Aku mungkin ibu yang kewalahan menghadapi si kecil Husain. Ia anak lelaki yang usianya baru masuk delapan tahun.Â
Hari-hari dilaluinya seperti anak lainnya. Pergi sekolah, pulang, membereskan perangkat sekolah, bersiap Zhuhur, lalu istirahat siang, ia mulai menyiapkan aktivitas sekolah besok, atau menggambar, terkadang bermain di kebun menanam bermacam-macam bumbu dapur dan tanaman keras lainnya.Â
Usai mandi sore ia akan berpamitan ke masjid untuk sholat Magrib dan Isya, terkadang ia menunggu Sang Ustadz memberikan tausiyah.Â
Pulang ke rumah, ada semacam ritual bercerita kegiatan apa saja yang sudah Husain lakukan. Disela-sela itu, ibunya harus menyiapkan radar berpikir, aneka rupa pertanyaan akan menyembul di sela-sela cerita yang ia ceritakan.Â
Ibunya seperti kamus berjalan yang harus jujur menjawab. Misalnya, ia bertanya tentang rumput teki, rhizoma, lalu ia bertanya mengapa tanaman Katuk itu bisa diperbanyak melalui batang. Bukan daun saja yang dimanfaatkan sebagai perbanyak tanaman.
Untungnya kami tinggal di hutan, tepatnya di talang (kebun yang jauh dari perkampungan dalam Bahasa Lahat). Kuajak ia ke kebun menyebutkan rhizoma seperti yang ditanyakan, menjelaskan manfaatnya bagi tumbuhan. Lalu mengambil biji, batang dan daun. Memberikan contoh tanaman yang berkembang biak dengan biji, batang badan daun.
Semua orang bisa membayangkan bahwa ibu harus bisa membuat imajinasi anaknya bermain, sekaligus belajar dengan memanfaatkan dunia nya. Membuat petak kecil untuk kebun bumbu milik Husain. Memanfaatkan barang bekas sebagai tempat pembuatan pupuk organik, dan banyak macam lainnya.
Suatu hari aku kehabisan cerita untuknya. Saat itu aku jatuh sakit dan hanya tergeletak pasrah di atas kasur memegang buku. Lembaran yang kubuka sampai pada Bab IV : Cerita Tupai dan Ikan Oeroen, dari buku Meniti Jejak Rumbai di Lampung : Zollinger, Kohler, PJ Beth karya Frieda Amran.Â
Cerita Tupai dan Ikan Oeroen ini gambaran persahabatan susah dan senang antara ikan Oeroen (sejenis ikan gabus) dan Tupai.
Husain bisa menarik benang merah sendiri tentang mengasihi sesama mahluk hidup. Lalu bukan aku yang membaca, tapi ia menjagaku yang sakit dengan membacakan beberapa cerita di buku ini.
Tidak pernah kurencanakan memiliki anak-anak yang suka membaca sedari kecil. Tapi sejak dalam kandungan, memang aku lebih banyak membaca, membuat karya tulis, belajar dan menulis cerita rakyat Lahat.