Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Edhy dan Susi di Tengah-tengahnya Ada Jokowi

25 Februari 2020   17:29 Diperbarui: 25 Februari 2020   17:29 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (tribunnews.com)

Silang pendapat antara dua orang yang pernah dan saat ini memimpin kementerian yang sama sedang terjadi. Menteri Edhy  yang awalnya dianggap sebagai suksesor dari Menteri Susi di Kementerian Kelautan dan Perikanan dianggap malah bertolak dari harapan.

Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Menteri Edhy saat ini membelakangi kebijakan pendahulunya. Persoalan ini tentunya sangat mengundang polemik dan berbagai asumsi yang ada di pemerintahan Presiden Joko Widodo era ini.

Perbedaan antara kebijakan Presiden Jilid I dan Jilid II bernuansa kental  akan conflict of interest. Itu artinya siapakah sesungguhnya yang mengehendaki pergantian kebijakan ini.

Kasus ini bermula ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengumumkan bakal kembali membuka keran ekspor benih lobster yang selama ini sudah dilarang melalui kebijakan menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti.

Sebelumnya pada Permen KP nomor 1 Tahun 2015 disitu tertera bahwa Kebijakan larangan menangkap dan mengekspor benih lobster tidak diperbolehkan. Hal senada juga termaktub dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Kebijakan legislatif Susi ini tentunya bukan tanpa alasan. Ia berpendapat bahwa Indonesia akan lebih maju dan lebih untung bila aturan ini diberlakukan. Lebih jelas ia memiliki dua point landasan mengapa produk kebijakan ini akan memberikan dampak yang luar biasa bagi nelayan yaitu: 

1. Pelarangan ekspor lobster bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari lobster itu sendiri sebelum diperjualbelikan di pasar global. Tidak hanya itu populasi lobster dapat tumbuh berkelanjutan di laut Indonesia sebelum terjadi kelangkaan.

2.  Masyarakat yang diizinkan menangkap benih lobster akan menjual benih lobster ke negara lain, lalu diekspor oleh negara tersebut dengan nilai lebih tinggi dari yang dijual oleh Indonesia. Selama ini Vietnam sering diuntungkan jika mendapat pasokan benih lobster dari Indonesia. Angka ekspor Vietnam mencapai 1.000 ton per tahun, sementara Indonesia hanya dapat ekspor 300 ton per tahun.

Hitung-hitungan Susi ini tentunya ingin agar Indonesia lebih mampu untuk mengelola hasil lautnya secara mandiri sehingga hasil jual lobster dan segala jenisnya bisa lebih dimaksimalkan. Bayangkan bila benih lobster ini mampu dikelola secara mandiri oleh nelayan, tentunya peluang Indonesia sebagai pemain dalam penjualan lobster akan semakin luas dalam merajai pasar.

Namun, sejak pergantian pimpinan di Kementerian KKP, arah tujuan dan keberpihakkan itu bergeser. Disrupsi ini tentunya akan membawa kita pada sebuah diskursus tentang manakah kebijakan yang benar benar berorientasi pada nelayan dan negara sebagai penikmat kebijakan tersebut.

Terbaru, saat ini Menteri Edhy berencana akan merevisi regulasi yang ditinggalkan pendahulunya itu. Mengutip laman detik.com, "Sudah difinalisasi, tinggal saya harus laporkan ke Pak Presiden dulu ya," kata dia ditemui di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun