Mohon tunggu...
Sony Hartono
Sony Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pria Yang Hobi Menulis

Kutulis apa yang membuncah di pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mampir di Tayan, Sebuah Persimpangan Eksotik di Jalur Trans Kalimantan

18 Oktober 2015   12:36 Diperbarui: 18 Oktober 2015   15:56 4234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Papan Nama Benda Cagar Budaya Kraton Tayan (Dok. pribadi)"][/caption]Nggak pernah kebayang sebelumnya main-main sampai ke salah satu titik persimpangan jalur Trans Kalimantan, tepatnya di Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Awalnya sih aku nggak begitu tertarik ketika diajak teman kantorku, Bang Yudha untuk maen-maen ke Tayan, dia penasaran pengen lihat progress pembangunan jembatan Tayan yang bakal menjadi jembatan terpanjang di Pulau Kalimantan, mengalahkan jembatan Barito di Kalimantan Selatan, dan menjadi jembatan terpanjang kedua di Indonesia setelah Suramadu.

Awalnya Bang Yudha menawarkan untuk ke Tayan naik Bus. Aku pun kurang setuju, selain nggak fleksibel, jujur aku nggak suka naik bus karena (maaf) sulit menahan air kecil. Kontan kutawarkan opsi “Kenapa kita nggak naik motor aja Bang, kan asik tuh, bebas mampir-mampir, sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan, dan yang pasti waktunya fleksibel?” Akhirnya dia setuju, dan kami pun mengeksekusinya pada tanggal 12 September yang lalu.

Kami berangkat sekitar pukul 5.50 WIB di saat kabut asap sedang pekat-pekatnya melanda kota Pontianak. Pakai jaket, celana jeans, sepatu kets, dan tentunya tak lupa pakai masker. Aku sendiri memilih memakai slayer yang kugunakan untuk menutup hidung karena lebih longgar nggak seketat memakai masker. Perkiraan waktu yang kami tempuh adalah sekitar 2 jam melalui jalan Trans Kalimantan.

 [caption caption="Rute dari Pontianak ke Tayan (source: Google Maps)"]

[/caption]

Kabut asap pagi itu terlihat lumayan tebal, namun jarak pandang di Pontianak masih sekitar 400 meter. Sesampainya di luar kota Pontianak, kabut asap semakin pekat, sampai puncaknya jarak pandang hanya berkisar 30 m sampai-sampai mobil-mobil dan truk-truk yang sudah menyalakan lampu pun terlihat samar-samar meskipun jaraknya lumayan dekat. Kami pun melambatkan laju motor, karena bahaya sekali jika berkendara dalam kecepatan tinggi, sedangkan jalanannya berkelak-kelok naik turun. Jujur perasaanku saat itu bukannya jengkel malah terheran-heran, bisa-bisanya kebakaran lahan sampai menimbulkan dampak lingkungan yang luar bisa ini. Kabut asap tahunan yang melanda Kalimantan yang sebelumnya hanya pernah kulihat di TV, sekarang ini aku merasakannya sendiri, sampai ke level terparah. Kalau aku tidak ditempatkan di Kalimantan, mana mungkin aku bisa ‘menikmati’  kabut beracun alias asap.

Kok malah curhat soal asap ya… Ok kembali lagi ke topik. Kurang lebih 90 Km perjalanan kami pun berhenti di Pom Bensin untuk sekadar buang air kecil dan mengisi pertamax. Sejak dari luar kota Pontianak hanya ada dua SPBU aktif yang kujumpai. Sebenarnya ada sih SPBU lainnya tapi masih dalam proses finishing alias belum aktif. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Tayan yang kami tempuh sekitar 30 menit dari SPBU terakhir.

Pertanda hampir sampai ke Tayan adalah sebuah pertigaan besar yang di kanan dan kirinya terdapat ruko-ruko baru yang cukup besar yang sebagian besar masih dalam keadaan kosong. Jika kita belok ke kiri akan menuju Kota Sanggau, sedangkan jika kita berbelok ke kanan akan menuju Tayan Hilir. Memasuki kecamatan Tayan Hilir, kita akan disambut dengan pembangunan infrastruktur yang cukup mencolok, apalagi kalau bukan karena pembangunan Jembatan Tayan.

Pukul 8 pagi masuk di Kota Tayan, kami ingin langsung menuju proyek Jembatan Tayan yang baru dibangun. Beberapa saat setelah masuk kota, kami dihadapkan dengan pertigaan, jika lurus ke arah Pasar Tayan, sedangkan jika kita belok ke kiri menuju dermaga penyeberangan. Kami pun berbelok ke kiri dengan asumsi jembatan dibangun di dekat dermaga.

Sepanjang perjalanan menuju dermaga, di kanan kiri jalan ternyata banyak warung makan dengan embel-embel nama kota di Jawa Tengah, seperti warung ayam bakar Demak Kota Wali, ada lagi Warung Soto Khas Semarang, dan banyak yang lain. Sepanjang perjalanan ke dermaga penyeberangan, banyak dermaga-dermaga kecil tempat bersandar kapal-kapal milik perusahaan swasta. Sesampainya di dermaga yang sepi banget pagi hari itu. Kami pun berhenti sebentar di pinggir dermaga sambil melihat kapal-kapal lalu lalang di tengah kabut asap yang menyelimuti sungai Kapuas. Kami masih penasaran, di mana ya si proyek Jembatan Tayan itu. Masak di daerah sekecil ini, proyek sebesar itu nggak kelihatan sama sekali, atau tertutup asap ya, haha…

[caption caption="Suasana di Dermaga Penyeberangan Tayan dengan latar belakang asap yang menyelimuti Sungai Kapuas (Dok. Pribadi)"]

[/caption] 

Puas potret sana-sini di dermaga, kami pun menuju pasar untuk seksdar sarapan. Kami mampir ke warung Anugrah tepat di pinggir sungai Kapuas berseberangan dengan Pulau Tayan. Nasi yang hangat dengan potongan ikan goreng dan sayur rebung dan segelas teh sangat nikmat rasanya. Sambil melepas lelah, kami pun bertanya kepada si pemilik warung tentang objek apa saja yang bisa dikunjungi di Tayan ini, bagaimana menyeberang di Pulau Tayan, dan tak lupa lewat mana akses ke proyek jembatan Tayan yang sedari tadi belum kami temukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun