Berdekatan dengan Pengidap HIV/AIDS

Sang ibu terlihat seperti warga biasa yang sehat tanpa penyakit. Beliau memang baru pada tahap terkena HIV, belum sampai AIDS. 

Saat bertemu beliau, saya tak cemas berjabat tangan dan ngobrol dengan jarak yang cukup dekat. Ibu tersebut tinggal dirumah kontrakan yang sempit tanpa ruang tamu. 

Awalnya beliau ragu untuk berjabat jangan dan mengobrol. Beliau tahu risiko yang akan terjadi bila kami terlalu dekat dan bersentuhan. 

Namun setelah saya yakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa, karena kami tidak mempunyai luka terbuka, beliau kemudian merasa lega. 

Setelah berbincang-bincang, saya mengantar sang ibu dengan sepeda motor. Jalan menuju praktek dokternya banyak terdapat polisi tidur sehingga membuat kami tak sengaja bersentuhan. Namun saya tidak merasa takut sama sekali. 

Sentuhan ketiga dengan penderita HIV, saya alami ketika diundang ibu-ibu kader kami dalam sebuah pertemuan warga. 

Pertemuan tersebut merupakan kegiatan rutin sosialasi tentang HIV/AIDS kepada para warga di sekitar gang Dolly. 

Narasumber yang melakukan testimoni sebagai penderita HIV adalah seorang PSK berumur 35 tahunan. 

Beliau berpraktek di Jarak, sebuah lokalisasi yang tidak jauh dari gang Dolly. Fisiknya masih kelihatan kuat yang berarti beliau baru tahap terkena HIV belum AIDS. 

Dalam testimoninya ibu P, kita sebut saja demikian, mengatakan bahwa dia terkena HIV karena melayani pelanggan. Ibu P sudah beberapa kali mendapat penyuluhan tenjang HIV/AIDS. 

Walaupun Ibu P sudah meminta para pelanggannya untuk memakai kondom saat berhubungan seksual, namun banyak pelanggan yang mengabaikannya. Katanya tak nikmat kalau pakai kondom.