Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ACT, Ideologi Radikal dan Terorisme

9 Juli 2022   07:27 Diperbarui: 9 Juli 2022   07:38 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu terakhir ini, publik banyak membicarakan tentang Aksi Cepat Tanggap (ACT). Mungkin semua orang sudah mengenal dengan lembaga ini. Lembaga yang suka menggalang dana untuk amal, lalu disalurkan ke bencana atau orang-orang yang membutuhkan. Kurang lebih seperti itulah yang dilakukan dan dikenal mengenai lembaga ini. Karena karakter orang Indonesia adalah suka membantu, saling meringankan beban orang lain, apalagi dibungukus dengan sentimen keagamaan, praktek saling berbagai ini semakin masif terjadi.

Dan akibatnya, dana yang berhasil dikumpulkan lembaga ini sangat signifikan. Karena besarnya lembaga ini terkumpul ini, pihak pengurus menggunakan 13 persen dari total dana tersebut untuk kebutuhan operasional. Praktek ini ternyata menyalahi aturan dari kementerisen sosial, yang memperbolehkan maksimal 10 persen saja. Dan yang lebih mencengangkan adalah temuannya PPATK yang menyatakan adanya indikasi penyaluran dana untuk jaringan terorisme internasional, yang dilakukan oleh lembaga ini.

Keterlibatan dugaan ACT dengan jaringan terorisme internasional, sebenarnya bukanlah hal yang baru. Ketika ISIS berkuasa di Suriah, sempat ditemukan bantuan dari ACT yang masuk ke markas ISIS di Suriah. Ketika itu analisa yang dibangun adalah bantuan bukan ditujukan untuk ISIS, untuk masyarkaat yang menjadi korban. Karena pesawat dibajak kelompok teroris, nyasarlah bantuan tersebut ke kelompok ISIS. Kini, PPATK kembali menegaskan adanya aliran dana yang mengalir ke jaringan terorisme internasional. Densus 88 langsung bergerak untuk menyelidiki.

Apa yang bisa kita sikapi dan jadikan pembelaran dari peristiwa ini? Tentu kita harus menyerahkan sepenuhnya ke aparat penegak hukum. Seandainya terbukti ada keterlibatan dengan jaringan terorisme internasional, ini menjadikan bukti bahwa jaringan terorisme terus menggunakan berbagai cara untuk bisa survive, terutama dalam hal pendanaan. Di Indonesia, kita juga pernah mendengar mengenai pengelolaan kota amal yang dikoordinir oleh jaringan terorisme.

Dengan adanya peristiwa ini, tentu kita harus semakin meningkatkan kewaspadaan dalam hal beramal. Tak perlu lagi memutus kebiasaan melakukan amal dalam bentuk penyaluran dana kekelompok panyalur dana. Hanya saja kita perlu melakukan cek ricek terlebih dulu, sebelum menyalurkan dana. Atau bisa juga dilakukan langsung ke orang yang bersangkutan, atau masjid, atau lembaga yang terdaftar.

Dan yang perlu kita waspada juga adalah, gejala virus radikal ini terus melebar dan menjalar ke berbagai lini kehidupan. Tidak hanya menyebar ke media sosial, lembaga pendidikan, lembaga dakwah, kini juga masuk ke lembaga penyalur dana. Ideologi radikal yang terus merubah bentuknya ini, merupakan bagian dari cara mereka untuk tetap eksis dalam menyebarkan propaganda radikalisme dan terorisme.

Ada yang terus menebar hoaks, hate speech, provokasi dan memecah belah umat. Tapi disisi lain ada juga yang terus melakukan regenerasi atau rekrutmen di kampus-kampus, masjid dan tempat-tempat lain. Sementara ada juga yang terus melakukan penggalangan dana untuk bisa membuat jaringan mereka survive. Mari terus tingkatkan kewaspadaan. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun