Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Aku Sayang Bapak

29 November 2018   02:04 Diperbarui: 29 November 2018   02:11 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mbah, pengen nanya, tapi jangan dimarahin, ya?" Hafizh menggenggam tepian mangkuk yang dia bawa untukku.

"Kenapa kok dimarahin? Mau nanya apa, ndhuk?" Mbah Putri membuat bumbu untuk daging gulung. Hafizh memandang ke arahku. Alisnya berkerut. Aku agak deg-degan mendengar apa yang akan dia katakan.

"Mbah, Mbak Zahra sama Mbak Zira tuh, kakakku bukan, sih?" bagaikan disambar petir aku mendengar pertanyaan itu. Mungkin Mbah Putri dan Ibu merasakan hal yang sama. Mbah Putri menghentikan kegiatannya sejenak, kemudian kembali melanjutkan. Ibu membawa Qorry ke depan rumah, menyusul Mbah Kakung yang duduk di depan kolam ikan.

"Ya kakakmu tho ndhuk. Lalu siapa kalau bukan kakakmu?" jawab Mbah Putri. Aku hanya diam. Jika aku menjawab, mungkin akan membocorkan yang sebenarnya. Hafizh mengerutkan dahi.

"Tapi kemarin aku denger Mbak Zira telpon sama Bapak! Padahal kan aku sama Qorry manggilnya Ayah!" bela Hafizh terhadap pernyataannya. Aku masih terus diam. Kuselesaikan tugasku menggiling daging. Mbah Putri terdiam. Tak ada pembelaan. Sudah aku peringatkan Zira. Pasti Mbah Putri marah besar dengan imajinasimu itu.

Mentari tenggelam di barat. Aku baru saja menyelesaikan ritual mandiku. Zira duduk di beranda depan sambil membaca majalah otomotif kesukaannya.

"Oi! Apa-apaan kamu telponnan sama Ilham pake panggilan Bapak segala?" aku merebut majalah yang dia baca. Zira mengerutkan keningnya.

"Tuh! Si Hafizh jadi nanya macem-macem sama Simbah!" aku duduk di sampingnya. Zira masih dengan tampang bingungnya mengeluarkan handphone dari saku.

"Bapak tuh bukan Ilham, Mbak! Bapak tuh Bapak! Bapak kita!" Zira berseru tertahan. Aku menghela nafas. Agak kesal dengannya.

"Sudahlah! Terima saja kita ini nggak punya Bapak!" aku beranjak meninggalkannya, tapi Zira menarik pergelangan tanganku. Aku menoleh.

"Sssstt! Dengar," Zira mengulurkan handphone-nya padaku. Aku mendekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun