Mohon tunggu...
Ridwan Arrayan Hamzar
Ridwan Arrayan Hamzar Mohon Tunggu... Freelancer - Ini adalah sebuah keterangan profil.

Mahasiswa. Penulis. Suka kucing.

Selanjutnya

Tutup

Drama

Einer Soful Sang Penyihir

25 Januari 2016   20:45 Diperbarui: 25 Januari 2016   21:26 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam cara yang sedikit tidak biasa, bumi memiliki penyihir
Seperti biasa, penyihir mempunyai kekuatan,
Tapi, penyihir yang terkuat sekalipun,
memiliki kekuatan yang terbatas,
Namanya Einer Soful,
Dan dia seorang penyihir
*
Kematian
Bagi orang biasa, mungkin merasa bahwa itu adalah hal yang menyedihkan
Bagi penyihir, itu lebih seperti lemparan dadu oleh orang mabuk
Bagi Einer Soful, dadunya dilemparkan, tapi tidak pernah berhenti
Tetapi, Einer Soful sendiri tidak pernah tahu siapa yang melemparkan dadunya.
Kecuali dalam satu kejadian,
Dan kejadian inilah yang akan diceritakan
*

“Kapten! Kapten Jaycel! Kita punya tamu!” Seorang awak kapal berlari disepanjang dek, melewati setengah lusin orang yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Dia memanjat pegangan tangga dan melompat terbalik, mendarat di belakang seorang lelaki berjanggut coklat, kapten kapal ini.

“Kapten, kita punya tamu!” Sang awak kapal mengulang perkataannya, berdiri dengan sigap di belakang sang kapten. Sang kapten, yang setengah tertidur, terbangun, dan menguap dengan malas.
“Hoahm, tidakkah kamu liat kapten kesayangan kamu ini sedang tidur dengan enak-enaknya? Ah, aku harus meninggalkan Valiettaku tersayang. Nah, sekarang, apa ini tentang tamu? Kita tidak mungkin punya tamu, kita ini di tengah laut!” Sang kapten mulai mengomel pada si awak kapal.

“Ma-Maaf Kapten! Tapi, ada orang yang mengaku bahwa dia mengenal Kapten dengan baik. Dia baru saja datang.” Kapten Jaycel menaikkan alis pada pernyataan sang awak kapal, dan langsung terbangun sepenuhnya, akalnya menajam setelah kantuknya menghilang.

“Dia bilang dia mengenalku? Apakah namanya Freodo, Kapten Armada Deudue akhirnya memutuskan untuk memberikanku pangkat itu? Atau, mungkin itu Fellayne, Ratu Perompak Jati yang ingin memberikan sebuah pekerjaan lagi?” Kapten Jaycel melihat pada awak kapalnya, tetapi awak kapal menggelengkan kepalanya.

“Bukan kapten. Dia tidak memberikan namanya. Dan juga kami rasa dia lebih penting daripada kapten armada manapun atau bahkan ratu perompak.” Kapten Jaycel menaikkan alisnya lagi pada pernyataan awak kapalnya, memikirkan entah awaknya akhirnya menjadi gila, atau mungkin orang ini memang sangat penting.

“Baiklah, aku ingin bertemu dengan orang ini. Dimana dia sekarang?” Sang kapten merapikan bajunya sebaik mungkin, memasang topinya pada sudut yang rendah, dan membetulkan ornamen-ornamen kepahlawanan yang masih terpasang. Kapten Jaycel melihat pada awak kapalnya, dan menunjukkan penampilannya. Awak kapalnya hanya mengacungkan jempol, lalu melompat dari tempatnya dan turun ke dek.

Kapten Jaycel memikirkan betapa konyolnya perilaku awak kapal itu, lalu mulai berjalan turun ke dek, mencari-cari dimana orang penting tersebut mungkin berada. Dia bertanya pada beberapa awak kapal, tapi mereka hanya menatapnya dengan mata yang aneh dan kembali bekerja. Bingung, Jaycel menuruni dek dan memeriksa setiap kabin, setiap kali nihil hasilnya.

Merasa ditipu, Kapten Jaycel berjalan keluar dari dek bawah, dan sedang menyiapkan sebuah hukuman untuk awak kapal tersebut, ketika, awak kapal yang sedang dipikirkan tiba-tiba muncul, dari dalam kabin sang kapten. Terkejut, sang kapten melamun untuk beberapa detik sebelum mengingat kemarahannya.

“Kamu! Kamu sengaja menipu kapten kamu! Aku terlihat seperti orang bodoh! Apakah kamu tidak tahu, bahwa selama kamu masih di kapal ini, kamu ini adalah milikku! Aku boleh melakukan apapun, dan itu termasuk hukuman. Jika kamu masih punya otak, kamu akan meminta pengampunan, dan mungkin, mungkin saja, pada saat kamu melarat dalam hukumanku, aku akan meringankannya.” Kapten Jaycel meluncurkan kemarahannya pada awak kapalnya, pikirannya yang panas tidak melihat seringai kucing sang awak kapal, atau cahaya putih remang-remang di sekitarnya.

“Ah, maafkan aku kapten. Sepertinya orang penting tersebut harus pergi terburu-buru, sebelum kemarahan Kaisar Laut datang dan menghancurkan kapalmu. Dia ada memberikan beberapa kalimat untuk disampaikan sebelum dia pergi Kapten. Apakah Kapten ingin mendengarkannya?” Sang awak kapal bertanya dengan nada bermain-main, senyumnya tidak pernah membesar, dan juga tidak pernah mengecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun