Mohon tunggu...
Sri Mulyono
Sri Mulyono Mohon Tunggu... Politisi - di kantor

bersyukur dalam segala keadaan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komunikasi Pemerintah, Demokrasi dan Media Sosial

12 April 2017   06:57 Diperbarui: 12 April 2017   15:00 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Jokowi pernah mengeluhkan banjirnya fitnah dan hoax yang masif dan viral di Media Sosial. Demokrasi kita kebablasan demikian ungkap Presiden Jokowi. Memang kemajuan teknologi terutama media sosial bagaikan  senjata mematikan, apabila pemerintah mampu memanfaatkan dengan baik maka akan sangat efektif dan efisien dalam mensosialisasikan program dan kebijakan publik Pemerintah namun sebaliknya apabila pemerintah tidak mampu memanfaatkan dengan baik, bisa menjadi “ancaman” yang merepotkan.

Bisa dibayangkan, dalam hitungan detik sebuah “berita” dapat menyebar kepada jutaan pemegang Hand Phone melalui grup grup media sosial. Opini, propaganda, agitasi atau hanya sekedar humor “mukidi” misalnya mampu menjadi trend setter bahkan opinian leader selama berminggu minggu. Contoh lain adalah kasus demontrasi al Maidah 51 yang mampu mengelaborasi dan membangkitkan semangat massa ummat Islam hingga berkumpul jutaan orang untuk melakukan demo berkali kali di ibukota negara dengan memanfatkan media sosial.

Lebih dari itu,  Joko Widodo juga sangat piawai memanfaatkan media sosial sebagai media kampanye dalam pemilu Presiden 2014. Media sosial memang sudah terbukti sangat dahsyat.  Demokrasi liberal dan media sosial Jakarta seperti pasangan ideal keduanya saling melengkapi.  Namun bisa saja media sosial dipenuhi berita fitnah yang merusak demokrasi. Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jilmy Ashiddiqie menyebut ungkapan demokrasi kebablasan yang diucapkan oleh Presiden Joko Widodo adalah hal wajar. Dia berharap hal itu dijadikan momentum untuk memperbaiki hal-hal yang kurang tepat dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

Kepala Desk Social Media Crisis Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Alois Wisnuhardana menjelaskan demokrasi kebablasan yang dimaksud Presiden Joko Widodo adalah banyaknya ujaran kebencian dan berita bohong yang beredar di media sosial. "Konteksnya, Presiden menyatakan banyak ujaran kebencian, fitnah, dan berita bohong. Dalam konteks itulah kebablasan ada dalam kerangka demokrasi. Saya kira melihatnya lebih ke sekarang, kita dalam satu situasi, curah hujan informasi begitu dahsyat dan menimbulkan ledakan informasi. Ini akan banjir dan fenomena yang kita lihat adalah banyak sampah,"

Sampah, ya..Indonesia kebanjiran sampah informasi akibat kebebasan liberal yang disalurkan melalui teknologi.  Karena itu Pemerintah dituntut untuk  cerdas mengelola kemajuan teknologi dalam kehidupan berdemokrasi. Jangan sampai program dan kebijakan publik Pemerintah kalah dengan isue hoax di media sosial (Harliantara, 2017). Ketua DKPP Jimly Assidigie mengatakan "Ada kesempatan untuk memperbaiki kalau ada yang kurang tepat. Maklum saja, yang melakukan banyak orang, idenya macam-macam. Keluhan kalau kebablasan ini wajar. Saya menganggap positif, manfaatkan momentum pemerintah untuk membuat formula untuk memperbaikinya," ujar Jimly dalam sebuah acara diskusi bertema 'Kebebasan. Demokrasi. Kebablasan' di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (25/2/2017).

Tantangan berat,  dan Pemerintah perlu segera memperbaiki komunikasi publik. Harliantara menegaskan Hasil pembangunan yang telah diraih tidak diketahui publik secara benar. Bahkan, berita tentang kebijakan pembangunan pemerintah sering tertimbun oleh berita hoax di media sosial. Hal itu akibat aparat pemerintah belum mampu menjelaskan informasi yang berseliweran dari berbagai sumber yang tidak jelas. Mestinya, aparatur memiliki kemampuan untuk menyiarkan berbagai konten pemberitaan pembangunan yang pas dengan kondisi psikologis masyarakat.

Perlu reformasi komunikasi publik pemerintah. Yang paling ditekankan adalah kandungan informasi yang diberikan oleh pejabat maupun pihak humas kementerian dan lembaga pemerintah sebaiknya tidak sebatas memperkenalkan wawasan serta pendapat sang menteri dalam framing yang terlalu formal, tetapi harus juga diimbangi dengan framing yang bisa mengurai opini publik. Perlu menjelaskan secara mendalam suatu kebijakan atau peristiwa yang terjadi dan sudah diberitakan kulit-kulitnya oleh media.

Sebenarnya pemerintah telah mengambil langkah langkah untuk memperbaiki komunikasi publik pemerintah yaitu : Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur dengan mengesahkan Undang Undang dan Peraturan Pemerintah lainya yang berkaitan dengan Komunikasi Pemerintahan antara lain :

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana :

a.         bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan  pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagianpenting bagi ketahanan nasional;

b.         bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang  menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun