Mohon tunggu...
Sonta Frisca Manalu
Sonta Frisca Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - I'm falling in love

You are never fully dressed without a smile

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Aman, Nyaman, dan Irit dengan "Ride Sharing"

10 November 2017   10:59 Diperbarui: 10 November 2017   11:22 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seseorang yang besar di Jakarta saya sepertinya sudah resisten dengan kata macet. Bukan sekali dua kali saya harus turun dari angkot merah dan sedikit berlari menuju terminal Pulo Gadung dan kemudian menaiki bus besar putih saat masih kuliah dulu agar tidak terlambat ke kampus yang berada di Depok. Namun meskipun sudah demikian dan bangun lebih ekstra pagi pun, saya masih sering terlambat di kelas.

Itu pengalaman belasan tahun yang lalu dan sampai sekarang saya masih merasakan bahwa kemacetan di Jakarta semakin menjadi-jadi. Suatu hari (masih beberapa tahun yang lalu) saya ambil cuti dadakan. Senin pagi berawan mobil yang saya tumpangi sama sekali tidak dapat bergerak karena tak ada satu kendaraan pun mengalah hingga perempatan penuh dengan kendaraan roda dua dan empat yang malang melintang. Stuck karena tak ada seorang pun yang mengatur di sana.

Saya pun pernah merasakan bagaimana semua mobil parkir berjamaah di atas jalan tol dan saya berada di sebuah bus tanpa AC dengan pintu dan jendela ditutup karena hujan yang mengguyur lebat. Saya pun harus bangun dari tempat duduk karena atap bus bocor. Lengkap sudah penderitaan! Macet ohh macet kapan kau akan segera berakhir?

Nah.... beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke Lampung. Sepupu saya berpesan jika sudah sampai di bandara Radin Inten, saya langsung naik saja bus yang dioperasikan oleh Bandara, nanti setelahnya baru dia akan menjemput saya.

Ini kedatangan saya yang ke beberapa kali ke kota ini, tetapi saya hanya mau memastikan berapa lama saya akan tiba di tempat penjemputan yang kami sepakati. Saya bertanya kepada seorang Ibu berhijab yang mengeryitkan dahinya ketika menjawab pertanyaan, "sekarang  sedang ada pembangunan fly over di daerah Kedaton, jadi macet bla bla bla bla bla bla. Saya tak lagi mau mendengarkan sambungan kalimatnya setelah mendengar kata macet.

Mengapa demikian? Karena saya baru saja trauma dengan kata tersebut. Saya hampir tertinggal pesawat tadi di Bandara Soekarno Hatta. Saya tiba 10 menit sebelum keberangkatan dan saya adalah penumpang terakhir yang ditunggu oleh bus menuju pesawat. Untung saja saya sudah web-check-in lewat smart phone sehingga saya masih bisa lenggang terbang di udara walaupun saya mesti berlari-lari hingga tersengal-sengal.

"Seandainya ketinggalan pesawat, saya mesti membeli tiket baru karena saya sudah check-in. Jika pun mesti me-refundnya, saya hanya mendapatkan beberapa rupiah dan mesti menunggu transferen refund yang tak seberapa itu dalam waktu sekitar 2 minggu. Untung beribu untung."

Mengapa setelah macet di Jakarta yang mendebarkan saya harus merasakan macet yang sama di sini. Saya hanya pasrah. Tak beberapa lama setelah bus jalan sedikit tersendat-sendat, saya diturunkan oleh kenek di tempat sepupu saya akan menjemput. Dalam hati saya berkata ketika menarik koper, "ahhh kalau cuma begituuu saja, bukan macet namanya, itu hanya tersendat-sendat."

Tak beberapa lama mobil hitam yang saya tunggu tiba, "Aduh maaf ya Kak, macet banget jadi bikin Kakak nunggu." Dia beberapa kali meminta maaf. Saya hanya  melempar senyum dan dalam perjalanan kami mengobrol panjang lebar dan tak terasa kami sudah sampai di depan rumah. "Lho kata kamu tadi macet banget, kok nga berasa ya?" Kata saya tersenyum

Sepupu saya tertawa terbahak-bahak. "Dasar orang Jakarta...." Yang begitulah perbedaan persepsi orang Jakarta dengan non-Jakarta mengenai mana yang disebut macet dan jalan pelan-pelan. Kamu akan tahu arti sesungguhnya macet jika kamu tinggal di Jakarta.

Parahnya Macet Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun