pahami bahwa guru tidak bisa mengontrol murid untuk melakukan apa saja yang kita inginkan. Hukuman atau penghargaan bahkan tidak mampu mengubah perilaku murid menjadi apa yang kita inginkan. Hanya kita yang dapat mengontrol diri kita sendiri, dan setiap lerilaku murid pasti memiliki alasan dan tujuan. 

Sehinga motivasi perilaku yang diharapkan tumbuh dari murid adalah motivasi internal yang berasal dari dalam, menghargai dirinya sendiri. Ini adalah tujuan disiplin positif yang ingin kita capai dalam mengoptimalkan peran guru mewujudkan budaya positif sekolah.

Guru juga perlu memposisikan diri di posisi kontrol yang tepat. Posisi kontrol guru sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, sebagai teman, serta posisi pemantau masih belum optimal dilaksanakan karena motivasi perilaku murid yang muncul saat memposisikan diri sebagai posisi kontrol tersebut adalah motivasi eksternal yang berasal dari luar. 

Untuk menghindari hukuman maupun untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain. Posisi kontrol yang diharapkan dilakukan guru adalah sebagai manajer yang mendukung murid menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Guru dan murid berkolaborasi dalam menekankan apa upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau perilaku murid, bukan fokus pada kesalahan murid.

Upaya berikutnya guru dan murid perlu menjalankan suatu proses dialog agar dapat mewujudkan murid yang mandiri dan bertanggung jawab. Upaya ini dikenal dengan istilah restitusi. Ada tiga langkah dalam menjalankan segitiga restitusi. Langkah pertama adalah menstabilkan identitas berdasarkan prinsip membuat kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran disiplin positif.

Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah dengan berdasarkan prinsip setiap perilaku dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan tertentu. Langkah ketiga adalah menanyakan keyakinan berdasarkan teori kontrol yang menyatakan bahwa pada dasarnya murid perlu ditumbuhkan motivasinya secara intrinsik.

Guru memang berperan sentral dalam mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah, namun apalah artinya jika tidak ada dukungan stakeholder dan kolaborasi antara murid, rekan kerja, orang tua, kepala sekolah, dan masyarakat.

Sudah saatnya mengubah paradigma kita tentang penerapan budaya positif di sekolah. Mari memulai dari diri kita,mulai dari kelas kita, mulai dari hal-hal yang terkecil, dan mulai saat ini juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun