pandemi di Indonesia ini tentu tidak mudah. Sangat berbeda pendekatannya seperti negara-negara lain. Karakter manusia di Indonesia sangat beragam. Tidak hanya latar belakang suku dan budaya, agama dan bahasanya pun juga berbeda. Keberagaman itu pun akhirnya membuat pemahaman tiap orang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang digunakan seperti apa. Karena itu pula, pemahaman seseorang dalam memahami dan memandang covid-19 pun juga berbeda.
MengatasiKondisi semakin runyam, ketika dalam pemahaman yang beragam tersebut dibenturkan dengan hoaks, hate speech dan provokasi. Dan kenyataannya, di masa pandemi seperti sekarang ini masih saja ada pihak tertentu yang menebar bibit radikalisme tersebut. Masyarakt yang tingkat literasinya rendah terus diprovokasi untuk tidak menggunakan masker, karena dianggap tidak efekti. Bahkan ketika pemerintah menggalakkan vaksin, ada saja oknum tertentu yang menebar berita bohong, yang bisa membuat masyarakat mempunyai pemahaman yang keliru.
Mari kita membiasakan diri untuk mendengar, untuk saling memahami dan mengerti satu sama lain. Hal ini penting agar kita bisa tetap mempertahankan dan menularkan bibit toleransi di masa pandemi ini. Kenapa toleransi di masa pandemi penting? Karena sekarang ini banyak orang yang sok pinter, sampai akhirnya melahirkan pribadi yang egois dan tidak mau menghargai yang tua, tidak mau menghargai perbedaan, dan segala macamnya. Pribadi yang sok tahu itulah yang kemudian melahirkan kelompok yang eksklusif, yang merasa paling benar dan memandang orang lain sebagai pihak yang salah.
Dalam konteks pandemi, kelompok ini seringkali menyebarkan informasi-informasi yang menyesatkan di media sosial. Dengan berbagai cara dihembuskan bahwa pandemi ini rekayasa, tidak terjadi, karena itulah tidak perlu di vaksin dan menggunakan masker. Tapi ketika diantara mereka atau anggota keluarga, atau teman mereka yang terkena covid-19, seringkali mereka menyalahkan kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Sementara protokol kesehatan mereka sama sekali tidak menerapkan.
Akibatnya, pengendalian penyebaran covid di Indonesia sulit dilakukan. Karena banyak masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan, banyak yang tidak patuh menjalani PPKM, tidak mau menjaga jarak dan justru seringkal menciptakan kerumunan. Bahkan larangan untuk mudik ketika itu pun juga banyak yang melanggarnya. Akibatnya, Indonesia mengalami gelombang kedua covid-19. Kalau sudah begini, siapa yang rugi? Siapa yang menderita? Kita semua. Kok bisa? Karena pandemi ini juga telah membuat perekonomian terganggu. Banyak perusahaan gulung tikar dan melakukan pemutusan hubungan kerja.
Untuk itulah, mari kita saling bergandengan tangan. Hargailah keputusan pemerintah. Jika anjurannya dirumah, maka lakukan. Betul kita harus bekerja, tapi tetap kedepankan protokol kesehatan. Pemerintah tentu tidak akan diam. Berbagai stimulus dan kemudahan dilakukan, untuk menekan dampak negative ke sektor perekonomian.
Mari kita hadapi pandemi ini dengan tetap menjaga budaya dan kearifan lokal. Segala ucapan dan perilaku tetap kita jaga, agar kita tidak saling tuduh, tidak saling benci dan menghujat satu dengan yang lain. Ingat, virus corona bisa menyasar siapa saja, tidak memandang suku, agama, budaya dan bahasa. Siapa saja bisa terkena. Kearifan lokal mengajarkan untuk saling bantu antar sesama. Gotong royong mengajarkan untuk saling peduli satu dengan yang lain. Mari kita tetap kedepankan toleransi, agar bibit radikal yang disusupkan di masa pandemi ini tidak bisa mempengaruhi kita semua. Salam.