Mohon tunggu...
SPA FEB UI
SPA FEB UI Mohon Tunggu... Akuntan - Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Faculty of Economics and Business Universitas Indonesia (FEB UI) is a student organization in FEB UI whose member are its accounting students. SPA FEB UI was established on August 22nd, 1998. Initially, SPA was a place for accounting students to study and focus on accounting studies. Nowadays, SPA has grown to become an organization which is not only a place to study and discuss about accounting issues, but also a place for accounting students to develop themselves through non-academic opportunities. Furthermore, SPA builds networks and relation to other communities, such as universities, small medium enterprise, academicians, and practitioners. Through these project, SPA always tries to give additional values to its stakeholders, especially FEB UI accounting students.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

2040: Menerawang Masa Depan Seorang Akuntan

15 Mei 2021   19:31 Diperbarui: 15 Mei 2021   19:37 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akuntansi merupakan proses mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi, dan mengikhtisar kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan informasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan oleh para stakeholder. Seiring dengan perkembangan teknologi, pekerjaan ini semakin memperoleh kemudahan terutama dengan lahirnya komputer dan perangkat lunak pengolah data keuangan. Produk teknologi ini kemudian mengambil alih tugas-tugas 'tradisional' yang sebelumnya harus dikerjakan secara manual oleh para akuntan. Lalu, bagaimana para akuntan harus menyikapi situasi ini?

Di tengah opini publik bahwa profesi akuntan tetap akan krusial dan tidak mungkin digantikan oleh mesin, muncul kekhawatiran terutama dari para ilmuwan di Inggris. Mereka berpendapat bahwa dalam kurun waktu dua puluh hingga tiga puluh tahun ke depan, perusahaan tidak perlu lagi merekrut manusia untuk mengerjakan pencatatan keuangan mereka karena tugas ini sudah sepenuhnya dikerjakan oleh robot. Tentu kondisi serupa tidak hanya dialami profesi akuntan saja. Menurut Profesor  Moshe Vardi dari Rice University in Houston,  setidaknya 50% pekerjaan yang ada di dunia ini akan diambil alih oleh robot[1].

Argumen serupa juga disampaikan akademisi Oxford University Michael Osborne dan Carl Frey melalui kalkulator online ciptaan mereka yang mampu menghitung seberapa besar resiko sebuah profesi mengalami otomatisasi. Hasilnya, akuntan bersertifikasi memiliki resiko sebesar 95% mengalami otomatisasi dalam dua dekade ke depan. Adapun metodologi yang mereka gunakan untuk mengukur adalah ketanggapan sosial, kebutuhan negosiasi dan persuasi, tuntutan membantu dan menolong sesama, orisinalitas, ketangkasan, seni dan kreativitas, serta kebutuhan untuk bekerja di ruangan yang sempit. Menurut kalkulator ini, pekerja sosial, perawat, terapis, artis, desainer, insinyur, serta posisi manajerial perusahaan memiliki kemungkinan lebih rendah untuk digantikan oleh robot[2].

Meskipun belum ada studi yang secara gamblang menyatakan rentang waktu yang pasti mengenai kapan profesi akuntan akan diakuisisi mesin, tetapi beberapa profesi mulai mengalami pergeseran ini. Di Tiongkok dan Jepang, misalnya, robot mulai diberdayakan sebagai pelayan restoran dan resepsionis hotel. Beberapa brand seperti Burberry and Forever 21 sudah menggunakan model holografis yang berjalan di catwalk.

Andrew Anderson dari Celaton, perusahaan pengembang artificial intelligence di Inggris, menyatakan bahwa  teknologi berkembang lebih cepat dan itu berarti tampaknya robot akan 'mencuri' pekerjaan manusia lebih cepat dari perkiraan. Hal ini memicu banyak ilmuwan termasuk Elon Musk dan Stephen Hawking menandatangani surat terbuka yang meminta agar penelitian artificial intelligence tidak akan merusak eksistensi kemanusiaan. Artificial Intelligence (AI) seringkali digambarkan oleh para ilmuwan sebagai 'musuh yang lebih berbahaya daripada senjata nuklir'[3].

 

Bagaimana menurut para akuntan?

Meskipun dianggap berada di tengah ketidakpastian, para akuntan seolah-olah tidak ambil pusing dengan perkembangan teknologi mutakhir ini. Bhumi Jariwala, asisten editor IFAC Global Knowledge Gateway, dalam tulisannya Exploring  Artificial Intelligence and the Accountancy Profession : Opportunity, Threat, Both, Neither? berpendapat bahwa teknologi telah mengambil alih banyak pekerjaan akuntan sebelumnya seperti pengumpulan data akuntansi, pajak, dan audit, serta menyediakannya pada pengambil keputusan. Lahirnya AI di bidang akuntansi nanti, yang ia kutip dari laporan Association of Chartered Certified Accountants (ACCA), akan sangat memudahkan profesi akuntan dan kemudian mengubah profesi akuntan itu sendiri dari bookkeeper menjadi advisory service. Meskipun tidak menepis pernyataan The Economist yang memprediksi 94% kemungkinan bahwa AI akan menyebabkan akuntan kehilangan pekerjaan, Jariwala sependapat dengan tulisan Alan Turning, seorang ahli komputer Inggris, bahwa daripada menghindari ketidakpastian, lebih baik para akuntan memikirkan potensi yang dapat diambil dari kemajuan ini[4].

Jonathan Poston dalam artikelnya Can Software Really Replace Accountants? bependapat kalau akuntan tidak akan menghilang hanya karena perkembangan teknologi. Hal sebanding dengan tidak SBOQQ.io Domino 99, Agen Bandarq, Domino Qiu Qiu, Capsa Online hilangnya institusi perguruan tinggi meski telah tersedia layanan Massive Open Online Courses (MOOC), dan profesi akuntan juga tidak menghilang meski sudah ada otomatisasi pencatatan kewajiban pajak. Walaupun tentu hal itu ikut berpengaruh sebagaimana aplikasi Uber mengguncang bisnis taksi konvensional[5].

Di dalam sebuah artikel di Going Concern, Chris Hooper menjabarkan skill yang perlu diperhatikan para akuntan untuk menghadapi era komputerisasi. Dalam tulisan pribadinya, Hooper menyarankan para akuntan untuk fokus kepada aspek humanis seperti sales, leadership, dan client relationship management. Ketiga hal ini sangat sulit untuk dikomputerisasi sehingga dapat meningkatkan daya saing akuntan[6].

Senada dengan Hooper, Managing Director Xero UK Gary Turner percaya bahwa para profesional yang memahami bisnis, dalam hal ini akuntan, tidak akan tersingkir. Yang perlu bandarq mereka lakukan adalah menguasai teknologi, atau paling tidak, mempelajarinya. Turner dan Hooper menggambarkan, perkembangan teknologi ibarat ombak. Jadi daripada berpikir untuk melawannya, lebih baik para akuntan menyiapkan papan seluncur (konotasi dari pemahaman teknologi) dan berseluncur mengikuti arus tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun