Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terima Kasih, Tuhan (1)

27 Juli 2022   20:30 Diperbarui: 27 Juli 2022   20:31 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Barusan aku dihubungi pimpinan perusahaan. Kantor resmi ditutup akhir bulan ini. Semua karyawan, termasuk aku, dirumahkan hingga waktu yang tidak terbatas. Pesangon yang diberikan hanya sebesar dua bulan gaji, karena perusahaan sudah tidak mempunyai dana likuid lagi. Pandemi corona ini benar-benar melumpuhkan sektor ekonomi," keluh Bayu dengan suara bergetar. Dengan sorot mata sendu, pria tampan berusia empat puluh dua tahun itu menatap wajah istrinya yang sedang duduk makan siang di hadapannya.

Lina, sang istri, tersedak makanan di dalam mulutnya. Bayu yang melihatnya terkejut. Ia buru-buru memberikannya segelas air putih. Wanita berambut ikal panjang itu segera meneguknya sampai habis. Lega sekali rasanya.

Sang suami semakin merasa bersalah. "Untuk sementara waktu aku akan fokus pada toko online yang sudah kurintis sejak setahun yang lalu. Menjual produk-produk perlengkapan ponsel dan komputer seperti batere, charger, power bank, kabel USB, flash disk, dan sebagainya. Kalau dulu aku hanya sekedar sebagai perantara saja atau dropshipper, kali ini aku akan memberanikan diri untuk menyimpan stok barang sendiri di rumah. Supplierku bersedia memberikan harga khusus dan keringanan cara pembayaran jika aku membeli barang dengan kuantitas tertentu. Sudah setahun aku berjualan produk-produk ini, hingga akhirnya mulai bisa membaca kebutuhan pasar. Dan aku juga mempunyai relasi distributor makanan-makanan beku seperti kentang goreng, ayam goreng, dimsum, bacon ayam, dan lain-lain. Saat karantina mandiri di rumah seperti sekarang, orang-orang banyak membutuhkan bahan-bahan makanan yang bisa diperoleh dengan mudah tanpa perlu keluar rumah. Aku akan menggunakan jasa ojek online untuk mengantarkan produk-produk frozen food itu pada pembeli. Tetapi...." Kalimat Bayu tiba-tiba terhenti.

Wanita bermata bulat indah di hadapannya mengerutkan dahi, menunggu kelanjutan ucapan pria yang telah menikahinya selama hampir sepuluh tahun itu. Bayu melanjutkan, "Aku membutuhkan persetujuanmu untuk menggunakan teras dan ruang tamu rumah kita untuk menyimpan barang-barang dagangan itu. Untuk sementara itulah jalan terbaik yang terpikir olehku. Bekerja dari rumah. Kelak jika usaha ini berkembang, mungkin bisa kutemukan tempat lain yang berfungsi sebagai kantor sekaligus gudang."

"Tidak perlu,"tukas istrinya cepat. "Pakailah sudut-sudut manapun di rumah ini untuk menyimpan barang-barangmu, Mas. Selamanya juga tidak apa-apa," ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak. Air matanya sampai keluar karena merasa begitu lucu suaminya yang biasanya agak cuek itu kini meminta ijin padanya untuk 'mengotori' rumahnya sendiri dengan barang dagangannya. Apakah selama ini dirinya terlalu ketat dalam menanamkan kebiasaan untuk selalu bersih dan rapi di rumah? Barangkali kini saatnya melonggarkan aturan itu, demi menyambut kembali kehadiran sang suami di rumah mereka untuk seterusnya, setelah bertahun-tahun ini bekerja di luar kota.

Lelaki berambut kelimis di hadapannya termangu. "Kenapa tertawa?" tanyanya lugu.

"Tidak apa-apa, Mas," jawab istrinya lembut. "Lakukan apapun yang kau suka, asalkan tidak bekerja jauh-jauh lagi. Aku support kamu seratus persen,"ucapnya dengan sepenuh hati. Dikecupnya pipi kanan suami tercinta dengan penuh kasih sayang.

Hati Bayu terenyuh. "Kau tidak kuatir dengan kondisi keuangan kita? Aku mungkin tidak bisa lagi memberikan uang belanja sebesar biasanya. Terapi dan les anak-anak pun mungkin ada yang harus cuti sementara demi menghemat pengeluaran. Maaf."

Lina mengambil sehelai tisu dan menghapus keringat dingin yang mulai bermunculan di dahi suaminya. "Bukan salahmu, Mas. Seluruh dunia sedang mengalami pandemi corona ini. Selama keluarga kita bersatu, aku yakin kita mampu menghadapinya."

Laki-laki bertubuh tinggi besar yang telah memberinya dua anak itu memeluknya dengan penuh rasa haru. "Terima kasih atas pengertianmu, Istriku Sayang."

Sang istri tersenyum penuh kasih. Perempuan cantik berambut hitam lurus sebahu itu menatap hiasan kayu salib yang berdiri tegak di dinding rumah. "Doaku Kaukabulkan dengan caraMu yang luar biasa, Tuhan. Terima kasih," batinnya setulus hati.

***

Bayu dan anak-anak sudah tertidur lelap tatkala Lina perlahan bangkit dari atas tempat tidur mereka dan beranjak keluar kamar. Ia berjalan menuju ke kamar tidur satunya. Ruangan berukuran tiga kali empat meter itu selama dua tahun terakhir menjadi tempat pribadinya di larut malam untuk membaca buku, browsing internet, ataupun menulis cerpen. Karyanya banyak diterbitkan oleh redaksi majalah wanita ibukota.

Itulah me time yang sangat dinikmatinya. Seorang diri dalam keheningan malam. Melakukan aktivitas yang disukainya gua nmelenyapkan segala penat yang dirasakannya setiap hari dalam mengurus anak-anak dan rumah tangga.

Bermula ketika putra sulungnya, Eddy, menginjak usia empat tahun dan adiknya, Luki, berumur tiga tahun. Jarak usia keduanya yang terlalu dekat membuat Lina seringkali kewalahan menghadapi proses tumbuh-kembang mereka seorang diri. Yah, karena suaminya lebih sering berada di kota kecil tempatnya bekerja sebagai manajer pemasaran pengembang properti kelas menengah. Rumah-rumah dan ruko-ruko yang dipasarkannya laris-manis sehingga perusahaan giat mengembangkan propertinya di lahan-lahan sekitar kota itu.

Sempat terpikir olehnya untuk membawa kedua anaknya untuk pindah saja mengikuti suaminya. Tetapi kemudian ia mengurungkan niatnya begitu psikolog sekolah mendiagnosa Luki menyandang ADHD (Attention Deficit and Hyperactive Disorder-Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif). Putra bungsunya itu membutuhkan serangkaian terapi intensif untuk melatih konsentrasi dan mengendalikan hiperaktivitasnya. Di Surabaya ini cukup banyak pilihan tempat terapi yang bagus. Jauh berbeda dengan kota kecil tempat suaminya bekerja yang belum memiliki fasilitas memadai untuk pemantauan tumbuh-kembang anak.

Pada mulanya dirinya sangat bersemangat mendampingi Luki menjalani sesi-sesi terapi. Segala informasi tentang ADHD dilahapnya. Mulai dari browsing internet, membaca buku-buku, mengikuti seminar-seminar, hingga bergabung dengan grup media sosial khusus buat orang tua anak penyandang ADHD.

Kadangkala dirinya meminta bantuan Mbak Ipah, pembantu warnennya, untuk menjaga Eddy di rumah apabila hendak mengantarkan Luki terapi. Ketika suaminya pulang ke rumah pada akhir pekan, barulah dia bisa meninggalkan kedua anaknya untuk mengikuti seminar tentang ADHD. Karena hanya Bayu atau Lina yang sanggup mengawasi Eddy dan Luki sekaligus di rumah. Mbak Ipah sudah menyatakan ketidaksanggupannya menjaga kedua putranya itu bersamaan. Ia tidak memiliki wibawa yang tinggi untuk membuat Luki menurut agar tidak berlarian kesana-kemari, mengacak-acak barang-barang hingga berantakan, ataupun memanjat pagar rumah untuk pergi bermain di luar.

Setelah dua tahun berjibaku dengan segala upaya untuk memperbaiki perilaku Luki, akhirnya perempuan berkulit kuning langsat itu merasa kelelahan. Jiwa-raganya letih luar biasa karena ia bisa dibilang nyaris seorang diri memperjuangkan buah hatinya itu. Sang suami terlalu sibuk dengan pekerjaannya di luar kota sehingga sulit diajak bertukar pikiran mengenai perkembangan anak-anak, terutama Luki. Dana yang dikeluarkan untuk biaya terapi, les, dan suplemen Luki yang jauh melebihi anggaran untuk anak normal, tetap berusaha dipenuhi oleh Bayu dengan bekerja lebih keras dan jarang pulang ke rumah. Awalnya yang seminggu sekali pulang, berangsur-angsur molor menjadi dua minggu sekali, dan pernah bahkan cuma sebulan sekali.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun