Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revisi UU Pemilu Batal dan Politik Setengah Hati DPR

9 Februari 2021   13:53 Diperbarui: 9 Februari 2021   14:01 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com, Fotografer: Priyombodo

Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum ( RUU Pemilu) nampaknya tak akan mengalami revisi. Kebijakan ini semakin menguat setelah diberitakan bahwa beberapa  partai politik yang semula mendukung revisi malah angkat kaki dan tak akan meneruskan  pembahasan tersebut. Padahal, sebelum batal direvisi, telah begitu banyak partai koalisi maupun non koalisi yang getol membahas perubahan RUU pemilu ini.

Sebelum RUU Pemilu harus kandas untuk tidak bahas, suara di  DPR RI memang telah terpecah. Ada sembilan partai  politik yang memiliki pandangan berbeda apakah pemilu dilaksanakan pada tahun 2022 atau serentak pada tahun 2024. Lima partai yaitu PDI-P, Gerindra, PAN, PPP serta PKB sepakat bahwa DPR RI tak perlu merevisi uu pemilu karena uu yang saat ini ada masih relevan dan relatif dapat mengakomodasi kepentingan demokrasi. Sedangkan empat partai yaitu Demokrat, Golkar Nasdem, PKS memilih untuk bersebrangan jalan dengan mengingingkan bahwa UU Pemilu perlu direvisi dan dibahas ulang.

Rencana untuk merevisi RUU Pemilu akhirnya  harus putus ditengah jalan setelah dua partai besar pendukung pemerintah, yaitu Nasdem dan Golkar menarik niatannya. Perubahan yang terjadi dalam waktu semalam itu tentu sangat mengaggetkan kita semua. Apa yang menjadi dasar keputusan dari Nasdem dan Gokar tidak jadi merevisi RUU Pemilu?

Mengutip laman kompas.com, "Partai Golkar dalam sikap terakhir setelah mencermati dan mempelajari RUU Pemilu, serta melihat situasi saat ini, memutuskan untuk menunda revisi UU Pemilu. Kami mendukung Pemerintah untuk fokus pada penanganan pandemi Covid dan pemulihan ekonomi" kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin, saat dihubungi, Senin (8/2/2021).

Sedangkan dari Partai Nasdem, sang ketua umum Surya Paloh mengatakan bahwa Partai Nasdem harus searah dengan visi misi dari Presiden Joko Widodo. Berikut kutipan lengkapnya dari laman kompas.com, "Cita-cita dan tugas Nasdem, adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kemajuan dan masa depan bangsa yang lebih baik," kata Paloh dalam keterangan tertulis, Jumat (5/2/2021).

Inisiatif DPR RI dalam merevisi RUU Pemilu khusunya  pada Pasal 731 Ayat (2) dan (3), agar Pilkada dapat diselenggarakan  pada  tahun 2022 dan 2023 sirna setelah Presiden Joko Widodo juga menyatakan ketidaksenangannya. Gonta-ganti UU Pemilu menurut Presiden Joko Widodo akan menimbulkan banyak masalah apalagi masyarakat dan lingkungan kita belum beradaptasi dengan suasana pandemi virus covid-19.

Pernyataan beliau ini dilontarkan ketika melakukan pertemuan dengan sejumlah mantan Tim Suksesnya pada tahun 2019. Mengutip kompas.com,  "(Jokowi menyampaikan) kenapa sih setiap pemilu ganti undang-undang. Kita belum menyesuaikan, kita belum beradaptasi, ganti lagi. Itu nantinya kan pasti ada problem terus. Harusnya kan undang-undang itu untuk jangka waktu yang lama ya. Kalau pun nanti jangka waktu yang lama itu dievaluasi, itu kan bisa dikoreksi ," kata Irfan, kepada Kompas.com, Rabu (3/2/2021).

Pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo atas riak-riak DPR RI yang akan merubah UU Pemilu tentu memiliki pengaruh yang sangat kuat. Penolakan secara implisit oleh Joko Widodo ini tentu mampu mengintervensi suara-suara dari partai politik. Nasdem dan Golkar sepertinya tak bisa berbuat banyak dengan permintaan Presiden Joko Widodo.

Jika UU Pemilu tak mengalami revisi maka akan tercipta kekosongan kekuasaan dibeberapa wilayah seperti di DKI Jakarta dan Banten yang terbilang cukup lama hingga 2024. Kekosongan ini merupakan buah dari habisnya masa berlaku dari Gubernur yang jatuh tempo. Pada 2022 akan ada 7 Gubernur yang habis masa jabatannya dan pada tahun 2023 ada 17 gubernur yang mengalami demikian.

Begitupun sebaliknya, bila pilkada diundur hingga 2024 maka akan terjadi kontestasi politik skala luas dan terkesan borongan.  Pilgub, Pilpres, Pilwakot, maupun Pileg akan bertemu dalam waktu yang terpaut dekat. Keadaan ini tentu memiliki efek yang sangat luas bila kita kaji. Wajar bila, riak-riak untuk merevisi UU Pemilu oleh beberapa partai naik kepermukaan. Tujuannya ialah agar menghindari kekosongan kepemimpinan dan besarnya pesta politik dalam waktu yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun