Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalanan Jiwa: Menelisik Tatar Sunda Kota Sumedang

5 Desember 2020   22:40 Diperbarui: 5 Desember 2020   22:48 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : instagram.com/sumedangdoeloe

Perjalanan saya dimulai dari sebuah kota kecil di Wilayah Bogor. Langkah kaki ini mulai sigap dan siap menantikan ekplorasi lebih tentang kota nan jauh disana. Dimana ketika kita makan tahu, kita akan mengingat kota itu. Iya, benar sekali. Tahu Sumedang.

Kota itu sudah khas dengan makanan penuh protein untuk tubuh kita. Dari sini saya menempuh 8 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum. 

Hingga saat saya menginjakkan kaki pada daratan 153.124 ha ini, saya terperangah menyaksikan keluhuran tanah yang dulunya didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih atas perintah Prabu Surya Dewata.

Sama seperti semboyannya, Insun Medal/Insun Medangan yang berarti aku dilahirkan;aku menerangi. Terasa sekali alam disini sudah menyambutku dengan keasrian dan kesejukannya, untuk melahirkan sebuah karya luar biasa tentang Sumedang. 

Terbayar lunas rasa lelah selama masa penantian untuk ke Sumedang ini selama pandemi. Disini saya sudah bertemu dengan salah satu sahabat saya yang terlahir dari Kota Sumedang. 

Nuria, gadis 28 tahun yang saat ini berprofesi sebagai guru sekolah. Ia mengajak untuk menikmati camilan melegenda Sumedang yaitu tahu dengan cabe hijau sebagai penyandingnya.

Bukan hanya sekedar makan tahu saja, disini Nuria juga memberikan pemaknaan mendalam tentang asal usul tahu itu sendiri. Makanan yang menjadi ikon Kota Sumedang ini dibuat oleh Ong Kino, keturunan Tionghoa pada tahun 1917.

Ia juga menuturkan bahwa tahu ini juga berasal dari bahasa Tionghoa, tao hu, yang berarti tao itu kacang dan hu itu lumat. Nuria menjelaskan lebih dalam lagi bahwa tahu ini menjadi makanan yang sangat otentik di Sumedang.

Pasalnya, selain rasanya yang enak, tahu ini dibuat dengan sentuhan yang berbeda. Mulai dari bahan bakunya hingga sumber mata airnya. Benar sekali, berbicara masalah rasa, sudah tak bisa dibohongi. Diolah dengan keluhuran resep nenek moyang turun temurun.

Nah... saya sendiri penasaran, bagaimana dengan Tahu Sumedang yang dibuat dan dijual diluar Kota Sumedang ini? Apakah mereka tetap memiliki cita rasa sama seperti ini? Nuria hanya tersenyum dan menjawab ciri khas makanan itu akan terasa enak jika dinikmati langsung dari asal tempatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun