Mohon tunggu...
SPA FEB UI
SPA FEB UI Mohon Tunggu... Akuntan - Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Faculty of Economics and Business Universitas Indonesia (FEB UI) is a student organization in FEB UI whose member are its accounting students. SPA FEB UI was established on August 22nd, 1998. Initially, SPA was a place for accounting students to study and focus on accounting studies. Nowadays, SPA has grown to become an organization which is not only a place to study and discuss about accounting issues, but also a place for accounting students to develop themselves through non-academic opportunities. Furthermore, SPA builds networks and relation to other communities, such as universities, small medium enterprise, academicians, and practitioners. Through these project, SPA always tries to give additional values to its stakeholders, especially FEB UI accounting students.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Government's Effort in Preventing "Dana Desa" Leakage through Auditing Actions

24 Mei 2021   06:50 Diperbarui: 24 Mei 2021   07:49 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program Dana Desa yang bersumber dari APBN (selanjutnya disebut Dana Desa) telah dilangsungkan sejak tahun 2015 untuk pembangunan manusia serta infrastruktur desa-desa di Indonesia. Pada tahun 2019, pemerintah pusat mengucurkan Rp70 triliun kepada hampir 75 ribu desa sehingga rata-rata setiap desa menerima Rp934 juta. Besarnya anggaran yang dialokasikan menunjukkan pentingnya pengawasan pemerintah terhadap penyaluran dan penggunaan Dana Desa ini. Pengawasan ini dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas audit, seperti audit kepatuhan, yaitu pengecekan kesesuaian pelaksanaan program dengan peraturannya, serta audit keuangan. Kekolektifan aktivitas audit tentunya diharapkan mampu mencegah terjadinya kebocoran sehingga dapat meningkatkan efektivitas dari Dana Desa.

dokpri
dokpri

Penyaluran Dana Desa dan Usaha Pencegahan Kebocoran

Dana Desa disalurkan pemerintah pusat (Rekening Kas Umum Negara/RKUN) kepada setiap desa (Rekening Kas Desa/RKD) melalui pemerintah kabupaten/kota (Rekening Kas Umum Daerah/RKUD). Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban untuk memberikan dokumen persyaratan pencairan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) agar anggaran dapat ditransfer dari RKUN menuju RKUD. Jika dokumen tersebut tidak diberikan hingga akhir tahun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak akan menyalurkan Dana Desa pada tahun berjalan dan dana tersebut tidak dapat disalurkan kembali pada tahun berikutnya.

Setelah sampai pada RKUD, pemerintah kabupaten/kota wajib mencairkan Dana Desa kepada RKD apabila desa telah melengkapi seluruh dokumen persyaratan. Kesalahan pemerintah kabupaten/kota dalam pencairan seperti keterlambatan atau ketidaksesuaian besaran dana akan berimplikasi pada pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/kota yang bersangkutan oleh Kemenkeu. Pemotongan dilakukan sebesar jumlah Dana Desa yang pencairannya terlambat ataupun tidak sesuai.

Selain itu, tidak semua desa penerima mencairkan Dana Desa dari RKUD. Fenomena yang disebut 'desa hantu' oleh pemerintah ini merugikan negara karena penyerapan anggaran tersebut menjadi tidak maksimal. Pemerintah dapat mendeteksi fenomena tersebut melalui Sistem Informasi Pengembangan Desa (Sipede) hasil pengembangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Keberadaan desa-desa hantu direspons dengan penghentian penyaluran Dana Desa pada tahun berikutnya.

Pengawasan terhadap Penggunaan Dana Desa

Setiap desa penerima Dana Desa diharuskan untuk menggunakan dana tersebut sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang telah disetujui oleh bupati/walikota. Kemenkeu telah memberikan wewenang kepada bupati/walikota untuk memotong Dana Desa tahun berikutnya bila akumulasi sisa, baik sisa tahun berjalan maupun sisa tahun sebelumnya, melebihi 30%.

Dalam rangka memastikan tujuan Dana Desa tercapai, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) bertanggung jawab untuk mengawasi kepatuhan penggunaan dana tersebut. Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota selaku APIP menggunakan Pedoman Pengawasan Dana Desa dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengacu pada Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia hasil keluaran Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). Sebagai sumber data untuk bukti audit, APIP dapat menggunakan dokumen administratif dan keuangan hasil unggahan pemerintah desa di Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), sebuah aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, investigasi lapangan juga dapat dilakukan untuk memvalidasi data. Pengawasan ini sendiri dilakukan dengan metode sampling sehingga tidak semua desa akan diawasi oleh APIP. Hasil dari pengawasan tersebut adalah pemaparan bukti pengelolaan keuangan yang sudah efektif dan permasalahan yang masih ada disertai dengan saran pengelolaan keuangan terhadap desa yang diawasi.

Selain pengawasan yang dilakukan oleh APIP, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga turut mengambil bagian dalam pemeriksaan keuangan atas pengelolaan Dana Desa. Pada tahun 2019, BPK memeriksa desa-desa hanya pada empat kabupaten, yakni Kabupaten Badung, Bangli, Bulukumba, dan Wajo, dengan kesimpulan bahwa pengelolaan Dana Desa telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian. Kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan permasalahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, nilai yang dianggap bermasalah pada keempat kabupaten tersebut mencapai Rp1,37 miliar.

Instansi pemerintahan lainnya yang terlibat dalam kegiatan pengawasan antara lain adalah Kejaksaan Agung, Satgas Dana Desa, dan Kepolisian RI. Salah satu keterlibatan Kejaksaan Agung adalah pengembangan aplikasi "Jaga Desa" yang tengah dilakukan bersama Kemendesa PDTT dalam rangka meningkatkan serapan Dana Desa. Selain itu, Kemendesa PDTT telah membentuk Satgas Dana Desa yang bertujuan untuk percepatan dan ketepatan terkait Dana Desa. Satuan tersebut turut menangani laporan masyarakat melalui pemberian advokasi. Bila terdapat penemuan yang terindikasi merupakan tindakan kriminal, kasus tersebut akan dilimpahkan kepada kepolisian setempat. Ketika kepala desa telah ditetapkan oleh kepolisian sebagai tersangka atas penyalahgunaan Dana Desa, penyaluran dana akan dihentikan oleh Kemenkeu hingga pencabutan status tersangka atau adanya putusan pengadilan.

Meskipun demikian, pelaksanaan audit kepatuhan oleh instansi-instansi yang telah disebutkan sebelumnya belum bisa memberikan jaminan sepenuhnya bahwa penggunaan Dana Desa bebas dari penyelewengan. Terlebih lagi, belum semua desa telah memahami dan melaksanakan kewajiban dalam menggunakan dan melaporkan dana, termasuk memaksimalkan penggunaan aplikasi Siskeudes. Sementara itu, keharusan untuk mengirimkan berbagai dokumen untuk pencairan dan pelaporan ditujukan untuk pencegahan kebocoran Dana Desa. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak bimbingan dari instansi terkait khususnya Kemendesa PDTT. Selain aktivitas audit kepatuhan, aktivitas audit keuangan juga perlu ditingkatkan pada sampel yang lebih banyak agar publik serta pemerintah memperoleh lebih banyak gambaran mengenai daya guna dan permasalahan Dana Desa. Dengan demikian, berbagai tindakan korektif dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaiki pelaksanaan program Dana Desa sehingga semakin mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat tidak hanya dari sisi agregat, tetapi juga keseluruhan aspek desa.

Penulis:
Dominic Finian Gunawan
Ditulis pada: 5 Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun