Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Rukun Bangun Bangsa

18 April 2019   16:14 Diperbarui: 18 April 2019   16:40 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai Pemilihan Umum Indonesia 2019 kemarin, ada pernyataan menarik dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Di beberapa media online Kalla mengatakan bahwa dia yakin Indonesia akan kembali rukun setelah Pilpres 2019.

Kenapa  bisa begitu ?

Kita tahu bersama bahwa Pemilu 2019 ini merupakan pesta demokrasi yang istimewa, karena penggabungan antara pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pilpres 2019. Dinamakan pula pemilu serentak. Di tahun-tahun sebelumnya, pemilu ini dilangsungkan terpisah dengan jeda sekitar dua sampai tiga bulan.

Serentaknya Pemilu kali ini memang berimplikasi besar karena membawa implikasi pada kerja-kerja kompleks dan rumit. Kerumitan pekerjaan Pemilu kali ini terutama karena banyaknya surat suara yang harus mereka coblos, sosialisasi caleg mulai dari tingkat nasional , DPR tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten. Begitu juga untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Karena sosialisasi Caleg yang perlu usaha khusus (karena masyarakat sering tidak mengenal mereka itu)

Karena itu kebanyakan para caleg mengandalkan efek ekor jas (coat --tail effect). Teori ini meyakini bahwa suara partai dapat terdongkrak karena pengaruh seorang atau dua figure dalam partai itu. Figur itu  bisa adalah capres atau cawapres yang diusung.

Indonesia punya pengalaman soal coat tail effect ini yaitu ketika Partai Demokrat yang didirikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono pada Pemilu 200 dan 2009. Partai yang baru berdiri pada tahun 2001 saat SBY menjadi menteri di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati.

Saat itu SBY yang dijuluki jenderal cengeng oleh Taufik Kiemas alm (suami Megawati) akhirnya mendapat simpati besar dari masyarakat karena saat itu Megawati  dinilai mengacuhkan SBY. Sikap ini membuat banyak orang malah lebih menyukai SBY dibanding Megawati. Elektabilitasnya melejit pesat dalam waktu singkat.

Dampaknya ternyata nyata. Selain Pemilu 2004 membuat SBY jadi Presiden, Partai Demokrat yang baru seumur jagung itu juga mendulang suara yang besar yaitu 7,45 % . Pada Pemilu 2009 lebih meningkat lagi yaitu 20,85 %.  Masyarakat memilih Partai Demokrat karena terpengaruh figure SBY tersebut.

Karena berharap coat- tail effect itu, para caleg juga ikut meramaikan kontestasi dua paslon itu sesuai dengan afiliasi koalisi masing-masing.  Seorang caleg dari PKB misalnya, berharap akan mendapat perhatian public dengan mengkampanyekan Capres Jokowi Amin, misalnya.  Begitu juga sebaliknya.

Kampanye yang berlangsung antara dua capres dan cawapres itu sangat sengit, sehingga para calegpun terjebak pada saling serang antar dua kubu karena perbantahan yang semakin sengit (khususnya di media sosial dan di televisi tertentu) akan membuat nama caleg itu akan lebih dikenal dan akhirnya kemudian terpilih.

Perbantahan itu ditengarai menyebabkan perpecahan dan situasi ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi persatuan Indonesia. Negara kita berdasarkan Pancasila dan berbhinneka Tunggal Ika , yang meski berbeda kita mengakui Kita seperti terbelah karena urusan Politik yang hanya 5 tahun sekali. Karena itu ucapan Jusuf Kalla menjadi relevan manakala Pilpres dan Pileg sudah berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun