Mohon tunggu...
Sri Mulyono
Sri Mulyono Mohon Tunggu... Politisi - di kantor

bersyukur dalam segala keadaan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revolusi Mental Jokowi dan Antiklimaks KPK

16 Januari 2015   16:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:01 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Opini kebenaran absolut KPK sudah hampir melembaga dan dalam tahap mengkhawatirkan, apapun yang dikatakan dan dilakukan KPK adalah kebenaran dan lawanya selalu salah dan kalah. Memang anomali, dijaman demokrasi ada lembaga superbody  yang berpotensi melahirkan paganisme. Pemberhalaan kepada sebuah lembaga sebagai pemilik kebenaran tunggal dan mutlak yang  seharusnya adalah musuh besar Demokrasi.

Kebenaran absolut cenderung disalahgunakan, realitas sejarah mencatat semua itu. Kebenaran tunggal dan absolut sudah ditumbangkan sejak jaman renaisance kemudian dunia beramai ramai mengusung Demokrasi. Demokrasi dibangun dan diusung untuk menghapus paganisme kekuasaan, menumbuhkan kompetisi sehat, membangun meritokrasi, saling mengisi, saling mengingatkan, saling mengkritisi menuju komitmen demokrasi itu sendiri yaitu keadilan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

NKRI sejak kelahiranya telah menikah dengan demokrasi sebagaimana diwujudkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Walaupun dalam perjalananya penuh liku, suka dan duka. Mulai pada masa Soekarno sampai saat ini. Demokrasi Indonesia mengalami ujian berat pada saat rezim Soeharto.

Rezim Soeharto ditumbangkan oleh rakyat, karena dianggap mengkhianati demokrasi. Pada saat kekuasaan Presiden Soeharto, yang ada adalah kebenaran tunggal dan mutlak. Siapapun dan apapun yang berbeda atau melawan kebenaran absolut Pemerintahan Soeharto adalah salah dan harus “dilenyapkan”. Soeharto adalah “dewa kebenaran”. Kedzaliman terus berjalan, akhirnya rakyat protes bukan kepada pribadi Soeharto tetapi kepada klaim, karakter dan praktik absolutisme. Pengkhianatan terhadap Demokrasi.

Tumbangnya rezim Soeharto membawa angin segar demokrasi. Namun ternyata bangsa Indonesia belum siap menerima takdir demokrasi. Maka dibangunlah lembaga superbody dengan kebenaran absolut bernama KPK. Pemerintah, DPR, Mass Media, NGO, rakyat dan seluruh elemen  “Demokrasi” negeri ini 100 persen mendukung KPK.  Maka jadilah KPK sebagai berhala kebenaran absolut. Sebuah anomali, Demokrasi melahirkan absolutisme, Demokrasi tapi POKOKNYA, semua salah yang benar hanya KPK?

Salah satu kasus mutaakhir adalah Calon Kapolri Komjen Budhi Gunawan. Polri dan Kompolnas keduanya institusi negara, telah memberikan rekomendasi resmi bahwa KomJend Budhi Gunawan bersih dari korupsi. Dengan bekal rekomendasi tersebut akhirnya Presiden Jokowi menunjuk Komjen BG sebagai Calon Kapolri. Namun tiba tiba KPK menetapkan KomJend BG menjadi tersangka kasus gratifikasi. Dilain pihak DPR terus melanjutkan tugasnya untuk fit and proper  dan resmi menyetujui BG sebagai calon Kapolri. Mana yang akan menjadi pegangan Presiden Jokowi?

Jika Presiden Jokowi melantik KomJend  Budi Gunawan sebagai Kapolri, maka hal ini adalah sebagai wujud komitmenya dalam Revolusi Mental. Mengapa? Selain berbagai indikasi pelanggaran hukum dan kepentingan  pihak tertentu dalam penetapan tersangka terhadap BG, kebenaran tunggal dan absolut tidak  boleh ada di Negara Demokrasi.  Absolutisme KPK sudah merusak demokrasi dan keadilan yang berdampak kepada persepsi masyarakat bahwa KPK adalah kebenaran tunggal, karena itu harus segera direvolusi.

Bahwa KPK adalah lembaga penegak hukum yang punya peluang melakukan kesalahan bahkan penyalahgunaan wewenang. Orang orang yang bekerja di KPK juga manusia biasa, punya potensi melakukan kesalahan dan khilaf atau bahkan mungkin punya kepentingan pribadi atau golongan atau pesanan dari pihak pihak tertentu dengan cara memperalat KPK.

Banyak sekali yang berpendapat bahwa KPK telah berpolitik, sewenang  wenang, melanggar SOP, ditunggangi kepentingan pribadi, golongan atau pihak pihak tertentu.  Indikasinya memang cukup jelas, antara lain mengapa BG baru diumumkan sebagai tersangka setelah ditunjuk sebagai calon Kapolri dan menjelang fit and proper  di DPR? Sementara kasus BG sudah masuk tahun 2010 dan BG pernah dicalonkan sebagai Kapolri tahun 2013? Bagimana kasus bail out bank century yang tidak pernah jelas? mengapa Ibas tidak juga diperiksa walaupun di BAP dan dalam sidang, para saksi menyebut nama Ibas? Ditambah lagi foto intim mirip Abraham Samad ketua KPK dan Elvira  Duta KPK yang beredar luas.  KPK antiklimaks

Ya KPK harus diingatkan bahwa kebenaran bukan monopoli satu orang atau satu lembaga, kebenaran absolut hanya milik Tuhan. Orang orang KPK juga harus direvolusi mentalnya, diingatkan bahwa mereka adalah orang orang biasa yang punya potensi salah. Jangan sampai orang orang KPK menganggap dirinya yang paling benar dan selalu benar, akhirnya berpotensi menjadi  firaun. Jika Pemerintah dan rakyat Indonesia membiarkan saudara saudaranya di KPK menjadi”Firaun” maka Pemerintah dan rakyat Indonesia akan terkena dampaknya.

Salam Revolusi mental, membangun demokrasi demi Indonesia yang lebih baik. Salam pergerakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun