Mohon tunggu...
SRI ALPIDAWATI J. LONDOL
SRI ALPIDAWATI J. LONDOL Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

PSIKOLOGI UMM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengembangan Psikologi Budaya Etnosentrisme dan Prasangka Antar-Etnik

24 Januari 2022   18:35 Diperbarui: 24 Januari 2022   18:52 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan bangsa dengan keanekaragaman ekosistem alam, budaya, adat istiadat, bahasa, agama dan suku. Keanekaragaman ini merupakan sumber daya yang berharga jika dikelola dengan baik, namun jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan konflik sosial maupun konflik antar budaya atau etnis yang melibatkan identitas kelompok, seperti identitas etnis. Konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh perbedaan etnis di Indonesia antara lain: (1) konflik antara etnis Tionghoa dan non-Tionghoa. Hal ini terlihat pada kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada penjarahan harta benda etnis Tionghoa, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan Tionghoa (Nyman, 2006); dan (2) konflik Dayak dan Madura yang terjadi di Sampit yang mengakibatkan kematian ratusan orang (Nooteboom, 2015).

    Prasangka antaretnis adalah sikap (biasanya sikap negatif) terhadap kelompok etnis tertentu, hanya berdasarkan afiliasi mereka dengan kelompok itu (Baron & Byrne, 2006). Sejalan dengan definisi ini, ada tiga aspek prasangka. Pertama, melestarikan nilai-nilai tradisional individualistis dengan keyakinan bahwa minoritas telah menerima diskriminasi padahal sebenarnya mereka tidak boleh menerima perilaku ini sama sekali. Kedua, sikap melebih-lebihkan perbedaan budaya antara kelompok mayoritas dan minoritas (misalnya dalam hal nilai, agama, dan bahasa). Ketiga, menolak tanggapan emosional yang positif kepada anggota out-group.

    Konflik antar etnis terjadi karena adanya perbedaan mendasar identitas kelompok etnis tersebut, sehingga menimbulkan perasaan in-group atau out-group dalam proses interaksi sosial yang berujung pada prasangka. Apalagi prasangka antaretnis itu sendiri bisa menjadi pemicu konflik sosial. Selain itu, prasangka adalah fenomena psikologis sosial. Hal ini terutama dipengaruhi oleh interaksi sosial dengan objek prasangka, baik dari dalam individu maupun dari luar individu.

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa prasangka terhadap suku bangsa lain tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan, tetapi juga etnosentrisme. Selanjutnya, karena fenomena prasangka yang kompleks terhadap kelompok etnis lain, pengaruh faktor-faktor tertentu terhadap prasangka juga terkait dengan faktor-faktor lain.

PEMBAHASAN

    Fenomena ini dapat dimaklumi karena lingkungan kampus yang homogen tidak memungkinkan mahasiswa untuk berinteraksi dengan individu lain dari latar belakang budaya yang berbeda. Akibatnya, rasa suka terhadap kelompok lain tidak tumbuh secara alami sehingga timbul prasangka di antara mereka. Situasi ini juga terjadi pada mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo yang hanya memiliki mahasiswa muslim tanpa ada mahasiswa Tionghoa. Di kampus ini, mahasiswa tidak berkesempatan berinteraksi dengan etnis Tionghoa karena homogenitas mahasiswa. Kondisi ini membuat mereka tidak memiliki perasaan positif terhadap etnis Tionghoa karena tidak ada ikatan sosial yang menyatukan mahasiswa dan etnis Tionghoa. Akibatnya, mereka memiliki perasaan in-group terhadap kelompok etnis mereka sendiri sementara memiliki perasaan out-group terhadap kelompok etnis Tionghoa. Hal ini membuat afeksi sosial siswa lebih baik terhadap kelompoknya sendiri dibandingkan dengan kelompok etnis lain.

    Di sisi lain, lingkungan pendidikan yang heterogen, seperti UNIKA Soegijapranata yang memiliki siswa dari berbagai suku dan agama, memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi siswa. Di kampus ini, mahasiswa terlibat bersama dalam kegiatan belajar dan sosial bahkan bekerja sama tanpa memandang latar belakang budaya mereka. Oleh karena itu, mendorong sikap positif terhadap kelompok yang berbeda (Hawley, 1992).

    Selanjutnya, sikap positif juga muncul karena mereka bekerja sama dalam organisasi sosial yang sama, sehingga mereka terikat dalam kelompok sosial tertentu dan bahkan mengembangkan kebersamaan. Kebersamaan ini menjadi prinsip penting bagi identitas kelompok mereka, dan berkembang menjadi norma kelompok. Semakin kuat norma yang dibangun di antara mereka, semakin kuat anggota kelompok akan mengidentifikasi dengan kelompok mereka. Identifikasi diri terhadap kelompok tersebut kemudian mendorong munculnya penilaian positif dari para anggotanya (Hadjar, 2010).

    Dalam masalah ini, Coleman dan Cressey (1984) berpendapat bahwa orang-orang dari kelompok etnis tertentu cenderung melihat budaya mereka sebagai yang terbaik. Senada dengan pendapat tersebut, Baron dan Byrne (2006) menyatakan bahwa hubungan antar kelompok pada umumnya terjadi karena kelompok tertentu cenderung melihat dirinya sebagai pusat dari segalanya. Akibatnya, muncul favoritisme dalam kelompok dan mereka menganggapnya sebagai dasar untuk mengukur hal-hal di luar kelompok mereka. Kecenderungan ini disebut etnosentrisme.

    Dalam hal ini, orang-orang dengan etnosentrisme tinggi percaya bahwa kelompoknya adalah yang terbaik, superior dan memegang nilai-nilai terbaik, sementara kelompok lain tercela, tidak bermoral, inferior, lemah, bimbang dan kriminal (Brewer seperti dikutip dalam Taylor, Peplau, et al. al. & Sears, 2000). Perasaan dan perilaku semacam ini justru melahirkan ideologi kelompok eksklusif. Selanjutnya, perasaan "superior" juga memicu prasangka tersebut (Singgih, 1993). Selain itu, orang dengan etnosentrisme tinggi lebih banyak berinteraksi dengan anggota kelompoknya sendiri dibandingkan dengan orang di luar kelompoknya. Hal ini mengakibatkan komunikasi dan interaksi sosial yang tidak harmonis. Akhirnya, itu mengarah pada prasangka terhadap kelompok dan budaya lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun