Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlu Evaluasi Sistem Pengawasan di Asrama Agar Kekerasan Tak Lagi Terjadi

10 September 2022   09:11 Diperbarui: 10 September 2022   09:23 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: static.gatra.com

Saat ini, sekolah berbasis asrama lagi ngetrend seiring dengan kemajuan tehnologi yang kian pesat. Kecenderungan anak untuk menghabiskan waktu dengan bermain gadget atau game online, membuat khawatir para orang tua, sehingga bagi sebagian orang, menitipkan anak ke asrama menjadi alternatif pilihan. Selain itu, pergaulan bebas juga menjadi alasan kenapa para orang tua lebih memilih asrama sebagai tempat belajar bagi putra putri mereka.  Para orang tua menaruh kepercayaan yang tinggi kepada pengelola asrama untuk mendidik dan mengawasi putra putri mereka. Selain itu, dengan bersekolah yang berbasis asrama membuat Pendidikan dan pengajaran lebih focus dan mendalam, karena pembelajaran dilakukan 24 jam perhari. Juga, hampir seluruh asrama membatasi bahkan melarang murid atau santrinya memegang HP, bermain game online, komputer bahkan menonton televisi.

Disatu sisi, hal ini cenderung positif karena bisa  mencegah anak terpengaruh dengan hal negative yang saat ini sangat vulgar tersaji secara online. Tetapi, disisi lain, kebutuhan anak akan informasi factual tidak terpenuhi. Hal ini tentu akan merugikan anak, karena pemenuhan informasi yang actual bagi anak adalah sesuatu yang penting.

Kasus kekerasan anak baik fisik, seksual maupun mental akhir-ahir ini marak terjadi, baik di sekolah formal maupun informal, sekolah berbasis asrama maupun bukan, juga di masyarakat.

Beberapa waktu lalu, ada sebuah kejadian yang menimpa tetangga saya. Peristiwa kebetulan terjadi terjadi pada sebuah asrama putri. Si A terjun dari lantai 3 sebuah asrama putri menggunakan tali pramuka. Bisa kita bayangkan, tali pramuka sekecil itu digunakan untuk menopang badan seorang anak yang berusia kira-kira 14 tahun. Alhasil, si A jatuh sebelum tali sampai ke tanah. Tali tersebut putus pada ketinggian kira-kira 10 meter. Yang membuat siapa saja merasa keheranan adalah, mengapa pihak asrama tidak mengetahui kalau ada salah satu muridnya yang hilang malam itu (peristiwa terjadi setelah shalat isya'). Si A ditemukan oleh warga yang kebetulan mau mengantarkan dagangan kantin ke asrama tersebut. Ibu tersebut menemukan si A tergeletak tak berdaya dibelakang asrama dalam kondisi tak sadarkan diri. Entah mulai jam berapa si A merasa kesakitan tanpa ada seorangpun yang memberi pertolongan. Setelah ditelusuri penyebab si A terjun dari lantai 3 adalah karena bullying yang dilakukan teman sekamarnya. Karena tidak tahan dengan perlakuan temannya, kabur adalah satu-satunya jalan yang harus diambil karena sudah tidak ada lagi tempat mengadu. Orang tua di rumah sudah terlanjur mempercayakan pendidikan dan pengawasan anak terhadap pengelola asrama, sehingga sangat yakin kalau si anak akan baik-baik saja.

Kasus kedua, juga menimpa seorang anak yang kebetulan juga tinggal dalam asrama. Entah sudah sejak kapan dia menerima perlakuan tidak senonoh dari pengurus asrama. Yang diketahui akhirnya adalah laporan salah satu santri kalau dia sedang mengandung. Tidak ada terdakwa lain, karena dia tinggal dalam asrama dan tidak memiliki akses keluar sama sekali.

Contoh-contoh kasus tersebut adalah sedikit contoh kasus dari sekian banyak kasus yang mungkin terjadi dan tidak terekspos, yang menimpa para peserta didik yang kebetulan tinggal dalam asrama. Hal tersebut menjadikan citra buruk pendidikan dalam asrama. Tetapi, kita tidak boleh memaknai secara apatis bahwa tinggal di asrama cenderung keras. Hal tersebut tidak bisa "digebyah uyah" (dianggap sama), karena masih banyak diluar sana, asrama yang bisa membuat rasa aman dan nyaman bagi para peserta didiknya.

Beberapa laporan maupun informasi cenderung mendeskreditkan sekolah asrama, meskipun sebenarnya saya yakin banyak kasus serupa yang terjadi diluar asrama.

Setelah melihat beberapa kasus yang terjadi, kekerasan, pelecehan atau bahkan bullying terjadi karena beberapa faktor, antara lain:

Pertama, faktor balas dendam. Faktor inilah yang paling sering terjadi . Para siswa merasa, karena pernah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari senior, sehingga, dia akan melampiaskan rasa dendamnya kepada yuniornya, meskipun sebenarnya yuniornya tersebut tidak tahu menahu akan masalah yang menimpa senior tersebut dulunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun