Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setop Politik Identitas, Waspada Upaya Pecah Belah

17 Juni 2022   23:28 Diperbarui: 17 Juni 2022   23:30 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

Sebentar lagi Indonesia akan memasuki tahun pemilu, 2024. Jelang tahun pemilu ini biasanya mulai ramai upaya saling cari simpati, atau upaya saling mencari dukungan. Bahkan tidak sedikit yang sudah mulai siap-siap untuk menebar provokasi, propaganda radikalisme, hingga berita bohong. Jika berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, masyarakat yang tidak tahu menahu bisa saling menebar kebencian, hanya karena menyerap informasi yang salah.

Jika kita melihat beberap minggu kebelakang, mulai ada pihak yang mendeklarasikan diri untuk maju menjadi capres 2024. Partai politik pun juga mulai memunculkan nama-nama yang akan diusungnya. Salah satu yang banyak menjadi pembicaraan adalah munculnya bendera mitip HTI dalam deklarasi anies baswedan. Polisi menyatakan bendera bertuliskan kalimat Tauhid yang disandingkan dengan bendera merah putih tersebut, bukan bendera HTI.

Seperti diketahui, pada 8 Juni 2022 lalu, kelompok yang menamakan dirinya 'Majelis Sang Presiden Kami' menggelar acara deklarasi dukungan Anies, untuk menjadi capres 2024. Sebelum acara dimulai, bendera yang mirip bendera HTI tersebut sudah ada. Setelah terjadi perdebatan, bendera tersebut akhirnya diturunkan.

Tidak tahu pasti apa motif dibalik semua itu. Polisi juga masih melakukan penyelidikan. Namun satu hal yang perlu kita waspadai, kelompok radikal terus memanfaatkan setiap peristiwa atau momentum, untuk dijadikan menunjukkan eksistensinya. Dalam konteks bendera mirip bendera HTI di deklarasi Anies, tanpa disadari membuat semua orang membicarakan mengenai organisasi terlarang tersebut. Kemunculan bendara tersebut juga merupakan bagian dari politik identitas, yang memang seringkali muncul ketika memasuki tahun politik.

Masih banyak orang memanfaatkan politik identitas untuk mendapatkan dukungan. Padahal politik identitas ini jelas bertentangan dengan kultur Indonesia yang majemuk ini. Masyarakat juga harus semakin cerdas, jika menghadapi politik identitas ini. Tidak perlu terprovokasi. Tidak perlu pula marah. Mari sikapi setiap provokasi ini dengan tenang. Ingat, jika kita semua tidak mudah terprovokasi, mereka akan kebingungan sendiri.

Politik identitas berpotensi untuk memecah belah keutuhan negeri ini. Contoh  misalnya ketika ada seorang calon yang belatar belakang non muslim, dianggap kafir. Lalu, muslim yang memilih calon tersebut dianggap kafir, dan diancam tidak akan disholatkan jika meninggal nanti. Kejadian ini bukanlah cerita, tapi pernah terjadi ketika pemilihan gubernur di DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Akibatnya, masyarakat saling curiga, saling ejek, bahkan berpotensi untuk saling bertika. Ketika kondisi begitu chaos, akan muncul pahlawan kesiangan yang menamakan dirinya khilafah. Konsep ini dianggap paling benar. Padahal, konsep tersebut jelas bertentangan dengan karakter masyarakat Indonesia yang beragam. Mari menjadi pribadi yang cerdas. Setop segala bentuk politik identitas, agar terhindar dari segala bentuk potensi perpecahan. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun