Mohon tunggu...
Sri Amelia
Sri Amelia Mohon Tunggu... Petani - tentang saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seorang pengamat

Selanjutnya

Tutup

Money

Musibah di Lumbung Padi

26 Maret 2019   00:08 Diperbarui: 26 Maret 2019   01:07 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani menjemur gabah (Kholil Ibrahim/Radar Indramayu)

Apakah di antara kita masih ada yang ingat dengan istilah Tikus Mati di Lumbung Padi? Itu menggambarkan tentang situasi kemalangan yang terjadi di suatu tempat atau keadaan yang tidak semestinya. Ibaratnya orang kaya namun mati kelaparan. Begitu pula dengan tikus yang justru mati di lumbung padi.

Entah tepat atau tidak, tapi peristiwa yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat belakangan ini sepertinya cukup terwakili dengan istilah Tikus Mati di Lumbung Padi. Karena Cianjur sendiri merupakan daerah subur penghasil padi. Siapa yang tidak kenal dengan beras dari Cianjur yang bersih, pulen, dan wangi.

Seharusnya, para petani di Cianjur itu bisa menikmati hasil produksi beras mereka saat ini. Khususnya di masa panen raya. Tapi kenyataannya, para petani malah seperti terkena musibah. Mereka kesulitan menjemur gabah karena tingginya curah hujan sejak dua bulan terakhir. Akibatnya mereka terpaksa menjual gabah dengan harga lebih murah.

Rujukan

Gabah harus dijemur (meme editan pribadi)
Gabah harus dijemur (meme editan pribadi)
Padi yang sudah dipanen beberapa hari lalu, saat ini sulit untuk dijemur karena hujan yang turun setiap hari. Padi dengan kualitas bagus pun sulit didapat. Gabah basah akan berpengaruh pada harga karena kualitas beras yang akan dihasilkan kurang bagus.

Para petani pun kuatir gabah yang tidak dijemur dan disimpan terlalu lama akan membusuk. Oleh karena itu, para petani yang sudah panen, terpaksa menjualnya dalam keadaan basah ke tengkulak dengan harga lebih rendah. Ketimbang padi itu membusuk di sawah atau pengeringan. Sebagai ilustrasi, gabah basah yang dilepas petani ke tengkulak harganya sekitar Rp 400 ribu per kuintal. Padahal biasanya gabah kering bisa dijual sampai Rp600 ribu per kuintal. Akibat harga jual yang rendah, petani di Cianjur mengalami kerugian hingga jutaan rupiah

Sebetulnya ada solusi agar petani tidak merugi seperti itu, yakni lewat bantuan mesin pengering. Masalahnya, alat itu harganya sangat mahal, dan petani biasa tidak bisa memperolehnya. Karena juga dibutuhkan ruang yang besar untuk menyimpan alat tersebut. Oleh karena itu, mesin pengering biasanya didapat dalam bentuk bantuan dari pemerintah. Dengan kata lain, hanya Kementerian Pertanian (Kementan) yang bisa membantu agar petani Cianjur tidak merugi, tidak mati di lumbung padinya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun