Mohon tunggu...
Agnes Sony Tianinda
Agnes Sony Tianinda Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Masih belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Program "Brownis", Bukti Nyata Lemahnya KPI di Mata Televisi Swasta

19 Mei 2020   00:05 Diperbarui: 19 Mei 2020   00:14 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"Brownis" adalah akronim dari kata "Obrolan Manis, program talkshow yang ditayangkan oleh Trans TV sejak tahun 2017 dengan menyajikan empat pembawa acara yaitu Ruben Onsu, Ivan Gunawan, Ayu Ting Ting, dan Wendi Cagur. Selama tiga tahun penyiaran, KPI telah beberapa kali melayangkan teguran tertulis maupun sanksi pemberhentian sementara program "Brownis".

Mengabaikan Sanksi dan Teguran

Puncaknya pada tahun 2019 KPI melayangkan sanksi penghentian sementara "Brownis" selama dua hari, yaitu tanggal 14-15 Oktober 2019. Keputusan ini diambil atas pertimbangan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh "Brownis" sepanjang tahun 2019 yang melanggar beberapa Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran atau P3SPS (KPI, 2019). Sanksi ini diabaikan karena "Brownis" tetap disiarkan dengan nama berbeda. Akhirnya, KPI kembali mengeluarkan sanksi penghentian sementara "Brownis" selama empat hari, mulai dari tanggal 6 hingga 9 April 2020 (KPI, 2020)

"Brownis" telah mengabaikan berbagai teguran tertulis dari KPI sejak tahun 2018. Hal ini dibuktikan dengan pengulangan beberapa kesalahan seperti mengenai hak privasi serta norma kesopanan dan kesusilaan, bahkan pengabaian sanksi penghentian siaran (KPI, 2019). Sanksi dan teguran dari KPI tidak membuat program siaran "Brownis" jera. Menurut Amelia Hezkasari Day, seorang pengamat media dari Universitas Indonesia, KPI tidak dapat memberikan sanksi berupa denda atau pencabutan izin begitu saja, sedikit berbeda dengan komisi penyiaran di Amerika (Haryanti, 2019). Celah ini dimanfaatkan oleh program yang kemudian hanya mengganti nama siar mereka seperti halnya "Brownis" yang kemudian mengganti judul program menjadi Obrowlan Bensu & Igun Bersama Ayu & Wendi.

Bukti Lemahnya KPI

Program siaran yang secara 'rajin' mengantongi teguran maupun sanksi dari KPI ini seolah tidak jera karena memang adanya sirkulasi kepentingan antara media swasta dan pemerintah yang melemahkan KPI. Hal ini bermula ketika KPI sebagai lembaga yang seharusnya memiliki fungsi regulasi justru kehilangan kewenangannya akibat dari gugatan oleh berbagai organisasi televisi yang akhirnya merubah Undang-Undang No 32 Tahun 2002 Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 62 ayat (2), menjadikan KPI hanya melaksanakan tugas dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Pelemahan ini berlanjut ketika dalam pelaksanaan Undang-Undang Penyiaran, terdapat tujuh Peraturan Pemerintah yang menjelaskan teknis pelaksanaan. Mirisnya, KPI tidak dilibatkan dalam pembuatan Peraturan Pemerintah yang pertama disahkan. Yudisial Review yang diajukan oleh KPI pun tidak diterima. Begitu pula dengan protes yang dilayangkan pada Departemen Komunikasi dan Informasi kala itu. Di sisi lain, KPI mengalami penurunan kualitas akibat pergantian pengurus. Komisioner KPI yang seharusnya dipilih berdasarkan integritasnya justru cenderung dipilih berdasarkan besar dukungan partai politik atau industri penyiaran yang berdiri di belakangnya. (Meilinda, 2020)

Pertarungan Kepentingan

Lemahnya kinerja KPI dan kerancuan Undang-Undang Penyiaran terjadi karena adanya pertarungan kepentingan dari Pemerintah, Stasiun Televisi Swasta, dan KPI itu sendiri. Pemerintah yang tetap menginginkan kekuasaan atas lalu lintas penyiaran dan lebih berpihak pada pemodal atau stasiun TV swasta akhirnya memonopoli Undang-Undang dan Peraturan Pemerintahan untuk membatasi ruang gerak KPI sebagai lembaga independen yang seharusnya memiliki fungsi regulasi tanpa intervensi dari pihak manapun. Sadar tidak sadar, Pemerintah lah yang memiliki andil agar masyarakat mendapatkan konten yang bermanfaat, namun hingga kini belum ada keseriusan atas tanggung jawab tersebut. Stasiun TV swasta yang memiliki tujuan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya juga mendukung kekuasaan ada di tangan pemerintah, dengan alasan berurusan dengan Pemerintah lebih mudah daripada dengan KPI. Pengaminan ini dilakukan dengan gigihnya penolakan mereka atas UU Penyiaran yang berujung hilangnya fungi regulasi dari tangan KPI serta memberi masukan terkait RUU Penyiaran. KPI yang seharusnya menjadi lembaga independen justru kehilangan independensinya akibat proses pemilihan Komisioner KPI yang justru memperhatikan kekuatan politik yang dimiliki serta dukungan dari stasiun TV besar.

Kesimpulannya, pengabaian teguran dan sanksi dari KPI oleh "Brownis" maupun berbagai program siaran TV swasta lainnya akan terus berlangsung selama pertarungan kepentingan antara Pemerintah, Stasiun TV Swasta, dan KPI masih berlanjut. Tidak ada yang tahu kapan pertarungan ini berakhir, atau setidaknya mereda. Selama KPI belum membenahi struktur internal dan mendapatkan kembali fungsi regulasinya, akan sulit untuk 'menertibkan' berbagai program siaran di pertelevisian Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun