Mohon tunggu...
Sri Arvania
Sri Arvania Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Upaya Cetak Sawah Tak Berdaya

5 Desember 2018   13:39 Diperbarui: 5 Desember 2018   13:41 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sawah (credit: kanalaceh.com)

Dalam urusan peningkatan produksi, ada dua hukum besi yang berlaku. Intensifikasi dan Ekstensifikasi. Di ranah pertanian, atau produksi pangan, intensifikasi bisa dilakukan dengan menambah sering frekuensi penanaman atau mengganti jenis tanaman dengan yang bisa lebih banyak menghasilkan. Sedangkan ekstensifikasi adalah peningkatan produksi pangan dengan cara memperbesar lahan atau ruang penanaman.

Program ekstensifikasi bernama cetak sawah inilah yang sudah digerakkan Kementerian Pertanian (Kementan) sejak 2015 lalu. 

Kini, hampir 3 tahun setelah program itu berjalan, terlihat bahwa cetak sawah tidak mampu mendongkrak produksi pangan kita, khususnya beras, sehingga tercipta swasembada. Bahkan di tahun 2018 ini, kita mengimpor beras sekitar 2 juta ton.

Usut punya usut, ternyata program cetak sawah ini memang loyo. Ia tidak kuat dihajar oleh alih fungsi lahan yang terjadi secara masif. Kenyataan ini diungkap oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) beberapa waktu lalu. Bahwa mencegah pengurangan lahan memang tidak bisa dengan program cetak sawah semata. 

Cetak sawah KO (meme olah pribadi)
Cetak sawah KO (meme olah pribadi)
(tautan berita: JPNN)

Menurut ATR/BPN, pada 2018 ini terjadi pengurangan 7,1 juta hektare lahan pertanian. Ngerinya lagi, laju pengurangan itu tidak akan melambat, melainkan akan terus bertambah. Diperkirakan, rata-rata terjadi pengurangan luas lahan pangan sebesar 120 hektare per tahun. 

Pengurangan yang cukup signifikan tersebut dikarenakan banyak lahan sawah yang ternyata sudah beralih fungsi. Ada yang berubah menjadi pusat perbelanjaan dan ada yang menjadi bangunan lain.

Alih fungsi lahan pertanian itu tidak bisa dikendalikan jika tidak ada pihak yang berani menghentikannya. Atau setidaknya, membuat aturan agar alih fungsi lahan direm sekeras-kerasnya. Alih fungsi lahan harus dipersulit, karena untuk bisa efektif berproduksi, cetak sawah memerlukan waktu yang sangat lama. Sebuah lahan sawah baru tersebut diperkirakan baru bisa berfungsi dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan. 

Pernyataan bahwa terjadi pengurangan lahan sawah oleh ATR/BPN itu juga seolah membantah keterangan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa program cetak sawah Kementan berhasil menambah luas lahan sawah hingga 150 ribu hektare lebih. Padahal program itu sudah menelan biaya hingga Rp 2,6 triliun dari total Rp 4,1 triliun yang dianggarkan pemerintah. 

Lagi-lagi urusan data ini, Kementan seperti menyajikan data yang berseberangan dengan fakta. Bedanya kali ini, ada anggaran pemerintah yang terlibatkan. Semoga saja tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaan program. Karena dari triliunan rupiah yang dikucurkan untuk mencetak sawah baru, yang terjadi malah pengurangan lahan secara signifikan.

Mana hasilnya? (meme olah pribadi)
Mana hasilnya? (meme olah pribadi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun