Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Beban Pelanggaran HAM Masa Lalu

16 Maret 2019   12:26 Diperbarui: 16 Maret 2019   19:23 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: nasional.kompas.com)

Dalam debat capres  yang kedua, calon presiden nomor urut 01 yang juga merupakan petahana membuat pernyataan yang menegasikan bahwa dirinya tak punya beban masa lalu.  Hal ini merupakan jawaban dari pertanyaan kubu 02 Prabowo Subianto yang menanyakan perihal konflik kepentingan pada impor beras dan gula. Sampai pernyataan ini diucapkan, saya yang menonton debat ini melalui televisi sempat dibuat terkejut terheran-heran. Kalimat ini bagi saya sangat pamungkas karena mampu membuat turbulensi dinamika debat semakin hangat dan menuju panas.                                                                                      

Beban masa lalu yang dilontarkan Pak Jokowi sebagai calon petahana memang bukan tanpa alasan. Masa lalu yang dimaksudkan adalah era ketika dimana kebijakan publik zaman orde baru sewaktu mertua sang rival menjabat sangat kental dan nampak nyata mengandung unsur konflik kepentingan. Bahasa warung kopinya: secangkir kopi harus disajikan dengan gula tebu asli, krimer susu kental dan sepiring pisang goreng.Lengkap dan menggoda selera.  

Penerapan kebijakan kala itu memang hanya mementingkan sekelompok oligarki didekat penguasa. Bangsa kita kala itu dipinggir kehancuran. Sebentar lagi akan jatuh dalam lubang hitam bahaya krisis ekonomi yang sangat parah.

Tumbangnya orde baru dan masuknya era reformasi. Terjadi sebuah perubahan arus check and balance dipemerintahan yang sangat totaliter. Artinya fungsi pengawasan dari perwakilan rakyat sebagai kekuatan legislasi diperkuat untuk menjadi corong utama tehadap terjadinya konflik kepentingan dari suatu kebijakan publik.

Dewasa ini pun, tidak hanya anggota DPR, banyaknya lembaga indepen seperti LSM maupun NGO mampu menjadi wasit dan juri ditengah-tengah arus perubahan ini. Pengamatan yang bukan partisan tetapi elegant dan independen memberikan masukan terhadap suatu kebijakan publik yang keberpihakannya ke rakyat atau ke segelintir kaum penguasa.

Kalimat pamungkas "Kami Tak Punya Beban Masa Lalu" sang petahana ini juga seyogyanya tidak hanya berlaku bagi satu substansi masalah. Tetapi harus mewakili semua permasalahn bangsa yang lain. Adalah Kasus Pelanggaran HAM yang jika kita kaitkan dengan kalimat tersebut tentunya akan membawa kita pada suatu diskurus yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Oleh karenya saya terpanggil untuk menulis tema dengan judul langsung dari sang calon prseden.

Apa jadinya jika mengaitkan kalimat diatas dengan pelanggaran HAM masa lalu dan sekarang yang status penyelesaiannya sampai saat ini terkatung-katung bak layangan dikabel listrik PLN? Sebut saja kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan yang sampai saat ini masih segar dalam pikiran kita? Belum lagi kasus-kasus lain yang terjadi di Freeport Papua, perampasan tanah adat dan ulayat, kasus 98 dan serentetan kejadian-kejadian tragis pada orde baru? Tidakkah semuanya itu butuh semua komitmen semua pihak agar tidak berlarut-larut menyelesaikannya?

Sang Petahana boleh saja berbangga dengan statusnya yang saat ini tak punya beban dengan kejadian maupun orang-orang dari masa lalu? Namun apakah status ini mampu membawanya ketitik dimana keberanian seorang pemimpim mampu menjawab semua harapan dan tuntutan yang selama ini terus diteriakan?

Aksi kamisan yang rutin digelar oleh orang tua korban penculikan aktivis 98 nyata sampai saat ini juga masih berlarut-larut. Sang Tuan Istana Negara tak bisa memberi jawab dimana dan kemana anak-anak mereka. Tetapi mereka juga masih setia meminta dan bertanya dimana dan kemana anak-anak mereka?

Aksi diam 700 detik para pegawai KPK menunjukan sebuah solidaritas tehadap kasus sang kawan yang berlarut-larut di Mabes Polri. Dia hanya bisa berkata: "kasusnya telah ditangani oleh pihak yang berwenang. Kita tunggu saja hasil dari prosesnya.

Saya tak bisa mengintervensi kasus ini karena telah ditangani oleh pihak yang berwajib". Namun semua itu hanya pepesan kosong yang kita tidak tahu kapan sang pepes bisa untuk dimakan? Tidak kah sang presiden yang sebagai kepala pemerintahan dan panglima tertinggi negeri ini berani untuk memutus kasus tersebut agar tidak berlarut-larut? Katanya tidak memiliki beban masa lalu, tapi hari ini beliau telah menggores sebuah masa lalu yang menurut saya lebih sadis dan miris dari yang sudah-sudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun