Mohon tunggu...
Fadhillah Sofia Rahmah
Fadhillah Sofia Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Manajemen Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Religiusitas Masyarakat, antara Impian dan Kenyataan

20 Oktober 2021   16:40 Diperbarui: 20 Oktober 2021   17:12 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini semangat mengimplementasi konsepsi agama (Islam) masyarakat sangat tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya event kegiatan pengajian yang dihadiri ratusan hingga ribuan orang, dan memunculkan tokoh agama, kyai, ustadz (bahkan ustadz selebritis). Dari sisi pendidikan, Sekolah Islam Terpadu tumbuh subur dimana-mana. Kalau jaman dulu pondok pesantren dipandang sebagai tempatnya “orang kampung” menimba ilmu dan selalu berada di pinggiran kota, biaya mondok murah, santri yang menghidupi diri seadanya/mandiri dengan penampilan amat sangat sederhana (maaf: bahkan cenderung lusuh) alias ndesit bin kampungan, termasuk gaya kepemimpinan seorang kyai yang, juga tawaddu’, ngemong semua santri 24 jam sehari 7 hari seminggu serta benar-benarmenjadi guru, orang yang bisa digugu dan ditiru.

Namun, pondok pesantren masa kini kadang dipopulerkan dengan istilah Boarding School yang justru dipenuhi dengan aura tampilan : bangunan, sarana pendidikan modern, maupun ustadz dan santrinya yang cenderung “glamour dan wah”. Yang jelas, buntutnya biaya “mondok” yang tidak lagi terjangkau masyarakat kebanyakan.

Tidak bermaksud menghadap-hadapkan dua wajah tokoh kehidupan pondok, namun fakta menunjukkan memang ada kesenjangan telah terjadi. Salah satu contoh kasus terkait perilaku pengajar (ustadz) belum lama ini diungkap Kepolisian Sumatera Selatan. Kejadian pelecehan seksual (pencabulan) yang dilakukan seorang ustadz (guru pondok pesantren) terhadap para santrinya sebanyak 14 orang yang melapor, ternyata setelah dilakukan pengembangan penyelidikan oleh kepolisian korbannya bertambah menjadi 26 orang. Modusnya, pelaku memberikan iming-iming sejumlah uang dan apabila ditolak pelaku memberikan ancaman kepada korban/santri. Ironisnya kejadian berlangsung selama lebih dari setahun dan tidak diketahui pimpinan pondok. ( Kompas.com, Kamis 16 September 2021 | 15:23 WIB)

Mengacu pada kasus di atas, sesuai dengan pendidikan penulis, fokus bahasan hanya akan ditinjau pada 2 hal yang dikaitkan dengan manajemen pendidikan, Pertama : apa dampak kejadian dan bagaimana penanganan yang harus dilakukan kepada korban. Karena pasca kejadian, para korban yang masih berusia remaja akan mengalami trauma yang sangat mungkin mengganggu perkembangan psikologis sehingga memerlukan penanganan khusus dalam waktu lama. Kedua : apa upaya pencegahan yang harus dilakukan oleh para pemangku pendidikan.

Beberapa pengamat pendidikan menyebutkan, kejadian kekerasan/pelecehan seksual pada anak yang mencuat ini hanyalah sebagian kecil dari fenomena kejadian yang sesungguhnya. Banyak masyarakat tidak melaporkan ke pihak berwajib karena menganggap membuka aib sendiri, tidak mau repot berurusan dengan hukum, atau sebagian besar masyarakat memang tidak/belum memahami telah mengalami kekerasan/pelecehan seksual.

Pelecehan seksual merupakan segala bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Kegiatan yang berkonotasi seksual bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku, kejadian tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan penderitaan pada korban (Wintarsunu, 2008).

Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu :

a. Pelecehan fisik.

b. Pelecehan lisan

c. Pelecehan non-verbal/isyarat

d. Pelecehan visual

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun