Mohon tunggu...
David
David Mohon Tunggu... Pengacara - Pemikir & Pembelajar

Pluralism

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Bunga di Balai Kota

27 April 2017   19:23 Diperbarui: 28 April 2017   04:00 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, di Jakarta diselenggarakan Pilkada dimana masing-masing pasangan calon bertarung menempati posisi sebagai Gubernur DKI Jakarta, Pilkada Jakarta tidak hanya membuat Ibu Kota bergejolak, tapi juga membuat seluruh Indonesia "panas". Bagaimana tidak panas? Yang terjadi Tidak hanya perang antarpartai politik pengusung pasangan calon, tapi juga terjadi intrik dan benturan antar kelompok dan agama yang dipicu pernyataan salah satu calon (Ahok) yang dinilai melakukan Penistaan Agama.

Terlepas dari kasus yang menimpa Ahok, kebenaran tentang bagaimana Ahok saat menjabat Gubernur di Jakarta juga harusnya jangan ditutupi oleh kasus abal-abal yang masih perlu dibuktikan di Pengadilan. Lihat saja selama proses pengadilan berlangsung yang ada hanya mempertontokan komedi konyol yang diperankan orang-orang tidak waras bersumbu pendek. Banyak saksi-saksi, khususnya saksi pelapor, yang memberi kesaksiannya di persidangan tapi malah cenderung memperlihatkan kesalahan yang telah mereka perbuat dengan dalil-dalil yang tidak masuk akal.

Mungkin, saking kuatnya Ahok untuk dapat dikalahkan atas kinerjanya sejauh ini yang terbukti nyata bahkan sedang dinikmati warga Jakarta, malah orang-orang tidak waras ini mencari-cari celah kesalahan dari seorang Ahok. Maka jadilah Ahok yang lagi-lagi bagi orang waras, tentu tidak rasional untuk disalahkan hingga proses hukum di Pengadilan. Ironis!

Ahok sudah membuktikan bahwa kinerjanya bagus dan benar-benar nyata, bukan janji belaka. rincian bukti kerja dari Ahok tidak dapat saya jelaskan secara keseluruhan, tapi selama saya di Jakarta, yang saya rasakan adalah banjir Jakarta sudah menurun drastis, sungai mulai bersih, jalanan bersih, birokrasi lebih profesional. Selain itu Ahok bisa ditemui setiap pagi di Balai Kota oleh Warga DKI yang berkesempatan menyampaikan keluhan atau unek-uneknya secara langsung serta ditindak langsung oleh Ahok.

Namun apa daya saat kekalahan Pasangan Ahok-Djarot dalam Pilkada Gubernur DKI Putaran Kedua tanggal  19 April 2017 yang begitu menguras emosi jiwa,  Warga DKI turut antusias berekspresi lewat Floriography atau dalam bahasa Jepang dikenal sebagai Hanakotoba yang adalah sebuah bentuk komunikasi menggunakan bunga. Di Indonesia kita menyebutnya Bahasa Bunga. Selain sebagai bentuk keindahan, Bunga seringkali digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau pesan.

Ungkapan dan perasaan yang tertulis di karangan bunga yang terpampang di sekitaran Balaikotapun bermacam-macam, mulai dari ucapan terima kasih hingga gagal move on. Namun makna yang terkandung dari Bahasa Bunga ini tidak lain atas dasar inisiatif Warga DKI yang tidak melupakan kebenaran maupun apa saja hal baik yang telah Ahok kerjakan untuk Jakarta. Dari hal tersebut tergambar jelas bahwa selama Ahok  dalam memimpin Jakarta,  memakai hati nurani, mata, telinga, atas  kerja nyata untuk Jakarta.

Namun jika ada yang berprasangka bahwa Bunga-bunga tersebut adalah hasil settingan maupun pencitraan belaka, maka orang-orang tersebut begitu dangkal, sempit dalam nalar dan logika berpikirnya. Ini sebuah Fenomena di mana Warga DKI Jakarta mengirim karangan bunga ke Balai Kota sebagai bentuk rasa cinta dan terima kasihnya kepada figur kepemimpinan dan keteladanan pasangan fenomenal Ahok-Djarot.

Hal seperti ini belum pernah terjadi di era Gubernur Dan Wakil Gubernur sebelum Ahok-Djarot. Kalaupun ada, itu karena menang, bukan kalah. Karangan bunga yang dikirim pun biasanya dikirim oleh lembaga negara terkait, para pejabat atau para pengusaha untuk kepentingan sendiri atau berdasar pesanan. Beda dengan karangan bunga yang diperuntukkan untuk Ahok-Djarot. Saya rasa ini asli tergerak dari  dan hasil swadaya warga DKI Jakarta, dan sangat jelas karangan bunga yang berasal dari berbagai kalangan adalah bukti nyata Ahok-Djarot lebih dicintai daripada penggantinya.

Dan bagi saya secara pribadi sangatlah tidak tepat jika seorang Ahok diklasifikasikan sebagai biang rusuh, tukang gusur dan sebagainya, Kinerjanya merupakan penegasan dari Peribahasa Latin Si vis Pacem Para Bellum!. Ya, Beliau adalah figur Perdamaian yang dalam perjuangannya kerap kali bahkan menjadi peperangan antara kebaikan dan kejahatan, yang merupakan jalan keras demi keadilan untuk melawan pemerintahan yang jahat, korup, dan tidak adil. Karena dalam mengimpartasi perdamaian bukanlah proses penjinakan daya kritis masyarakat, tetapi merupakan usaha bersama memerangi musuh bersama, yakni ketidakadilan, kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama, serta kebohongan publik yang mencekik leher kaum papa miskin.

Sungguh hebat dan Respect terhadap Pasangan Ahok-Djarot yang tentunya sebagai manusia dari kelebihan-kelebihannya tidak lepas dari kekurangan yang dimiliki, namun kiranya dapat menjadi Inspirasi untuk para Pemimpin dalam berkarya di Republik ini. Aksi aspiratif yang dilakukan Warga DKI dengan Bahasa Bunga di Balai Kota pun merupakan tindakan yang Elegant dibanding aksi-aksi sebelumnya yang tidak perlu saya sebutkan satu persatu. Salut juga untuk siapapun, baik secara pribadi maupun kelompok yang tergerak untuk mengirim karangan bunga untuk Pasangan Ahok-Djarot.

Salam,

Tuhan Memberkati

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun