Mohon tunggu...
SPC SAVAL
SPC SAVAL Mohon Tunggu... Jurnalis - School Pers Center

School Pers Center SMAN 1 Padalarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Observasi Lapangan ke Kampung Naga

8 April 2019   23:19 Diperbarui: 10 April 2019   10:22 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Senin, 01 April 2019, para siswa kelas 10 IPS SMAN 1 Padalarang melaksanakan kegiatan observasi lapangan Mata Pelajaran Sosiologi ke Kampung Naga, Tasikmalaya. Ada apa di Kampung Naga? Alasan mengapa Kampung Naga dijadikan tujuan kegiatan observasi ini yaitu  untuk mengetahui lebih jauh tentang adat istiadat penduduk yang masih menganut kebudayaan turun-temurun dari nenek moyangnya.  Sangat unik kan nama tempatnya, Kampung Naga. 

Oh iya, pasti teman-teman menggambarkan tempat tersebut penuh dengan gambaran naga? Itu lho, binatang yang dipercaya sebagai penunggu mata angin yang berpindah tiap hari atau tiap tahun dalam mitodologi Cina. Ohh itu sangat tidak tepat. Teman-teman jangan salah pemahaman mengenai nama Kampung Naga ini. 

Jadi,  nama Kampung Naga disini memiliki arti tersendiri yaitu Kampung = Perkampungan Naga = na Gawir (di Sungai). kata Kampung na Gawir ini di ambil dari Bahasa Sunda. Sepertinya teman-teman sudah tidak sabar untuk segera mengetahui informasi mengenai  Kebudayaan di Kampung Naga, ya? Kalau begitu, mari kita mulai penelitian  masyarakat Kampung Naga.

dok.silvia-ahmad
dok.silvia-ahmad
 Di atas telah di jelaskan mengenai arti kata "Kampung Naga." Nah, mungkin arti Kampung Naga itu hanya sebatas singkatan saja. Untuk mengetahui secara lebih rincinya, Kampung Naga itu adalah salah satu kampung adat yang masih mempertahankan kebudayaan nenek moyangnya di tatar Sunda dengan tujuan untuk melaksanakan tradisi/kebiasaan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun hingga saat ini.

Gapura Kampung Naga berada di samping jalan menuju arah Garut tetapi untuk kampungnya itu berada di wiliyah bawah. Untuk menuju ke perkampungannya kami harus menuruni tangga sebanyak 450 buah anak tangga. 

Wow.. betapa banyak dan melelahkan, bukan? Tetapi, karena rasa ingin tahu  yang sangat dalam terhadap kehidupan bermasyarakat di Kampung Naga ini, kami jalani semua rintangan itu. Bersyukur, kami dibimbing oleh para guru pembimbing yang dipimpin oleh Pak Febriant Musyaqori, para Wali Kelas 10 IPS 1-4 yaitu Sensei Rita Puspita Sari, Miss Dini Apriliani,  Bu Eri Setiari, dan Pak Risky Ashari, serta Pembina OSIS, Bu Elis Tinewati serta beberapa guru pembimbing lainnya yang Alhamdulillaah miliki tenaga yang sangat prima. Jadi, kami semakin semangat untuk tetap menuruni anak tangga yang wuiiihhh berlika-liku bagaikan seekor naga.

dok.silvia-ahmad
dok.silvia-ahmad
Masyarakat Kampung Naga hidup secara berkelompok. Berkelompok disini memiliki tujuan tersendiri, diantaranya agar terhindar dari serangan orang lain yang bukan penduduk dalam maupun luar Kampung Naga, serangan hewan buas maupun kejadian yang tidak diinginkan.

Dikarenakan dalam sebuah kelompok itu harus ada seorang pemimpin/penanggung jawab, maka masyarakat di sana membentuk 3 buah Lembaga Adat yang terdiri dari Kuncen (Pemimpin yang bertanggung jawab kepada masyarakat), Gunduh, dan Lebe (yang mengurus proses pemakaman orang yang meninggal).

Adapun mata pencahariaan mereka lebih mengandalkan kepada hasil alam yang dirawatnya yaitu sebagai petani. Mereka menanan tanaman yang memiliki harga jual, salah satu diantaranya adalah padi. Waktu untuk pemanenan padi berlangsung dalam 2 tahun sekali. Padi-padi tersebut biasanya di jual ke wilayah luar. 

Untuk peternakan mereka berternak ayam, ikan, dan kambing. Agar kehidupannya dapat terpenuhi, masyarakat Kampung Naga pun membuat beebagai macam kerajinan tangan yang sangat kreatif dan nantinya hasil karya tersebut dijual dengan harga yang sesuai dengan barangnya.

Kampung Naga ini bukanlah sekedar kampung dan tempat wisata yang dapat dikunjungi sesuka hati kita. Kampung ini adalah kampung yang unik. Keunikannya akan diuraikan di bawah ini.

Mereka memiliki aturan bagi pengunjung agar tidak boleh memasuki hutan larangan, hutan yang sangat dikeramatkan menurut kepercayaan mereka, memasuki ruangan Bumi Ageung, dan larangan jika kita ingin mengambil foto jangan menggunakan sandal maupun sepatu, Hahh??? Teman-teman pasti kaget ya? Kenapa tidak boleh? Teman-teman pasti bertanya-tanya, kan? Menurut para sesepuh di sana, Alasannya adalah jika kita akan mengambil jepretan foto itu harus menggunakan sebuah kamera, hehehehe.

Mereka hidup di sebuah rumah yang terbuat dari anyaman bambu yang atapnya terbuat dari jerami padi dengan penyangga rumah dari batang kayu. Selain bangunan rumah, mereka juga memiliki beberapa bangunan lainnya. Seperti Bumi Ageung (Penyimpanan Pusaka) dan Masjid (Tempat Ibadah). 

Hebatnya, di sini tidak ada sumber listrik. Untuk penerangan mereka mengandalkan sebuah obor. Rumah-rumah di Kampung Naga ini terbagi menjadi 3 ruang, yaitu ruang tamu, kamar, dan dapur. Hah? Jika 1 rumah hanya terdiri dari 3 ruangan saja, terus untuk sumber airnya, bagaimana ya? Eit ... Jangan panik begitu kawan... Nih, untuk air/toilet itu terletak di luar rumah yang keadaan toiletnya itu sangat sederhana.

Ada sebuah keunikan lain mengenai toilet di Kampung Naga :v ... Jadi, toilet di sini berada di atas kolam ikan. Jika kita sedang ingin membuang air besar, maka kotoran kita ini akan segera dilahap oleh ikan yang berada di kolamnya. Sangat unik bukan? Heheheheh.

dok.silvia-ahmad
dok.silvia-ahmad
Selain keunikan yang satu itu, masih banyak keunikan yang lainnya. Diantaranya dapat dilihat dengan jumlah bangunan rumah sebanyak 112 buah saja yang dihuni oleh 290 orang warga yang terdiri atas 145 orang perempuan dan 150 orang laki-laki, dengan jumlah keluarga sebanyak 101 Kepala Keluarga. Semua rumahnya sama berposisi saling berhadapan.

Bagaimana dengan keadaan sosial di sini? Ternyata, kondisi sosial warga Kampung Naga sangat erat satu sama lain. Kita ambil contoh ya... Seperti kebersamaan satu sama lain yang mungkin di kota-kota besar sudah luntur atau malah punah. 

Ketika di salah satu sebuah rumah mengeluarkan asap masak dan berbau sangat sedap, berarti pemilik rumah tersebut memiliki rezeki yang lebih dari cukup. Sedangkan rumah yang di dapurnya tidak mengeluarkan asap, maka diharuskanlah berbagi kepada warga yang tidak  memiliki makanan di dapur agar dapat berbagi kepada tetangganya. Karena sudah terbiasa dengan hal tersebut, maka telah dinyatakan bahwa kejadian itu sudah termasuk pada kebudayaan Kampung Naga. 

Selain kebudayaan, Kampung Naga juga memiliki sebuah tradisi yang sampai saat ini masih dipertahankan, diantaranya adalah Upacara Hajat Sasih, yaitu  upacara yang dilaksanakan bertujuan untuk selalu  diberi keselamatan oleh para leluhurnya.

Nah, teman-teman, setelah selesai meneliti kehidupan masyarakat Kampung Naga, kami dapat menyimpulkan bahwa Kampung Naga adalah sebuah Kampung adat Sunda yang masih kental akan kebudayaan serta tradisinya dengan hidup penuh dengan rasa kekeluargaan akan sebuah kesejahteraan bagi semua, serta dengan saling menjaga warisan nenek moyang dan keadaan alam sekitar, maka kebudayaan mereka akan berkembang lebih baik bahkan menjadi yang terbaik.

Pesan dari kami, "Hiduplah dengan penuh kesederhanaan. Jangan memandang terlalu atas. Coba pandanglah kehidupan di bawah karena "Kita disini kita tidak Gaya untuk Hidup tapi Hidup untuk Gaya."

Wallaahu a'lam bishshawab.

Reporter: Hasna Nida Hanifa (10 IPS 2)

Fotografer: Silvia Melviwania dan Ahmad Handy (10 IPS 2)

Tasikmalaya, 1 April 2109

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun