Tidak AU tidak patheken saya adaptasi dari kalimat legendaris Presiden daripada Soeharto sebelum beliau undur diri dari jabatannya sehingga beliau menjadi mantan. Patheken adalah sejenis penyakit kulit mirip exim yang menyerang manusia.Â
Namun, yang saya maksud dari kalimat tersebut adalah; saya tidak masalah berapapun artikel yang saya unggah dan tidak pernah menjadi AU.Â
Saya dengan gagah berani melontarkan "tidak  AU tidak patheken" karena melihat banyak kners lain yang selama berbulan bulan artikelnya tidak ada yang AU. Padahal mereka ada yang lebih senior, lebih pintar, berijasah asli lebih tinggi, lebih kaya, lebih terkenal, lebih ganteng dan kelebihan lainnya. Artinya, banyak orang yang senasib dengan saya.Â
Saya juga menyebutkan berijasah asli karena akhir akhir ini ada ribut ribut soal ijah asli petinggi di negara dimana masyarakatnya dianggap paling malas jalan kaki. Namun bila ada kners yang berani menulis gelar akademik di profilnya, saya seratus persen percaya bahwa ijasahnya pasti asli.Â
Punya gelar tak menjamin artikelnya bisa AU, apalagi dapat karewod.Â
Bukan karena artikel yang ditulis kners bergelar itu tak bermutu, tetapi menurut kners senior, pelabelan Artikel Utama itu ada unsur keberuntungan, belas kasihan atau salah pencet admin K.Â
Jadi mencantumkan gelar di Kompasiana tidak perlu dicurigai hingga dituntut ke pengadilan karena pencantuman itu tak memberi keuntungan bagi penyandangnya.Â
Bulan Juni lalu saya sempat besar kepala karena beberapa artikel saya menjadi AU dan mendapat berkah karewod hampir setara selembar uang kertas berwarna biru. Saya menjadi bangga karena menganggap tulisan saya sudah bermutu tinggi.Â
Namun ketika di bulan berikutnya saya lebih giat menulis mengejar AU dan karewod lagi, harapan saya zonk alias nihil. Demikian pula bulan berikutnya lagi.Â
Usut punya usut, ternyata AU dan karewod itu diberikan bukan karena kualitas tulisan saya sudah setara dengan para suhu, tetapi diduga sebagai hadiah ulang tahun saya yang jatuh di bulan Juni.Â