Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masih Butuh 132 Tahun Kesetaraan Gender Secara Global

23 November 2022   14:23 Diperbarui: 24 November 2022   21:39 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kesetaraan Gender. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Dilanjutnya, dalam ruang zoom itu, perempuan yang berani menggugat dan membongkar secara dogmatis, maka, perempuan itu mampu melepaskan dogma itu. 

Itu yang membawanya menulis tentang kesetaraan gender seperti Dilema Bekerja Ketimpangan Jender dan Hal-hal yang Belum Selesai.

"Masih butuh 132 tahun kesetaraan gender secara global. Bisa diakses di (https://www3.weforum.org/docs/WEF GGGR 2022.pdf). Laporan Gap Index 2022, masih 68% (Iceland tertinggi). Sementara, Indonesia diangka 69% peringkat 92 dari 146 negara," paparnya.

Belum lagi, representatif peran politik perempuan masih sangat rendah. Begitu juga kategori sub-index pemberdayaan politik pun masih sangat rendah, 22%. "Hanya 27 perempuan di dunia yang saat ini menjabat sebagai kepala negara/perdana menteri/presiden," ulasnya.

Pada kesempatan itu, saya bertanya perihal, kasus besar apa yang masih belum terselesaikan atas pewajaran yang bisa menimbulkan kekerasan terhadap perempuan? 

Tentangan terbesar selama menjadi wartawan dan selama menjalankan tugas? Lalu, bagaimana mengatasinya, mba?

Wanita yang kini menjabat sebagai editor pun menjawab, dalam melakukan wawancara tentang kasus kekerasan seksual hindari bertanya rekonstruksi atau jangan bertanya detil kronologisnya yang bisa membawanya ke arah itu. Harus ada batas, sekalipun si narasumber (korban) itu sendiri yang berkisah secara dol (lepas).

"Saya akan bagikan link liputan saya mengenai tulisan Di Balik Berita yakni Yang Menyebalkan Menjadi Seorang Perempuan. Itu bisa menjadi rujukan. Selain itu dibutuhkan kemampuan menjahit narasi dan referensi lain agar pemahaman lebih dalam," terangnya.

Masih tentang perempuan yang pada kesempatan kali ini dibahas oleh Beli Can sapaan akrab dari Putu Fajar Arcana. Ia menyampaikan "Mencari Sudut Pandang Menarik Dalam Menarasikan Perempuan Berdaya"

Ia memulai dengan 3 syarat menulis diantaranya, imajinasi, kreativitas, dan keterampilan berbahasa. Ketiganya, saling berpadu menjadi satu atau tidak bisa dihilangkan.

Menurutnya, imajinasi eringkali dimaknai sebagai daya khayal atau angan-angan. Padahal imajinasi adalah suatu proses kerja pikiran untuk mempersepsi benda-benda, kejadian, dan bahkan karakter dari suatu kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun