Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Retorika Negara Islam Atau Islam Sebagai Negara

11 Januari 2019   19:55 Diperbarui: 11 Januari 2019   20:22 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tegaknya suatu negara ditopang dari pondasi kokoh yang fundamental sering disebut falsafah. Dalam hal ini, falsafah bagaikan sistem yang mengatur struktur tatanan luas yang meliputi aspek hukum, ekonomi, sosial, budaya, politik serta pemerintahan. Indonesia memiliki falsafah yang ideal dalam bentuk pancasila. 

Gagasan founding father menganggap bahwa ideologi ini merupakan representasi kehidupan Bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Diversitas dan kemajemukan masyarakat Indonesia mengejawantah dalam bentuk bulir-bulir sila yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup pancasila bersifat global dan integral mulai dari pedoman ketuhanan, kemanusiaan, persatuan bangsa, permusyawarahan dan keadilan. Komponen tersebut mencerminkan persepsi-persepsi mengenai realitas atas dasar seperangkat konsep dapat disusun atau dirumuskan secara general. Sehingga membentuk konstruksi yang menunjuk pada beberapa fenomena atau karakteristik dengan sifat yang lebih spesifik.

Keberagaman masyarakat yang plural di Indonesia diatur oleh subtansi yang jelas dalam bentuk aturan hukum agar tidak terjadi overlapping of interest. Pada abad ke-19 Cicero mengungkapkan bahwa "ubi societas ibi ius" yang dapat diterjemahkan dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Hukum dan masyarakat terbentuk karena hubungan kausalitas. Inilah yang menjadi referensi bahwa suatu negara harus memiliki falsafah dan pilar kehidupan yang kokoh untuk mewujudkan tata negara yang bersinergi dan harmonis.  

Namun, hubungan kontradiktif terjadi ketika teori diskursus formalisasi islam mulai digencarkan oleh Habieb Rizieq pada tahun 2016. Hubungan agama dan negara memperlihatkan tingkat otonomi dan pengakuan agama sebagai hak asasi individual yang urusannya diserahkan pada lembaga agama yang bebas dan otonom. Dalam konteks seperti ini, islam sebagai agama tidak hanya unsur yang mengandung dimensi teologis ritualistik tetapi memberikan pedoman untuk kehidupan sosial yang pragmatis. Itulah anggapan bahwa syariah islam perlu diimplementasikan dalam kehidupan politik negara.

Pada akhirnya, kedua konsep NKRI bersyariah dan ruang publik yang manusiawi menimbulkan sentiment primordial dari berbagai tendensi. Mewujudkan sebuah negara berasas pancasila atau islam sebagai sebuah negara. Hukum sejatinya bersifat eksistensial yang lahir karena terdapat kesepakatan dari berbagai individu yang telah sadar terhadap perkembangan peradaban, dan perlunya membentuk suatu pondasi yang berfungsi sebagai penengah dari suatu permasalahan sosial.

            Konsep NKRI bersyariah tersebut menimbulkan dikotomi antara pancasila dan islam. Secara harfiah, jiwa pancasila terletak pada nilai keagamaan yang rukun, saling menghargai dan toleransi terhadap perbedaan. Moral yang tertanam menunjukkan intelektual dan spiritual yang hidup selaras dan seimbang. Unsur muamalah dalam agama islam dapat diimplementasikan secara global, sedangkan unsur teologi diinterprestasikan secara spiritual dan individual bagi umat muslim. Pokok ajaran ini menjadi subtansi islam sebagai ajaran yang egaliter, terbuka dan demokratis. Indonesia membutuhkan essensi keislaman bukan merubah unsur fundamental yang telah ada.

            Retorika negara islam masih menjadi wacana gerakan pembaruan bagi sebagian pihak. Selain itu, ada beberapa upaya untuk mengkaji mengenai pemahaman hukum syariah lebih terperinci. Bahkan kajian tersebut menjadi teori yang bersifat heuristik. Pelaksanaannya pun masih membutuhkan proses yang cukup panjang, dimulai yang dengan dua tindakan yaitu melepaskan nilai yang telah ada dan mencari nilai yang berorientasi ke masa depan, kemudian merujuk pada refleksi negara yang telah menjalankan syariah islam. Langkah selanjutnya ialah evaluasi terhadap proses perencanaan tersebut, apakah tepat jika hukum syariah dilaksanakan di Indonesia yang notabene bersifat plural? Gerakan pembaruan ini bagaikan diskredit agama islam sebagai hal yang setara dengan ideologi dunia.

            Dilansir dari laman CNN Indonesia, Profesor Jan Michiel Otto dari Leiden University Law School di Belanda seperti yang dikutip dari Huffington Post membagi sistem hukum negara-negara muslim kedalam 3 kategori yaitu sistem syariah klasik, sekuler dan campuran. Dinegara-negara dengan status syariah klasik, syariah memiliki status resmi yang berpengaruh pada sistem hukum yang mencakup hukum keluarga, pidana dan keyakinan pada Tuhan. Beberapa negara yang masih menerapkannya ialah Mesir, Sudan, Iran, Irak, dan Uni Emirat Arab.

            Sistem sekuler umumnya diterapkan di negara-negara yang mayoritas muslim. Secara umum, hukum syariah meliputi hukum keluarga, sedangkan yang lain berdasarkan pada hukum yang berlaku. Negara yang masih menerapkan sistem ini ialah Kuwait, Lebanon, Oman, Aljazair, Maroko dan Somalia. Justru hukum syariah tidak diterapkan di beberapa negara yang mayoritas muslim yaitu Turki, Turkmenistan, Albania, Uzbekistan, Tunisia, Mali dan Kazakhstan.

            Distorsi hubungan proporsional antara pancasila dan agama dapat memecah belah keutuhan NKRI. Jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan nilai moral pancasila, bukanlah pondasi yang harus diubah, tetapi masyarakat dan pemerintah yang harus segera berbenah. Sikap stereotip terhadap pemerintah harus diubah menjadi hubungan yang kooperatif. Haruskah sikap etnosentris merobohkan bangunan yang telah kokoh berdiri?

Langkah penting yang harus dilakukan ialah purifikasi norma dan moral yang telah menjadi kesepakatan bersama. Norma dan moral diciptakan sebagai aturan yang membatasi suatu tindakan. Meskipun aturan ini tidak tertulis, namun sanksi tetap berlaku bagi yang melanggar. Setelah kesadaran dibentuk, upaya ini akan lebih efektif bila didukung dengan dual control antar semua pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun