Mohon tunggu...
Sri Palupi
Sri Palupi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatulah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kebijakan Baru Amdal Pasca Disahkanya UU Cipta Kerja

21 Desember 2020   07:22 Diperbarui: 21 Desember 2020   07:56 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), Profesor Afri Awang Foto : jpnn.com

Omnibus law Undang-undang Cipta Kerja resmi sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020. Undang-undang ini mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) salah satunya berkaitan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Dilansir dari Kompasiana.com Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Amdal erat kaitannya dengan dampak lingkungan hidup, yaitu pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang disebabkan oleh suatu usaha atau kegiatan.

Amdal merupakan bagian fundamental dalam proses perizinan suatu usaha. Untuk memperoleh izin usaha harus didapat izin lingkungan hidup sendiri, izin lingkungan tidak dapat keluar ketika tidak memenuhi proses pembentukan amdal. Sejumlah pihak menilai terjadi perlemahan Amdal terutama dalam hal pengawasan lingkungan setelah adanya perubahan pada beberapa pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Pasca disahkanya Undang-Undang Cipta Kerja, terjadi perubahan subyek peran serta masyarakat dalam penyusunan Amdal yang membatasi pada masyarakat yang terdampak langsung saja. Pada UU Cipta Kerja tertulis perubahan dalam Pasal 26 Ayat (2) PPLH menjadi: "penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan".

Namun demikian, dilangsir dari Kontan.co.id dalam diskusi daring bertajuk "UU Cipta Kerja dan Pembangunan Berkelanjutan, Perspektif Lingkungan Hidup" yang digelar Institut Teknologi Indonesia (ITI) Tangerang Selatan beberapa waktu lalu, Profesor San Afri Awang, meluruskan kritik tersebut.

Profesor San Afri Awang memaparkan bahwa pemerhati lingkungan dan LSM tetap dilibatkan dalam proses Amdal. Penyusunan Amdal dilakukan oleh pemrakarsa,  masyarakat yang dilibatkan adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dan LSM Pembina langsung masyarakat. Adapun dalam penilaian Amdal Tim Uji Kelayakan (TUK) yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan ahli bersertifikat melibatkan masyarakat terdampak langsung, LSM pembina masyarakat terdampak langsung dan pemerhati lingkungan termasuk pihak perguruan tinggi.

Selain perubahan pada pasal tersebut, UU Cipta Kerja juga menghapus beberapa Pasal dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Diantaranya penghapusan Pasal 26 Ayat (2) UU PPLH yang menyebutkan bahwa pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Kemudian Pasal 26 Ayat (4) yang semula mengatur bahwa masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal. Sehingga saat ini masyarakat tidak lagi memiliki hak untuk protes atau keberatan terhadap dokumen Amdal pada suatu proyek.

UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan mengenai pembatalan izin lingkungan oleh pengadilan. Semula, ketentuan itu diatur melalui Pasal 38 UU Lingkungan Hidup yang menyebut, Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha Negara.

Selain itu UU Cipta Kerja juga menghapus keberadaan Komisi Penilai Amdal. Semula, komisi ini diatur dalam Pasal 29, 30 dan 31 UU Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 29 UU Lingkungan Hidup disebutkan, Komisi Penilai Amdal dibentuk oleh menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dan bertugas melalukan penilaian dokumen amdal.

Namun demikian, UU Cipta Kerja selanjutnya mengatur ketentuan baru mengenai tim uji kelayakan lingkungan hidup yang dibentuk oleh lembaga uji kelayakan lingkungan hidup pemerintah pusat. Perubahan terhadap Pasal 24 Ayat (3) dalam UU Cipta Kerja menyebutkan: tim uji kelayakan lingkungan hidup terdiri atas pemerintah pusat, pemerintah daerah dan ahli bersertifikat. Selanjutnya, Ayat (4) pasal yang sama pembantuan, pemerintah pusat atau pemerintah daerah menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan uji kelayakan lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun