Tahun 2016 aku menyamar menjadi pembantu di rumah Bu Meysim. Bermula karena ingin menghilangkan rasa kecewa. Aku kecewa dengan mantanku karena selalu mencurigai dan kurang percaya dengan kesetiaanku. Akhirnya,hubungan dengannya tak bertahan. Aku mencoba menghilangkan rasa kecewa, kutrima tawaran Rotupa untuk menjadi pembantu paruh waktu. Pekerjaan paruh waktu kumulai jam tiga sampai jam delapan malam. Tepat bulan Maret aku bekerja di rumah itu. Sebenarnya aku kurang ahli mengemas pakaian, rumah, dan masakan. Aku berusaha mengerjakan pekerjaan di rumah itu dengan bersih dan rapi. Tiba-tiba panggilan Bu Meysim menyapa telingaku. “Vi, tolong rapikan kamar yang di loteng?”
“Ya, Bu”. Teriakku. Kumulai menaiki anak tangga. Di lantai dua hanya terdapat dua kamar, mataku menyapu bersih ruangan itu. Perlahan kubuka kamar pertama. Mataku terperanjat karena terlihat rapi dan bersih. Aku mengamati foto yang terpajang di meja dan dinding. Wajah yang gagah dengan mengenakan dinas kedokteran tersenyum bersama temannya. Wajah itu terlihat keras, mungkin usianya sekitar 38 tahun. Meski usia tua, tetap terlihat muda. Kurebahkan tubuhku sambil membaca buku kesehatan yang terletak di meja. Asyiknya membaca tak kusadari berdiri sosok pria yang ada dalam foto. Segera kuberanjak dan menjerit.
“Kamu siapa? Berani sekali membuka kamar saya. Kamu itu siapa?” tanyanya sambil menarik lenganku dan membentakku. Bu Meysim segera berlari menuju ke arah kami. Bu Meysim langsung melepaskan tanganku dari lelaki itu.
“Sovi sekarang jadi pembantu kita Tio.” Bu Mesysim memperkenalkanku kepada putranya.
“Kalau begitu, tolong kamu rapikan kamar saya tanpa mengganti posisinya. Ingat itu ya,” Ucapnya ketus dan membanting pintu.
“Jangan khawatit Vi. Tio itu memang begitu. Kamu harus sabar ya, jangan diambil hati. Sekarang kamu beresi itu dapur.”
“Ya, Bu.” Kakiku agak lemas saat melihat pria itu. Menurutku dia itu sombong. Aku kurang suka melihat sikapnya yang angkuh. Tetapi, aku harus bertahan di rumah itu agar rasa kecewaku hilang saat mengingat sang mantan, dan sang mantan dapat kulupakan.
Aku beraksi di dapur. Memasak nasi dan lauk, kukerjakan dengan baik. Kurapikan meja makan kusediakan hidangan di meja. Ibu Meysim duduk manis, menungguku melayani mereka. Suara bel memanggil. Segera Aku berlari membuka gerbang. Mobil Avanza mulai meringsek masuk. Pria seumuran 65 tahun turun dari mobil, pria itu terkejut melihatku.
“Siapa kamu”, Tanya pria itu.
“Sovi, saya pembantu baru”.
“Oh…pembantu baru”.