Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menatap Bijak Amnesti Pajak

3 Oktober 2016   13:08 Diperbarui: 3 Oktober 2016   14:20 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani sedang berbincang dengan para pengusaha besar nasional. (Istimewa)

Dan betapa pun riuhnya seleberasi akhir September kemarin, kita tahu lebih baik untuk terus berjalan. Terus dan terus saja berjalan.

September 2016 telah menjadi periode bersejarah dalam perjalanan bangsa ini menuju sejahtera. Pada periode tersebut, Amnesti Pajak sebagai amunisi andalan untuk mencapai tujuan itu terbukti telah mengundang ratusan ribu wajib pajak dari beragam latar belakang untuk menggunakan haknya demi memanfaatkan kebijakan yang terbilang langka itu. Meskipun kebijakan tersebut berlaku sampai dengan 31 Maret 2017, motif ekonomi telah mendorong wajib pajak, dunia usaha, dan masyarakat untuk tidak melewatkan periode yang menawarkan tarif Uang Tebusan terendah.

Statistik Amnesti Pajak menunjukkan bahwa sampai dengan 30 September 2016 total Uang Tebusan yang telah masuk ke Kas Negara mencapai Rp 97,2 triliun dengan jumlah pengungkapan harta (deklarasi) menembus angka Rp 4.000 triliun. Namun tanpa mengurangi rasa syukur, di balik pencapaian angka-angka tersebut tersimpan pekerjaan rumah yang sepatutnya membuat kita sadar untuk terus berjalan. Karena memang selebrasi itu telah usai.

Jalan Masih Panjang

Jangan kita lupakan bahwa ketika genderang Amnesti Pajak mulai bertalu, semangat yang diusung adalah menjadikan program ini titik awal reformasi di bidang perpajakan. Dalam arti bahwa program ini menjadi monumen di mana semua kelemahan sistem perpajakan diakui, dicatat, dan dibeberkan satu per satu, dua di antaranya yakni: masalah basis pemajakan yang minim dan kondisi otoritas yang lemah secara organisasional.

Basis Pemajakan

Terkait basis pemajakan, fakta bahwa ada Rp 4.000 triliun deklarasi harta yang terungkap dalam Amnesti Pajak merupakan modal awal yang kuat untuk ditindaklanjuti sebagai fokus yang baru. Analisis terhadap kesesuaian profil penghasilan dengan profil aset yang dimiliki per wajib pajak ke depan harus kian intens dilaksanakan. Baik aset yang disimpan sebagai hasil profitabilitas bisnis atau aset yang digunakan sebagai modal produksi dalam kegiatan usaha. 

Harapannya dengan analisis kesesuaian itu angka penghindaran pajak yang menjurus ke fraud dapat ditekan dan memberi sumbangan peningkatan penerimaan pajak tahun 2017. Selain perluasan basis pemajakan dari wajib pajak yang sudah terdaftar, pengawasan (dan juga pendampingan) harus diberikan kepada wajib pajak baru yang terjaring melalui Amnesti Pajak. Meski jumlahnya tidak signifikan namun mekanisme yang sama tetap harus dilakukan untuk memastikan setiap potensi yang terjaring dapat dimaksimalkan dalam mengamankan penerimaan.

Penguatan Organisasi

Namun demikian, efektivitas pelaksanaan kebijakan pasca Amnesti Pajak nantinya sangat ditentukan oleh daya dukung negara terhadap otoritas perpajakan negeri ini, yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Bahwa kapasitas DJP masih sangat bisa diperbaiki adalah hal yang sudah jamak diketahui khalayak. Kekuatan kapasitas yang dimiliki DJP akan menentukan seberapa jauh upaya yang mampu diusahakan dalam mengeksekusi potensi perpajakan yang bermunculan melalui Amnesti Pajak. 

Negara dapat mendelegasikan sejumlah kewenanangan demi menunjang daya eksekusi itu. Rujukan yang bisa digunakan dalam proses delegasi itu dapat mengacu pada rekomendasi Organisation for Economic and Co-operation and Development (OECD). Mekanisme semacam ini mendesak dilakukan karena potensi yang demikian besar itu cenderung akan diiringi dengan peningkatan target penerimaan oleh karena itu sudah seharusnya pula untuk diimbangi dengan daya eksekusi yang besar sehingga mencegah DJP over heating.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun